Chapter 19

40.9K 4.6K 264
                                    

Seharusnya aku merasa tenang dalam dekapan orang yang kupercayai. Merasakan setiap sentuhan kulitnya hampir di setiap inci tubuhku. Terpaan nafasnya yang hangat ke arah rambutku, dan semua sentuhan yang tanpa sadar dia lakukan bahkan saat kedua matanya masih tertutup. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Aku ketakutan karena sebuah mimpi.

Bukan...

Sebenarnya itu bukan Jamie. Sosoknya memang mirip, tapi dia jauh lebih matang, dan lebih kasar perawakannya. Seperti versi lebih dewasa dari Jamie, Derek Parker.

Di mimpiku, entah bagaimana mulanya kami terjebak di sebuah dapur. Aku ingat itu merupakan dapur rumah Jamie yang dulu dia tinggali saat kami masih remaja. Rumah yang bersebelahan denganku.

Di depanku, Derek menatap tajam, matanya merah. Sebuah botol minuman keras yang nyaris kosong digenggam olehnya.

Aku menoleh keseluruh ruangan, mencari sosok yang membuatnya marah. Tapi tidak ada siapapun selain aku disini, bersimpuh di lantai dengan kepala yang sakit luar biasa.

Derek mengatakan sesuatu padaku dengan penuh kebencian. Namun aku tidak mendengarnya dengan jelas karena terlalu takut.

Tiba-tiba dia berteriak keras, sampai dadaku bergemuruh. Derek mendatangiku yang bersimpuh di hadapannya, menatapku seperti musuh. Tanpa aba-aba tangan kanannya terangkat tinggi, siap dia layangkan kepadaku. Refleks, mataku terpejam, waktu wajahku mulai ditampar, sampai aku terpelanting.

Derek menolak untuk membiarkanku sendiri setelah itu. Kerah baju yang kugunakan dia tarik dengan kasar.
Dia memakiku dengan semua sumpah serapah, wajahnya terlalu dekat. Aku ketakutan. Usahaku melepaskan cengkraman tangannya terlihat sangat menyedihkan.

Tidak ada belas kasih dalam ekspresinya, dia hanya berdiri tenang disana. Sementara aku memohon ampun.

Wajah Derek tua yang kejam itu mendekatiku. Tidak ada lagi cinta di matanya. Dia membenciku, tatapannya mengutuk keberadaanku.

Dan saat itulah akhirnya aku terbangun.

"Nora?" suara Jamie terdengar grogi di sebelahku. "Kau bermimpi?"

Aku tidak langsung menjawab, terlalu sibuk mengusap keringat dingin yang sudah membasahi seluruh wajahku tanganku bergetar. Aku mulai menangis ketautan.

Jamie beringsut duduk dan menyalakan lampu kecil dari atas nakas di sebelah ranjang. Orbs birunya walaupun mengantuk, terlihat khawatir dan waspada.

"Kau kenapa? Kenapa menangis?"

Disaat bersamaan, dari arah kamar sebrang terdengar rengekan Shawn yang berujung pada tangisan juga.

Aku mengusap wajahku, "Pergilah ke Shawn..."

"Tapi kau sendiri?"

"Aku tidak apa-apa, hanya mimpi buruk. Shawn mungkin haus." Aku memaksakan seulas senyum. Jamie sudah pasti tidak percaya padaku, tapi dia juga tidak mungkin membiarkan putranya. Keputusannya bercabang untuk beberapa saat, sebelum akhirnya dia mengangguk dan mulai menyibak selimut. Mencari pakaian dari bawah ranjang, lalu bergegas ke kamar Shawn.

Kupeluk tanganku di depan dada dan merunduk untuk menenangkan getarannya.

Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu?

Chasing MemoriesWhere stories live. Discover now