33. Wedding

52K 2.6K 94
                                    

Nathan

Pagi ini Langit benar-benar sangat cerah.

Aku tidak tahu mengapa sepertinya Alam ingin mendukung acara yang akan berlangsung sebentar lagi.

Dua hari yang lalu, baik aku dan Vanessa sudah memutuskan untuk pulang sementara ke Indonesia demi melangsungkan Pernikahan kami.

Meski aku tahu jika Wanita Hamil tidak bisa menikah dengan Lelaki saat dia mengandung di dalam Agama, aku tetap akan menikahi Vanessa dengan segala konsekuensi yang ada karena tekatku sudah bulat.

Kurang lebih enam belas jam waktu tempuh dari Jerman ke Indonesia membuatku cukup lelah apalagi Vanessa.

Namun kelelahan kami tidak menyurutkan tujuan baik kami mengikuti Sunnah Agama terhenti.

Kami akan terus berjalan ke depan apalagi jika semakin lama tertunda, maka Perut Vanessa akan semakin terlihat membesar.

Kasihan kan dia.

"Nak, sudah siap?" suara Paman Vanessa di balik Pintu terdengar berat memanggilku.

Beliau melempar senyum ke arahku.

"Sudah Paman, Insha Allah." jawabku mantab.

Ku beranikan diriku menikahi Wanita yang status derajatnya lebih tinggi dariku.

Aku sempat merasa bimbang sebelum pulang kesini, tapi Vanessa terus merayuku sekaligus meyakinkanku jika Pernikahan adalah hal yang tepat yang harus kami lakukan sejak dulu karena kami sama-sama saling mencintai seperti apa yang dia katakan di malam ketika Vanessa hampir membuat Haina menangis.

***

Flashback On

"Ness, sebelum kita kembali ke Indonesia aku pengen jujur juga sama kamu karena kamu sudah berusaha jujur mengenai Masa Lalu mu kepadaku." ujarku setelah kami kembali berhubungan intim untuk kedua kalinya di Hari Ulang Tahunku.

"Kamu punya rahasia?" dia merapatkan Tubuhnya kepadaku, sontak ku peluk Tubuhnya sambil menatap lembut ke arahnya.

"Iya." aku menganggukkan Kepalaku.

"Apa itu Than?"

"Emh, sebenarnya aku pernah melihatmu diantar oleh seorang laki-laki yang tidak ku tahu dia siapa. Mungkin dia adalah salah satu Kekasihmu. Malam itu kalau tidak salah dia memelukmu lalu memberikanmu Cincin yang tidak ku sukai karena Cincin itu melingkar di Jari Manismu. Dan kamu tahu aku benar-benar cemburu melihatnya karena aku tidak bisa mengajakmu menaiki tunggangan mewah, memberikanmu Cincin berlian yang bagus dan mahal, juga membuatmu tertawa bahagia di malam itu. Aku melihat semuanya dan ku urungkan niatku waktu itu untuk membelikanmu Gulai Ikan. Sehingga ku titipkan saja kepada Bibi." ku ungkapkan seluruh apa yang ku rasakan waktu malam itu.

Karena jika aku memulai kehidupan baru dengan Vanessa dengan sebuah kebohongan, maka aku yakin Pernikahan kami tidak akan baik.

"Gerald?" dia menyebutkan satu nama yang tidak ku kenal.

"Entahlah." aku menggelengkan Kepalaku tidak mengerti nama itu.

"Emh, dia Gerald. Aku yakin laki-laki yang kamu lihat adalah Gerald. Tapi kamu tahu Than, kalau Gerald melamarku hari itu. Dia menginginkan aku menjadi Istrinya namun belum ku tolak lamaran yang dia ajukan kepadaku, Perutku tidak enak dan aku berlari ke Kamar Mandi Cafe untuk muntah. Entah bagaimana kejadiannya tiba-tiba aku pingsan dan Gerlad membawa ku ke Dokter. Dan disanalah Gerald tahu jika aku sedang Hamil anak kamu. Dia dengan kebesaran Hatinya menarik kembali lamarannya kemudian mengantarku pulang. Pelukan yang dia berikan kepadaku adalah pelukan selamat karena aku sedang Hamil anakmu. Untuku Cincin, dia tidak memintanya kembali dan ingin agar aku menyimpannya untuk tanda jika dia menyayangiku. Tapi sekarang Cincin itu sudah ku berikan kepada Bibi. Entah dipakai atau dijual Bibi, aku tidak peduli lagi. Mungkin yang kamu lihat juga aku tersenyum dan tertawa bahagia, karena aku baru mengetahui jika aku Hamil anak kamu, Athan. Kamu salah sangka."

"Maaf Ness, maaf aku tidak tahu." sungguh menyesal mendengar semua yang dikatakan oleh Vanessa.

Aku sedih sudah sempat mengacuhkannya, memarahinya karena rasa cemburuku yang berlebihan. Astaga!

"Jadi kamu marah, ingin mengundurkan diri dari Perusahaan, lalu mengikuti tes untuk bisa Kuliah ke Jerman karena hal itu?"

"Ness, aku salah. Aku tahu aku salah. Maafin aku Ness." dengan amat sangat menyesal aku mengakui kesalahanku menerka apa yang terjadi.

Vanessa bukanlah Wanita bebas yang selama ini nampak dari depan.

Aku sudah salah mengartikan dirinya yang seperti ini itu.

Ternyata dia benar-benar Wanita yang baik bukan buruk seperti yang ku duga selama ini.

"Athan, tidak semua Perempuan yang bernampilan 'Bitch' seperti aku adalah Perempuan yang buruk seburuk-buruknya Manusia. Kamu lihat saja diluar sana, yang berdasi, menyisir Rambutnya rapi justru banyak melakukan tindak kriminal. Tapi yang bertato, berambut gimbal acak-acak'an, memiliki Wajah seram, justru Hatinya lembut tidak terbatas. Kadang kasih sayang mereka kepada sesama lebih dari yang terlihat baik di depan. Mereka bisa lebih berkreasi dan berkreativitas selayaknya anak muda Indonesia yang kaya akan ide dan Karya. Pelajaran untuk kamu Than, jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya. Karena tidak ada yang menjamin seseorang itu hanya dari penampilannya. Contohnya, tuh Haina. Mentang-mentang dia berjilbab, ngomongnya diatur lemah lembut, terus dia sopan santun juga membuat Hati Laki-Laki menjadi dingin lalu dia bisa dengan mudah membahagiakanmu. Terus aku yang berpenampilan 'Bitch' tidak bisa membahagiakanmu. Begitu?"

"Ness, kok justru nyangkutnya ke Haina sih?"

"Kan itu contoh yang paling kongkret. Kamu harus bisa membedakan apa itu namanya cinta apa itu namanya simpati. Beda banget. Kamu masih muda, banyak hal yang harus kamu pelajari di dunia ini. Tapi, apapun itu aku akan temanin kamu sampai kamu sukses menggapai Cita-cita mu, Athan. Percayalah padaku."

"Kamu janji?"

"Aku janji. Dua rius aku mau berjanji. Asal kamu harus ingat, tidak ada pasangan yang sempurna tapi aku akan berusaha menjadi Perempuan yang kamu suka meski tidak dengan cepat alias perlahan. Boleh kan?"

"Tentu Baby, tentu."

***

Mengingat setiap penuturan Vanessa pada ku malam itu membuatku yakin dan percaya jika bersamanya adalah jalan terbaik.

Dengan memakai Jas Hitam, Kemeja Putih, dan Peci Hitam, ku langkahkan Kakiku keluar dari salah satu Kamar di Rumah Paman Vanessa untuk duduk di depan Penghulu.

Tidak lama aku juga melihat Calon Istriku keluar dari salah satu Kamar Rumah Paman Vanessa untuk duduk di sebelahku.

Sedikit ku lirik ke arahnya dia nampak sangat cantik dan aku hampir lupa berkedip saat melihatnya.

"Ehem." suara Pak Penghulu membuatku tersadar dari lamunanku melihat ke arah Vanessa dan akhirnya aku kembali melihat ke arah Pak Penghulu dan Paman Vanessa di depanku.

"Siap?" Pak Penghulu bertanya kepadaku "

"Siap Pak." dengan mantab ku ulurkan Tanganku menggapai Tangan Pak Penghulu.

Saya terima nikah dan kawinnya Vanessa Aliyah Jasmine binti Almarhum Hendrawan Rasyid dengan Mas Kawin seperangkat Alat Sholat dibayar Tunai.

Sah.

Alhamdulillah.

***

To be continue

***

Surabaya, 4 Oktober 2016 : 11.13 WIB

Salam,

Denz91 ^_~

Survive (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang