PART 7

276 15 2
                                    

Milly lari tergesa-gesa sepanjang koridor dengan keringat yang sudah bercucuran membasahi pelipisnya.

Ketika ia hendak membuka pintu kelas, dilihatnya Bu Dewi, guru fisika itu sedang menjelaskan sesuatu. "Mampus gue." Milly merutuki dirinya sendiri. Sadar akan Bu Dewi yang telah mengambil barang-barangnya itu, Milly segera mengumpat agar tak ketahuan oleh guru yang satu itu. Setelah Bu Dewi keluar, baru lah Milly memasuki kelas.

"Widih.. kok lo bisa telat gitu sih Mil?" Tanya Rayan si ketua kelas yang heran dengan Milly yang tak biasanya telat.

"Keringetan gitu lo abis lari marathon ya?" Ujar Boby yang langsung mendapatkan gelak tawa dari seisi kelas. "Milly sini aku lap keringatnya." Ujar Raskal, teman sekelas Milly yang memang menyukai Milly sejak dulu. "Wooooo!" Sorakan untuk raskal pun mengisi kelas.

Tak heran jika banyak yang diam-diam menyukai Milly. Gadis itu cantik, dengan mata besar serta hidung mancungnya. Hanya saja Milly bukan anak yang populer. Milly hanyalah Milly, anak yang takut akan kesendirian, walau nyatanya hidupnya saja tak ada seorang pacar yang menemaninya alias jomblo, namun setidaknya gadis itu memiliki sahabat serta keluarga yang utuh.

"Lo kenapa bisa telat?" Tanya Mira. "Ini semua gara-gara Arga sama Millo." Gerutunya. "Hah?" Mira menautkan kedua alisnya. "Iya itu cowok rese semalem nginep dirumah gue." Ucap Milly yang masih dengan nada kesal.

"WHAT?!"

Suara terkejutnya Mira, membuat seisi kelas menatap mereka. "Eh Sorry sorry.." Ujar Milly yang sadar seisi kelas kini menatap mereka. "Lo serius?" Milly hanya berdehem. "Beneran?" Tanya Mira lagi. "Hm."

Arga nginep dirumah Milly? Batin Mario yang sedari tadi mendengar percakapan Milly dan Mira.

- - -

"Gue nggak nyangka ternyata lo adiknya Milly.." Ujar Arga pada Millo yang saat ini mereka tengah bersarapan dengan nasi goreng buatan Arga. Ya, cowok yang satu ini pintar memasak.

"Dan akhirnya kita ketemu lagi." Ujar Millo, Arga hanya tersenyum tipis.

"Ga, gue mau nanya.." Arga beralih menatap Millo.

"Ap-" "Gue udah tau lo bakalan nanya apa. Lo tau kan itu nggak mudah?" Millo mengangguk mengerti. Arga, dia selalu saja bisa menebak apa yang orang lain ingin ketahui.

"Gue yakin lo bisa Ga, asal ada penggantinya. Lo harus bisa cari penggangti buat bikin lo lupa."

"Gue nggak yakin, sejauh ini gue masih belum nemu." Ujar Arga.

- - -

Milly yang sedang terduduk dikursi kantin, menunggu Mira memesan makanan sambil melamun itu merasa pipi kanannya di toel oleh seseorang membuat Milly langsung menoleh ke kanan. Namun ia tak menemukan apa-apa, dan kini pipi kiri nya gantian di toel membuat Milly berganti menoleh ke kiri. Dan sekarang pipi kanannya lagi, membuat Milly kesal kemudian menengok ke kana. Dan...

Deg!

Mata nya bertemu dengan mata Dio, bahkan deru napas Dio pun bisa ia rasakan. Diam. Mereka berdua saling tatap dalam diam. Sampai seseorang mengintrupsi.

"Ekhem, keselek obat nyamuk." Ujar Mira yang telah datang dengan dua mangkuk bakso serta es jeruk di nampan yang ia pegang. Milly dan Dio pun langsung salah tingkah.

"Mil."

"Di."

Ujar mereka bersamaan. "Ciaelah bisa barengan gitu ya?" Cibir Mira. "Pulang bareng yuk? Tapi gue ada rapat osis bentar. Kalau lo nunggu keberatan nggak?" Ujar Dio yang kini duduk berhadapan dengan Milly. Dio memang merupakan ketua osis SMA Harapan, sama-sama banyak digandrungi oleh kaum hawa, namun Dio dan Arga berbanding terbalik. Kecuali dalam pelajaran, meskipun begitu Arga selalu lebih unggul satu dari Dio membuat Dio menjadikan Arga sebagai rivalnya.

"Sampai kapanpun gue sanggup kok Di nungguin elo. Walaupun lo nya nggak pernah pek-AW!" Mira yang sedang berbicara itu merasa kesakitan begitu Milly menginjak kakinya. "Gue kenapa?" Tanya Dio bingung. "Eh nggak kok, gapapa. Ini anak lagi stress, jangan didenger. Iya gue tungguin." Ujar Milly.

Bell sekolah telah berbunyi dari 25 menit yang lalu. Namun Milly masih terduduk di depan sekretariat osis, menunggu Dio.

"Ternyata lo nungguin gue." Ujar Dio yang baru saja keluar dari sekret. "Iyalah, kan lo minta gue tungguin. Kok lama banget sih Di?" Tanya Milly mengerucutkan bibirnya, "Dua puluh lima menitan doang paling," Ujar Dio yang melihat jam tangan yang melingkar dilengan kirinya. "Hm, gimana kalau gue beliin es krim?" Ujar Dio membuat mata Milly berbinar seketika. "Yuk," Dio menarik lengan Milly.

"Kok si Milly belum balik sih?" Tanya Arga yang melihat jam besar di ruang tv rumah Milly pada Millo. Kini, mereka berdua tengah bermain ps. Tetapi kali ini mereka bermain di ruang tv.

"Jalan sama si Dio kali." Jawab Millo. "Dio sama Milly deket banget ya?" Tanya Arga lagi. "Hm gitu deh, mereka itu udah sahabatan dari kecil. Dulu keluarga gue pernah tinggal dibandung pas gue kelas satu Sd si Milly kelas dua keluarga gue balik lagi ke jakarta. Ternyata rumah kita tuh sebelahan sama rumah Dio, sebelum keluarga gue pindah kesini pas kita SMP. Milly juga satu sekolahan sama dia bahkan nyampe sekarang. Mereka deket banget emang, kayaknya temen sejati si Milly dia doang deh. Milly itu orangnya nggak pandai bergaul, dia Cuma deket sama orang yang bikin dia nyaman doang." Millo bercerita tentang kakaknya itu.

Jadi mereka deket banget ya.. Batin Arga.

"Ga, lo.." Millo beralih menatap Arga. "LO SUKA SAMA MILLY?!" Ujarnya kencang kemudian terbahak-bahak. "Sialan, terancam budek gue," Arga memegangi telinganya.

"Makasih es krim nya ya Di." Ujar Milly sesampainya mereka di rumah Milly. Bahkan Dio mengantar Milly sampai ke depan pintu rumahnya. "Ok, kalau gitu gue bal-"

"HAHANJING NGGAK NYANGKA GUE!"

"MILLO TAI."

"ANJIR DEMI NGAKAK GUE."

"SIALAN."

Suara kencang yang berasal dari ruang tv rumah Milly pun menghentikan ucapan Dio. Bukan karena apa, tapi ia sangat tahu betul si pemilik suara itu siapa. Tanpa ragu, Dio melangkah masuk ke dalam rumah Milly.

"Mati gue." Ujar Milly menutup matanya rapat-rapat.

- - -

TBC

Salam Saturn🌾


AMWhere stories live. Discover now