***

Ruang musik di sekolah sudah terasa seperti ruangan milik Lily. Guru kesenian bahkan leader band sekolah yang memegang kunci pun dengan senang hati meminjamkan kunci padanya. Lagian, mereka kadang suka mencuri dengar permainan piano Lily yang sangat indah dan memanjakan telinga.

"Lo beneran gak mau ikut eskul musik atau masuk band gue?" tanya Adel---vokalis band sekolah---setelah permainan piano Lily selesai. Adel sedari tadi juga disana, mendengarkan sekalian mencari lagu untuk bandnya di kompetisi nanti.

"Tidak," jawab Lily tanpa menatap Adel sedikitpun.

"Sayang sekali," ucap Adel menghela nafas berat. Adel melirik jam dinding yang ada di ruangan tersebut lalu merapikan kertas-kertas berisi judul lagu yang nantinya akan ia rundingkan dengan anggota band lainnya. "Gue duluan ya, Ly. Nanti lo kasih kuncinya ke Fariz, oke?"

Lily mengangguk sekilas untuk menjawab pertanyaan barusan. Adel pun bergegas keluar kelas karena jam pelajaran sudah berganti dan Adel harus masuk ke kelas sekarang. Ya, Adel pun sedang ada jam kosong dan sekarang itu semua telah berakhir.

Tangan Lily baru saja akan menari di atas tuts piano kembali jika saja seseorang tidak menginterupsi dirinya. Mendengus kesal, Lily melirik kearah pintu dan tubuhnya membeku. Disana, berdiri sosok yang belakangan ini ada di dalam daftar hitamnya; Sauzan!

"Apa gue ganggu lo?" tanya Sauzan setelah menutup pintu ruang seni.

"Iya, sangat mengganggu." Lily menjawab sinis.

Sauzan menyenderkan punggungnya di pintu belakangnya. "Gue cuma mau bilang kalau tidak semua yang terlihat didepan lo itu benar. Everybody have their point of view."

"Jika mau ceramah, kenapa tidak di masjid sekolah saja sana? Lebih banyak yang mendengarkan daripada disini," sarkas Lily dengan nada datar namun cukup nyelekit.

"Ada banyak hal yang gak lo ketahui."

"Lantas, apakah kamu mengetahui segalanya?" Lily menekan tuts dengan seluruh jari tangannya hingga menimbulkan bunyi yang keras ke penjuru ruangan. "Ah, kamu ini Tuhan, ya?" Lily tertawa mengejek sembari melirik sinis ke arah Sauzan.

"Apa lo tahu alasan dibalik Kala ninggalin lo waktu itu?" tanya Sauzan membuat Lily menoleh kearahnya. Ada raut kaget bercampur tidak suka disana. "Apa lo sebenarnya ngerti semua yang dia pikirkan dan rasakan saat ini?"

"Apa hubungannya sama kamu, hah? Jangan ikut campur masalah orang lain!" bentak Lily sarat akan ketidaksukaan. "Sadarlah posisimu sekarang, wahai orang yang suka ikut campur."

"See, lo gak tahu apa-apa disini─"

"DIAM!!!" teriak Lily hingga wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca.

Lily sadar bahwa alasan kenapa Kala meninggalkannya dan tiba-tiba muncul sangatlah abu-abu. Tidak jelas. Lily masih tidak mengerti dan dia benci mengakui hal itu. Ada banyak tanda tanya yang berkecamuk, namun Lily memilih menghindar dan lari. Sebenarnya, Lily takut dengan kejujuran dan realita yang kemungkinan berbalik dari ekspetasi.

"Bangun, Lilyana! Sampai kapan lo mau diam dan tidak tahu apa-apa? Ada banyak yang harus─"

"DIAMLAH, SIALAN!!!" Lily menutup kedua telinganya dengan tangannya. Perlahan air mata mengalir di pipi putihnya dan isakan halus terdengar. Tubuh Lily gemetar dan dibalik isakannya ia berisik lirih, "Lily mohon diamlah."

Ada rasa mengganjal yang menyesakkan memenuhi Sauzan saat melihat Lily yang selalu bersikap kurang ajar menjadi begitu rapuh dihadapannya. Sauzan tidak mengerti tapi seluruh tubuhnya bergerak sendiri menghampiri sosok Lily disana dan mendekapnya dengan lembut.

PainHealerWhere stories live. Discover now