Chapter 3 : Pertemuan Kembali yang Tidak Diharapkan

42.6K 3.2K 60
                                    

Helena menarik napas panjang, berusaha meredakan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya saat ini. Menjadi bulan-bulanan kemarahan Simon—Kepala Editor tempatnya bekerja paruh waktu terdengar lebih menakutkan untuknya daripada duduk dalam satu mobil yang sama dengan seorang pria yang dengan mudahnya melunturkan topeng yang dikenakannya selama ini.

Wanita muda itu merinding, memeluk tubuhnya sendiri saat mendapati jika perasaan tidak aman itu kini mulai menguasai dirinya dengan hebat, sementara James yang duduk di sampingnya menatapnya dengan sebuah senyum yang nyaris membuat Helena muntah di tempat.

"Bisakah kau berhenti menatapku seperti itu?" tanya Helena tanpa menatap pria yang kini menyunggingkan senyuman lebar. "Aku tidak akan segan-segan untuk menamparmu lagi, Mr. Smith!" tambahnya dengan nada mengancam, namun alih-alih merasa takut, James malah mencondongkan tubuhnya, lalu menepuk-nepuk pipi yang tadi sempat dihadiahi tamparan keras dari wanita asing di sampingnya.

"Kau boleh menamparku hingga puas," sahutnya dengan nada menggoda. "Kau bahkan boleh mengikatku, mencambukku, atau memukulku jika hal-hal itu biasa kau lakukan dalam permainanmu," tambahnya membuat kedua mata Helena membola sempurna.

Wanita itu bergerak, berusaha memberi jarak diantara mereka hanya untuk mendapati jika hal yang dilakukannya itu sebuah kesia-siaan.

James memiringkan kepala ke satu sisi, terkekeh lalu mengedipkan mata dengan genit, "Kau sangat menggemaskan, Nona. Ck, melihat tingkah lucumu ini membuatku semakin bergairah," ujarnya ringan. James bahkan tertawa pelan saat melihat Helena mengepalkan kedua tangan seraya melotot marah ke arahnya.

"Kau benar-benar tidak tahu malu!"

James mengendikkan bahu, terlihat tidak peduli.

"Ucapanmu bisa disalahartikan oleh orang yang mendengar, Mr. Smith," desis Helena. Kini ia mulai menyesali karena dengan mudahnya ia bersedia untuk ikut ke apartemen James untuk mengambil kamera miliknya.

Sialan! Makinya di dalam hati.

Pria itu mendesah, menyamankan posisi duduknya lalu melirik sekilas ke arah depan dimana supirnya bergeming dan mengerjakan tugasnya dalam diam. "Luther sudah terbiasa mendengar obrolan-obrolan tidak senonohku dengan wanita-wanitaku," terangnya santai.

"Tapi aku bukan wanita-wanita murahan yang bisa bebas kau gauli untuk memenuhi hasrat biadabmu itu!" desis Helena marah, sementara James menaikkan satu alis menatapnya. "Aku hanya menginginkan hakku yang kau ambil dengan tidak sopannya, Mr. Smith."

James mendengus, untuk pertama kali ia menatap Helena dengan tatapan tajam penuh misteri, "Hanya waktu yang bisa menjawab pernyataanmu itu, Helena!"

***

Musim dingin, tahun 2015

Helena menggelengkan kepala pelan, berusaha untuk mengenyahkan sosok James yang belakangan ini terus mengusiknya. Sejak pertemuannya dengan James hampir dua bulan yang lalu ia terus dibayang-bayangi sosok pria itu. Bayangan pria itu terasa menerornya di berbagai kesempatan dan itu membuat Helena bingung.

Di usianya yang ke dua puluh empat tahun ia belum pernah jatuh cinta, dan hingga detik ini ia masih beranggapan jika cinta tidak penting.

Ia bisa hidup tanpa cinta dan menghabiskan hidup layaknya seorang biarawati.

Helena menghela napas, lalu menyesap pelan kopi hitamnya penuh nikmat. Di luar hujan salju turun dengan derasnya, membuat jendela apartemen sederhana yang ditinggali oleh Helena itu berembun.

Dari tempatnya berdiri saat ini ia bisa melihat lampu-lampu kota gemerlapan, seperti bintang-bintang yang menghiasi langit malam yang gelap. Helena mendongakkan kepala, mendesah saat mendapati langit dikuasai oleh awan hitam yang menggelayut dengan perkasa. Ah... salju pasti akan terus turun sepanjang malam, pikirnya.

TAMAT - Helena (Walcott series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang