Menuju Puya

279 5 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kematian bukanlah sesuatu yang bisa ditunda atau bahkan dihindari. Kematian merupakan sebuah titik awal menuju keabadian.

"Ambe, kapan kita semayamkan Indo? Sudah berbulan – bulan jasad Indo berada di Tongkonan. Sudah saatnya Indo menghadap Puang Matua" ucapku sedih menatap jasad Indo yang terbujur kaku didepanku. Jasad yang telah meninggal sepuluh bulan lalu itu kini masih selalu saja tersenyum. Seperti tidur dalam sebuah kedamaian yang abadi.

"Ooh Indo...." Gumamku lirih diiringi deraian air mata membasahi pipi.

"Sudahlah Ratika, tak pantas seorang gadis berpendidikan sepertimu menangis seperti itu"

"Do'akan saja Indomu. Semoga Rambu Solo untuknya lekas terlaksana" ucap Pangadongan sambil membelai lembut rambut anak gadis kesayangannya itu.

***

Keluarga kami tinggal di sebuah tongkonan yang cukup besar. Para leluhur dan keluarga kami bertiga telah menempati tongkonan itu ratusan tahun lamanya. Sejak nenek moyang kami yang pertama dahulu hingga generasi Ambe yang sekarang. Aku, Ambe dan Indo. Keluarga kami cukup terpandang di Rantepao. Karena Ambe adalah seorang tetua adat. Orang yang sangat dihormati di Rantepao.

Didepan tongkonan kami tergantung puluhan tanduk kerbau. Tanduk yang berasal dari generasi ke generasi. Yang hingga kini masih kami rawat dan kami jaga dengan baik. Sesuai dengan ajaran agama dari leluhur kami. Ajaran Aluk Todolo. Yakni ajaran yang berisi aturan agama atau keyakinan yang didalamnya mengajarkan bahwa manusia dan segala isi bumi ini harus menyembah, memuja, dan memuliakan Puang Matua ( sang Pencipta ) yang diwujudkan dalam bentuk sajian penyembahan.

Ambe merasa kebingungan dan putus asa. Mengingat Rambu Solo harus diadakan sebaik mungkin, sesempurna mungkin untuk menghormati Indo. Agar Indo diterima oleh Puang Matua. Agar indo bisa menuju Puya dengan lancar tanpa hambatan. Hal ini membutuhkan banyak babi dan kerbau. Yang nantinya akan ditunggangi Indo menuju ke Puya. Menuju keabadian.

"Bagaimana ini Ratika? Ambe tidak bisa berbuat apapun. Sementara jasad Indomu sudah cukup lama tersimpan didalam Tongkonan. Apa kata orang nanti ? Seorang tetua adat tidak mampu menyelenggarakan Rambu Solo untuk keluarganya. Untuk istri tercintanya. Ambe sudah tidak bisa berpikir lagi" ucap Pangadongan putus asa sambil menghela napas panjang dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya yang sudah tidak muda lagi.

"Bersabarlah Ambe, kita harus selalu memohon kepada Puang Matua. Agar Ia memberikan jalan yang terbaik untuk keluarga kita" ucap Ratika menenangkan hati Ambenya yang gelisah.

Ratika pun mengerti perihal keputus – asaan Ambenya. Ambe tidak bisa berbuat apapun. Tanah warisan, sawah dan kebun yang dimiliki Ambe sekarang sudah habis untuk memenuhi biaya hidup mereka sehari - hari dan juga biaya untuk menyekolahkannya hingga saat ini dirinya sudah menginjak semester akhir. Yang tentunya membutuhkan uang yang tidak sedikit.

Kumpulan Cerita PendekWhere stories live. Discover now