Chapter 21

31.7K 4.4K 287
                                    


"Terima kasih..." Anthony menyerahkan kembali menu yang diberikan pelayan di salah satu kafe tidak jauh dari lokasi kantornya berada.

Setelah interview semi-formal yang kami lakukan selesai, Anthony buru-buru menahan dan memintaku menunggu sebentar sampai dia menyelesaikan beberapa pekerjaannya untuk mentraktirku secangkir kopi.

Walaupun dia bilang ini adalah perbincangan antara teman lama, aku tetap tidak berani menolaknya karena secara teknis dia tetaplah calon bosku. Menolak permintaannya sama seperti melanggar peraturan tidak tertulis tentang 'Bagaimana menyengankan hati atasan' yang harusnya ku hindari.

Alhasil, disinilah aku, duduk di hadapannya, setelah memesan teh hangat dan tersenyum kecil kepada Anthony.

"Jadi rumor yang tersebar dulu ternyata benar, kau dan Parker?"

"Ya... begitulah kira-kira." Aku tersenyum kaku.

"Kukira itu hanya omong kosong dulu, jarang sekali gosip di sekolah ternyata adalah fakta." Dia tertawa. Membuatku menunduk malu.

Aku tidak berani bertanya sebanyak apa yang dia dengar dari gosip tersebut. Dan tidak berani memikirkan apa pendapatnya setelah mendengar itu.

"Tidak tidak," Anthony buru-buru melambaikan tangan dan terlihat cemas. "Aku  sama sekali tidak ingin menghakimimu. Itu keputusan kalian, sungguh aku tidak berpikiran negatif tentang pernikahan tersebut. Yang ada aku ingin memberi selamat, walaupun ini sudah sangat terlambat?"

Sudut bibirku tertarik membentuk senyum, sementara tanganku berhenti memuntir-muntur gelisah.
"Terima kasih, Anthony." Untuk pengertiannya.

"Iya..." cengiran gugupnya membuatku tersenyum lagi. "Emm... jadi bagaimana kabar Parker sekarang?" Tanyanya mengubah topik.

"Kabarnya baik, sekarang dia sibuk menjalankan repair shop miliknya sendiri."

"Itu bagus. Mungkin sesekali aku akan mampir kesana. Aku ingin tahu apa dia masih mengenalku." Dia tertawa.

"Tentu saja masih, kalian dulu cukup akrab kan?" tanyaku, mencoba menggali ingatanku semasa di sekolah. Mereka sempat terlihat berkumpul bersama, dan mengobrol beberapa kali. Jauh lebih sering daripada denganku pastinya.

"Tidak bisa di bilang akrab juga, karena Jamie dekat dengan semua orang dulu. Dia cukup populerkan? Tapi yang ku ingat kami dulu sempat ikut latihan club sepak bola bersama-sama. Walaupun akhirnya aku tidak terpilih dan hanya duduk di bangku cadangan karena kurang baik." Dia terkekeh sambil menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal, membuatku ikut tertawa.

"Kurasa dia pasti sudah lupa denganku."

Pundakku mengedik, "Aku yakin dia masih ingat," kataku. Walaupun kenyataannya, Jamie jarang sekali menceritakan atau berhubungan kembali dengan teman-teman lamanya selain Charlie, atau Sarah...

"Aku sungguh tidak menyangka kalian bersama... kalian itu beda sekali dulu."

Aku juga, berada persis di ujung lidahku. Tapi tidak ku katakan dan hanya tersenyum. "Kurasa, semua orang terkejut setelah mendengar rumor itu."

"Ya..." laki-laki itu mengangguk, "Apalagi setelah upacara kelulusan itu, aku tidak pernah lagi melihatmu. Kau seperti hilang, apa kau keluar kota?"

Chasing MemoriesWhere stories live. Discover now