15. A Moment

1.1K 88 19
                                    

Steve memandang Bayu dengan hati-hati. Dia tak tahu apa yang ada di pikiran sahabatnya itu setelah kabar baik-buruk bisa jadi, ia beritakan beberapa menit yang lalu.

"Lu yakin?" Bayu kembali bertanya dengan pandangan yang tak dapat diartikan.

"Serius, Bro. Ladea tak meninggalkan satu jejak lelaki di kehidupannya. Kecuali ... cinta masa SMU-nya."

Bayu mengelus dagunya berulang-ulang.

"Jadi benar, dia tak pernah menikah ... kalau begitu, Shasya bukan putrinya."

"Itu juga tidak benar ... Ladea Prameswari tercatat di akta kelahiran Shasya sebagai ibu kandungnya."

"... tanpa nama ayah," lanjut Steve.

Bayu mengangguk-angguk.

"Itu tidak penting. Ada satu hal yang membuatku gelisah, Steve. Dia bilang karena dia peduli masa laluku, maka dia memilih tidak menerima cintaku."

Steve tertawa.

"Masa lalumu yang mana?"

Bayu melotot.

"Oh, maaf, kegagalanmu menikah? Dia takut? Takut kemudian ditinggal lagi karena mitos bila pernah gagal maka akan mengalami kegagalan selanjutnya?" Steve setengah mencibir. "Itu mungkin saja terjadi."

"Ya, kemungkinan yang aneh. Kau tahu sendiri. Kegagalanku karena ..."

"Sudah, tak usah diceritakan lagi. Paham, paham."

Bayu melangkah meninggalkan sofa menuju jendela kaca yang memperlihatkan kemacetan di jalan raya. "Macet. Tapi aku yakin pasti menemukan cela untuk keluar dari kemacetan ini."

"Apa yang akan kau lakukan?"

Bayu menggeleng. "Nope. Sekarang yang bisa kulakukan hanya menunggu kedatangannya. Siang nanti dia kemari. Ada beberapa berkas yang harus dikaji ulang. Ya, sebenarnya ini kesengajaan. Aku mau dia ke kantor ini. Sudah berhari-hari dia tak merespons panggilanku. Pesan-pesan hanya dibaca tanpa dibalas. Kita lihat saja."

***

Aroma parfum yang sangat akrab di indera penciuman menguar ketika Bayu memasuki ruang kerjanya.

"Selamat siang, Bu Ladea. Maaf sudah membuatmu menunggu lama."

Ladea terkejut seraya bangun dari sofa.

"Siang. Tidak masalah. Baru lima belas menit saya menunggu di sini."

Suasana canggung memenuhi ruangan. Ladea tampak tegang melihat Abimayu.

"Silakan duduk."

Ladea mengambil tempat diikuti Abimayu yang tiba-tiba saja duduk bersebelahan dengannya.

"Berkas mana yang perlu dibenahi? Seingat saya tidak ada masalah."

"Ingatan tidak bisa diandalkan ketika menuliskan angka-angka. Rumusnya sudah benar. Saya yakin pak Bayu sangat pintar dalam hal itu. Hanya saja, angka yang tercantum jauh berbeda dengan yang sudah disepakati." Ladea mengambil laptopnya dan mulai membuka materi. "Sebenarnya ini bisa diselesaikan via email. Tapi saya tak mengerti mengapa sekretaris pak Bayu meminta saya untuk datang langsung ke sini. Benar-benar membuang waktu. Sangat tidak efisien."

Bayu bergeming. Matanya terpaku pada wajah Ladea. Wanita itu merasa diperhatikan.

"Hmmm... apa ada yang ingin pak Bayu sampaikan?" Ladea menantang tatapan mata Bayu.

Bayu menghela napas lalu ia memposisikan dirinya menyamping. Persis menghadap Ladea.

"Banyak, Ladea ..."

Ladea tiba-tiba bangkit. Tangannya tertahan oleh genggaman Bayu.

"Tinggallah sebentar. Aku ingin bicara."

"Bila ini tentang yang tempo hari, lebih baik saya permisi." Ladea mengemasi laptopnya.

Sebuah hentakan mengagetkan Ladea. Wanita itu terkunci. Dua lengannya dipegang erat kedua tangan Bayu. Mata mereka bertemu. Bayu menatap Ladea dengan sorot yang tak terbacakan.

"Bayu, saya mohon ... Sa-"

Bayu tak menunggu lebih lama. Dengan kegilaan yang menguasai akal sehatnya, ia melumat bibir Ladea tanpa ampun. Ladea meronta. Tapi dengan kekuatan Bayu tentu saja Ladea tak bisa terus-terusan bergerak melawannya.

Ladea melemas. Napasnya sudah mulai teratur. Ia pasrah. Otot-ototnya tak lagi menegang, ia bahkan mulai mendesah saat ciuman Bayu turun ke lehernya.

"Demi Tuhan, Ladea, aku sangat menggilaimu."

Bayu mengeratkan pelukannya. Ia tak lagi mencium. Kepala Ladea diletakkan di dadanya. Bayu membelai rambut panjang Ladea yang tergerai. Menciuminya.

"Aku ..."

"Ssst, jangan katakan apa pun, Ladea. Izinkan aku menikmati ini. Walau sebentar."

Ladea menghela napas dan membiarkan dirinya terbuai dalam belaian-belaian Bayu.

Maafkan aku, Santy ... Hatinya berbisik lirih.

Lady LaOnde histórias criam vida. Descubra agora