43. Pasukan Bubar Sebelum Barisan Terbentuk

698 24 1
                                    

Kwan Jit menjejakkan kakinya bergeser dua setengah langkah ke sisi kiri.
Ketika berada di tengah arena pertarungan tadi, dia hanya tahu maju terus pantang mundur, sekalipun demi melarikan diri, dia tetap menyerbu maju terus dan berusaha menjebol pertahanan lawan dengan cara apa pun, tapi sekarang hanya gara-gara sebuah peti mati, ternyata dia mundur sampai sejauh dua setengah langkah.

Lalu dia bergeser lagi sejauh tiga depa, setelah itu tidak berusaha mundur atau kabur.

Terdengar ia berpekik nyaring, dengan menyalurkan hawa pedang Po-ti-bu-heng-kiam-khi untuk melindungi seluruh badan, dia menghindar dari hadapan peti mati itu dan langsung kabur menuju ke mulut jalan.

Di tengah mulut jalan terlihat berdiri seseorang.

Dia tak lain adalah Ti Hui-keng yang nampak lemah lembut bagaikan seorang sastrawan.

Ti Hui-keng yang menundukkan terus kepalanya.

Ti Hui-keng yang selalu duduk, Ti Hui-keng yang pucat Serangannya dari bentuk bunga teratai hingga bentuk pedang, kadang perlahan kadang cepat, seakan tenaga sang Bud-dha yang sedang menyebar ke bumi dan memberi kekuatan ke seluruh jagat.

Tapi di balik cahaya suci, terselip tenaga pembunuh yang disertakan dalam jurus ilmu sembilan huruf.

Seandainya Kwan Jit masih mempunyai dua buah tangan, mungkin dia sanggup menandingi serangan itu.

Tapi keadaan Kwan Jit saat ini sudah berada di ujung tanduk, jiwanya sudah terancam bahaya maut.

Tanpa terasa Ong Siau-sik mulai menguatirkan keselamatan Kwan Jit.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara seseorang bergema di angkasa, semacam suara seorang bergumam.

"Bila aku dapat menyembuhkan orang, orang akan disembuhkan olehku, bila aku tak dapat menyembuhkan orang, aku akan disembuhkan orang," tentu saja suara itu berasal dari Kwan Jit, "bila aku dapat menaklukkan iblis, iblis akan kutak-lukkan, bila aku tak dapat menaklukkan iblis, aku yang akan ditaklukkan iblis

Mendengar ucapan itu perasaan Ong Siau-sik tergerak, mendadak ia terperanjat.
Yang membuatnya terperanjat adalah di saat dan keadaan seperti ini ternyata Kwan Jit masih mengoceh dengan kata-kata yang membingungkan, bergumam seorang diri, yang membuat perasaannya tergerak adalah dalam keadaan dan situasi seperti ini Kwan Jit masih bisa bergumam.

Hal ini menandakan Kwan Jit belum kalah!

Dia bahkan sama sekali tidak menunjukkan gejala akan kalah.

Jika seseorang berada dalam keadaan bahaya namun masih bisa memecah perhatian mengurusi hal lain, keadaan ini menunjukkan dia masih menguasai keadaan.

Sementara Ong Siau-sik memikirkan hal ini, mendadak terdengar suara teriakan keras diiringi dua sosok bayangan manusia saling berpisah dari balik hujan.

Lui Sun berdiri sambil memegangi dada, wajahnya terlihat mengejang, agak terbungkuk dia mundur sejauh tujuh delapan langkah, setelah tiba di depan peti mati itu, mendadak seakan mendapat tambahan kekuatan baru, dia berdiri kembali dengan badan tegap.

Waktu itu hawa pedang Po-ti-bu-heng-kiam-khi yang memancar keluar dari tubuh Kwan Jit semakin membara.

Saat itulah So Bong-seng menyerbu ke depan sambil membentak nyaring, "Lihat golok!"

Kwan Jit membalikkan badan, hawa pedang Po-ti-bu-heng-kiam-khi dengan membentuk segulung cahaya tajam langsung menyongsong datangnya cahaya golok itu.

So Bong-seng berteriak keras, tubuhnya terlihat gontai disusul kemudian ia mulai terbatuk-batuk dengan keras.

Darah yang semula membasahi lengan Kwan Jit yang kutung kini sudah mulai tersapu bersih oleh guyuran air hujan, sebaliknya cahaya pedang yang ada di lengan kanannya justru terlihat bertambah cemerlang.

Pendekar Sejati : Golok Kelembutan (Wen Rui An)Where stories live. Discover now