46. Ghazy Islami Ghalibie

33.5K 2.3K 70
                                    

Nathan

"Ha..halo Bibi. Iya ini Nathan. Saya di Berlin, Vanessa akan melahirkan." sekarang ini aku menghubungi Bibi Vanessa yang ada di Indonesia.

Karena beliau meneleponku beberapa bulan yang lalu jika Vanessa melahirkan, Beliau dan Paman harus diberitahu.

"Kami akan kesana secepatnya, Than. Kamu sabar ya. Terus berdoa, Than." suara Bibi menyemangatiku dibalik sambungan Telepon kami.

"Iya, terima kasih."

Ku tutup Telepon ku yang menyambung kepada Bibi Vanessa.

Sekarang aku harus menunggu dan menunggu entah berapa lama.

***

Sudah berjam-jam aku menunggu di luar sedangkan Vanessa ada Kamar Bersalin.

Bibirku terus berdoa tanpa henti meski saat ini aku tidak bisa berpikir apapun selain keselamatan Vanessa dan anak kami.

Apa saja yang dilakukan oleh Dokter diluar sana sehingga proses ini begitu lama.

Aku stres, aku kalut, bingung, dan ingin rasanya mendobrak Pintu ini agar aku bisa masuk dan melihat apa sebenarnya yang terjadi.

"ARGH!" ku pukul Dinding Rumah Sakit dengan Tangan ku berkali-kali sampai Tangan ini terluka.

Mungkin rasa sakit yang ku rasakan tidak ada seujung Kuku pun dengan apa yang dirasakan oleh Vanessa saat ini.

Dia berjuang untuk melahirkan anak kami dengan kekuatan yang dia miliki. Bisakah proses ini lebih cepat, Ya Tuhan.

Kenapa lama sekali, aku tidak bisa menunggu dalam kecemasan seperti ini.

Cklek

Suara Pintu Kamar Bersalin Vanessa terbuka.

Terlihat seorang Perawat keluar dan menyuruhku masuk ke dalam Kamar Bersalin.

Dada ku berdebar-debar tidak menentu, Keringat dingin sudah bercucuran sejak tadi, dan Tubuh ini serasa melemah.

Salah seorang Perawat yang lain menggendong seorang Bayi yang ku yakini dia adalah anakku dan Vanessa. Anak yang sangat ku inginkan cepat lahir di Dunia ini.

Selangkah demi selangkah aku berjalan mendekati Vanessa.

Disana, di atas Ranjang putih itu, dia terbaring lemah tidak berdaya.

Vanessa masih membuka Matanya meski tidak sepenuhnya dengan Wajah yang diliputi kelelahan luar biasa.

Ku dekati dia dan meraih Tangannya.

"Athan?" suaranya bergetar memanggil namaku.

Vanessa menarik Lenganku agar lebih mendekat ke arahnya dan sepertinya dia sedang minta untuk ku peluk.

Dengan bercucuran Air Mata, ku peluk Istriku yang sudah berjuang keras untuk melahirkan anak kami.

Tubuhnya yang lemah itu ku rengkuh dan kami sama-sama menangis penuh haru.

Akhirnya kami sudah sah menjadi Orang Tua.

"Dia tampan sekali, Athan. Aku sudah melihatnya." ucap Vanessa yang semakin membuatku bercucuran Air Mata.

Aku belum bisa melihat anak kami karena aku ingin bertemu Vanessa lebih dahulu.

Nanti setelahnya aku akan menemui anak kami.

"Sangat tampan sepertimu, Athan." tambahnya kembali.

"Benarkah?" aku masih tidak percaya sama sekali.

Survive (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang