56. What? Pregnant?

36.5K 2.4K 74
                                    

Vanessa

Karena Ghazy terus menerus menangis, aku mengusulkan kepada Athan lebih baik hari ini Ghazy tidak Sekolah karena tidak mungkin dia bisa berpikir murni saat di Sekolah.

Mengikuti Pelajaran dengan baik ketika Jiwanya sedang terguncang.

Athan pun menyetujuinya kemudian mengajak kami ke sebuah Cafe yang memiliki Brand sebagai Cafe Coffe yang enak.

Aku setuju saja karena jujur Kepalaku mulai pusing dan aku mual kembali.

Segelas Teh Vanila atau Teh Lemon mungkin bisa meredakan sakit Kepala dan Mual ku saat ini.

"Sekarang bagaimana?" aku bertanya kepada Athan.

Dia yang sedari tadi sibuk memandangi Wajah Ghazy dan mencuri ciuman di Wajah cerminan dirinya itu saat anak kami sedang Tidur di pangkuannya.

"Bagaimana apanya?" sepertinya dia tidak mengerti apa maksud ku.

Sekarang ini aku ingin membicarakan mengenai Ghazy yang tidak mungkin setiap hari harus menangis dan terus menangis menanti kepulangan Athan.

Sedangkan alasan Athan ingin selalu bekerja mencari Uang untuk Ghazy yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

"Ghazy. Aku sedang membicarakan Ghazy." ujarku memberitahunya.

Ku perhatikan Athan mulai menyusuri kedua Mata Ghazy yang memerah menggunakan Jemarinya.

Berjam-jam selama tiga hari ini Ghazy terus menangis hingga Mata nya seperti itu. Kasihan sekali anakku.

"Apa kamu membicarakan mengenai rengekan Ghazy yang memintaku pulang?" tanyanya ku jawab dengan anggukan Kepala.

"Aku tidak akan mungkin pulang karena kamu sudah mengusirku. Selain itu kamu pasti membenciku, bukan?"

"Iya. Itu sudah pasti!" jawabku mantap dengan Mata yang menyala-nyala bak Api.

"Oleh karena itu tidak mungkin aku pulang seperti apa yang diinginkan Ghazy. Mungkin akan lebih baik jika Ghazy belajar untuk menerima keadaan kita yang seperti ini mulai dari beberapa hari yang lalu. Ghazy hanya butuh adaptasi, Vanessa. Aku tidak bisa berbuat apa-apa sama sekali." dia menjawab dengan nada yang putus asa.

"Ghazy masih berusia lima tahun, Vanessa. Dia tidak akan mengerti apa yang sedang terjadi diantara kita." tambahnya yang membuatku semakin sedih memikirkan Ghazy yang sedang tertidur di pangkuan Athan.

"Tapi dia bisa merasakannya, Than. Dia bisa merasakan jika ada sesuatu yang berbeda sedang terjadi dengan kita."

"Aku tahu tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kesalahanku dan kelalaianku membuat mu membenciku. Sekarang aku harus menerima hasil dari perbuatanku sendiri." semakin lama suara Athan semakin memelan dan nyaris tenggelam.

Aku tahu dia sedih, aku pun sama-sama sedihnya memikirkan anak kami berdua.

"Kamu tinggal dimana sekarang?" suaraku masih terdengar cukup datar meski kalimat yang baru ku ucapkan sedikit mengandung unsur penasaran.

"Di Rumah sederhana yang ku beli atas nama kamu tapi kamu tidak mau menempatinya." Athan menjawab sedikit menyindirku.

Selama ini bukan aku tidak ingin menempatinya, tapi sayang saja jika Rumah peninggalan Orang Tuaku dibiarkan kosong begitu saja apalagi aku tidak memiliki Saudara sama sekali.

Kalau bukan aku yang menempatinya, lalu siapa lagi.

Soal sederhana atau tidak, aku tidak begitu mempedulikannya.

Asal bisa bersama Ghazy dan dirinya aku mau-mau saja meski itu semboyan hidupku dahulu kala seperti saat aku hidup bersama dia dan Ghazy di Aachen.

"Sendirian?"

"Tidak." jawabnya sambil tersenyum-senyum tapi menjijikan untuk ku lihat. "Aku tinggal bersama satu Pembantu, Satu Security, dan satu Tukang Kebun. Hanya itu saja, tidak sebanyak Pegawai di Rumah ini."

Serius jawabannya membuatku merasa tersinggung.

Dia seperti ingin menyindirku padahal aku sedang tidak ingin berdebat dengannya.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak mengenai diriku. Kalau pun kamu melihat kejadian hari itu, aku tidak akan bisa mengelak apapun. Tapi sesuai dengan keyakinanku, aku tidak melakukan apapun sama sekali meski aku telanjang dibawah Selimut yang sama dengan Sania."

Penjelasannya selalu membuatku muak.

Tidak ada satu Istripun di Dunia ini yang mau melihat Suaminya bersama Perempuan lain di bawah Selimut yang sama.

Apalagi jika sang Istri begitu mencintai Suaminya.

"Kemana Perempuan itu sekarang?"

"Dia kabur dari Kantor setelah kejadian hari itu. Aku mencarinya tapi aku kehilangan jejak. Mungkin kamu tidak akan percaya jika aku mengatakan kepadamu. Sania menjebakku tapi alasan dia menjebakku, aku tidak tahu sama sekali. Maaf Vanessa, aku belum menemukan jawabannya."

"Maksud kamu apa?" aku mulai kebingungan dengan penjelasan Athan.

Serius ini rumit untuk dimengerti.

"Sania menjebakku hari itu dengan motif yang belum ku ketahui. Kamu tahu, selama ini aku tidak pernah dekat dengan dia dalam hubungan apapun. Kami mengobrol banyak ketika berada di Cafe saja. Selama tiga tahun ini, aku tidak pernah sama sekali membicarakan apapun lebih dari sepuluh kata dengannya dalam pekerjaan, gurauan, atau hanya berbicara santai antar Rekan kerja di Kantor."

Sulit untuk dipercaya dan aku belum memahaminya dengan baik.

Bisa saja Athan mengarang cerita agar aku percaya kemudian memaafkannya.

Aku bukan Perempuan bodoh yang mudah untuk diperdaya Laki-Laki seperti dia meski dia adalah Suamiku sendiri.

"Dulu Ibuku pernah mengatakan kepadaku begini Ness. Ketika aku sudah berumah Tangga, aku harus menanamkan lima hal yang menjadi Pondasi kekuatan Rumah Tangga tersebut. Karena membangun Rumah Tangga selayaknya membangun Rumah. Lima hal itu adalah Cinta, Kejujuran, Kesetiaan, Kepercayaan, dan saling mengerti. Jika sudah ada lima hal tersebut, maka Rumah Tangga akan memiliki Pondasi yang kuat. Rumah Tangga akan aman dan nyaman untuk dijalani sampai kapanpun entah Rambut Memutih, Wajah menua, dan Daya Tahan Tubuh menurun. Dan sampai detik ini aku masih memegangnya meski kejadian itu membuat hubungan kita hancur berantakan. Maafkan aku Vanessa. Aku tidak bisa menjadi Suami yang baik untuk kamu. Tapi aku juga minta maaf karena aku tidak akan pernah bisa menceraikanmu karena Perceraian tidak pernah ada di Kamus hidupku. Maaf."

Panjang lebar dia mengutarakan Isi Hatinya kepadaku.

Meski itu terdengar sangatlah Puitis dan penuh dengan penyesalan, entah mengapa Hatiku terketuk.

Seperti ada Oksigen baru yang mengisi ke seluruh aliran Darahku hingga Hatiku terasa lebih baik dari sebelumnya.

"Sulit untuk mempercayai dirimu, Than."

"Memang. Kamu hanya Manusia biasa yang bisa saja terluka. Tapi untukku kamu adalah Wanita yang istimewa, Vanessa. Kamu sudah memberikanku Ghazy dan sebentar lagi kamu juga memberikanku seseorang yang mungkin memiliki rupa seperti ku atau sepertimu atau bahkan perpaduan dirimu dan diriku. Penantian menunggu dirinya ada di Dunia ini selalu membuatku kuat dan tetap bertahan dalam keadaan apapun!"

"Apa maksud kamu dengan 'Dirinya' Than?"

"Kamu tidak tahu maksudku Ness?"

"Tidak. Aku tidak tahu." jawabku bingung.

"Kamu Mual dan Muntah di setiap harinya itu semua karena kamu Hamil, Vanessa. Kamu Hamil lagi?"

"Ap-pa? Oh my God."

***

to be continue

***

Surabaya, 1 November 2016 ; 13.13 WIB

Salam,

Denz91 ^_~

Survive (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang