Sesajen

221 4 0
                                    

Sepi, tenang dan jauh dari keramaian. Terletak di tengah – tengah pemakaman umum. Dengan dikelilingi tembok setinggi orang dewasa. Bercat ungu terang bak terong yang belum matang benar. Dengan tinggi satu meter diatas permukaan tanah dan berdaun pintu ukiran khas jawa. Makam itu begitu tersohor. Tidak hanya dikenal penduduk lokal,namun penduduk luar kotapun banyak yang berdatangan kesana.

Aroma bunga kamboja putih menyeruak ke udara. Bercampur dengan kepulan asap tebal dari pembakaran dupa untuk sesajen. Membuat mata terasa pedih.

"Mbok... Kira – kira saya bisa lolos seleksi balon kades tidak?"

"Tergantung niat dan ....." mendadak suara Mbok Darmi terhenti.

"Dan apa Mbok ?"

"Besarnya sesajenmu" jawab Mbok Darmi singkat dengan pandangan tajam ke arah Sukamto. Si balon kades Trowulan.

"Ooh itu sudah saya siapkan Mbok" jawab Sukamto singkat sambil berlalu meninggalkan cungkup di sore menjelang petang itu.

Setiap malam Jum'at, cungkup makam Ratu Majapahit di Desa Trowulan itu selalu ramai. Bahkan tidak hanya malam jum'at saja. Malam – malam lainpun juga ada saja satu dua pengunjung yang datang untuk mengirimkan do'a. Berdo'a untuk sang ratu. Mereka berharap dengan kuatnya aura sang ratu, keinginan mereka terkabulkan. Terutama keinginan tentang jabatan dan kekuasaan.

Seperti siang itu, beberapa rombongan dari luar kota mengadakan do'a bersama di dalam makam yang tidak terlalu luas itu. dua orang lelaki dan satu anak kecil bersimpuh didekat makam. Dibantu oleh sang juru kunci, mereka merapalkan do'a – do'a. memanjatkan sesuatu. Berharap terwujudnya keinginan mereka.

Namun sepuluh menit kemudian, ditengah – tengah berlangsungnya perapalan do'a, mendadak tubuh Sekar kejang – kejang. Matanya mendelik. Mulutnya mengatup rapat. Sontak saja paman dan ayahnya gegas menolong Sekar.

"Sekar... kenapa kau Nak? Mbok... ada apa ini?" ucap ayah Sekar dalam kepanikan.

Mbok Darmi mendekatkan tubuh Sekar ke pangkuannya. Memijat kedua pelipisnya seraya berkomat – kamit merapalkan sesuatu. Sekar sadar.

"Wonten nopo Yah?" ucap Sekar lirih.

"Tidak apa – apa Nak" jawab Mbok Darmi.

"Sepertinya kami harus menyudahi kunjungan ini Mbok, mengingat keadaan anak saya seperti ini" ucap Suwanto ayah Sekar.

"Baiklah Nak, kali ini cukup. Sebelum kau pulang aku ingin berpesan kepadamu"

"Apa Mbok?"

"Jaga anakmu baik – baik" jawabnya singkat.

Setelah mengangguk tanda mengerti, Suwanto menyudahi ritualnya dan gegas berpamitan pulang.

***

"Sekar... bangun nak. Waktunya sekolah" bisik ibunya.

Namun Sekar tidak bangun. Matanya masih menutup rapat. Butiran keringat menetes di dahinya dan lehernya. Bibirnya berwarna biru keungu – unguan.

"Kamu kenapa Nak? Ucap ibunya cemas.

Segera ibunya menyeka badan Sekar dengan air hangat. Mengelap sekujur tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Lalu meminumkan segelas teh hangat kepada Sekar.

"Aku kenapa Bu?" ucap Sekar lirih kepada ibunya.

Siang itu ayah dan ibu Sekar membawanya ke puskesmas terdekat untuk memeriksakan keadaan Sekar. Setelah mendapatkan resep, mereka bertiga gegas pulang agar Sekar bisa beristirahat.

"Alhamdulillah Pak, anak kita hanya demam biasa. Mungkin kemarin pulang terlalu malam dan lupa memakai jaket" jawab ibu Sekar.

Suwanto hanya diam. Tidak membalas ucapan istrinya.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang