#12

59.9K 7.5K 240
                                    


Gadis itu berlari membabi buta, seperti tubuhnya sudah lupa dengan apa yang disebut rasa sakit. Dengan caranya melaju yang seperti itu, Adrian berani bertaruh paru-paru Azalea pasti terasa seperti terbakar sekarang. Namun, dia sama sekali tidak berhenti. Adrian pun melakukan tindakan yang sama. Dia belari cepat. Kakinya yang panjang membuatnya mampu menyusul langkah Azalea dalam hitungan detik. Tetapi sebelum sempat meregap lengan gadis itu untuk membuatnya berhenti berlari, Adrian terlanjur terperangah tatkala menyaksikan sebuah bangunan besar yang terbakar secara masif beberapa puluh meter di depannya.

Lebih dari setengah bangunan toko buku besar itu telah terlahap oleh kobaran api. Lidahnya yang jingga menyala-nyala, menerangi langit yang mulai menggelap. Asap hitam membumbung tinggi di udara. Suasana terasa mencekam oleh massa yang berkerumun, beberapa jurnalis lalu-lalang tergesa menenteng kamera dan sirene mobil pemadam kebakaran terdengar menambah rumit keadaan.

Azalea masih berlari ketika mendadak tubuhnya limbung saat kakinya tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri. Tali sepatu itu sudah pasti tidak diikat dengan erat, membuat simpulnya lepas ketika gadis itu berlari di sepanjang jalanan. Tanpa bisa dihindari, dia tersungkur ke atas aspal. Tangan dan lututnya menggores permukaan solid jalan, diikuti oleh rembesan darah beraroma karat yang merembes. Dia menggigit bibirnya kuat-kuat, mengabaikan rasa sakit yang menyengat. Dengan dramatis, Azalea kembali bangkit. Tangannya terulur berusaha menyibak kerumunan orang, tetapi sebelum dia bisa menghambur melewati barisan mobil pemadam yang terparkir di dekat bangunan toko buku, rengkuhan lengan Adrian telah lebih dulu menghentikan geraknya.

"You can't go there!" Adrian berseru sambil menahan tubuh Azalea kuat-kuat. Namun gadis itu terus saja meronta-ronta. Mulutnya mengeluarkan ceracauan histeris, dimana nama Alamanda terselip diantara kata-kata yang terlontarkan dalam nada tinggi. Orang-orang di sekeliling menatap pada mereka. Sebagian memandang prihatin, separuhnya mungkin menganggap Azalea sinting.

"LET ME GO!! MY SISTER IS IN THAT BUILDING!!" Untuk ukuran tubuhnya yang kurus, Azalea adalah gadis dengan tenaga yang tidak bisa dianggap sepele. Adrian sempat kesulitan menahan gerak liar dari tubuhnya. Kuku-kuku gadis itu terbenam pada kulit yang melapisi punggung tangannya, memaksa Adrian untuk melepaskan lengannya dari pinggul Azalea. Meski begitu, Adrian tidak menyerah, karena dia tau, jika dia melepaskan Azalea, gadis itu sudah pasti akan langsung berlari kencang mendekati gedung yang menunjukkan tanda-tanda akan roboh sebab pilarnya telah menghangus terkena jilatan api.

"She is in not there." Adrian berujar seraya mempererat cengkeraman tangannya pada tubuh Azalea. "Stop it, Azalea. She is not in there. Sekarang yang harus lo lakukan adalah bertindak waras."

Dalam sekali sentakan, Azalea menolehkan kepalanya pada Adrian. Selama sejenak, Adrian terkesiap. Dia tidak menebak Azalea akan menatapnya dengan pandangan seperti itu. Matanya basah, menyiratkan sorot terluka yang berbaur dengan sebersit perasaan asing. Ada kesan liar yang sempat tertangkap, seakan Azalea hampir kehilangan akal sehat.

"Lo nggak tau apa-apa, Adrian." bisiknya dalam suara parau yang terkesan pilu.

Adrian tidak tahu apa yang dia lakukan, namun pada detik berikutnya, kedua telapak tangannya telah berpindah pada sisi kiri-kanan wajah Azalea. Air mata mulai berjatuhan di pipi gadis itu ketika Adrian membungkuk, membuat matanya sejajar dengan mata Azalea.

"Believe me. She is not in there. Why would she be in there?"

"Because she told me she'll be there." Jari-jari Azalea mulai gemetar. "Dan karena pengamen itu bilang kalau ada orang yang terjebak di dalam. Perempuan. Lebih dari satu. Dia bisa aja adik gue, Adrian. Dia bisa aja adik gue! I have to save her!!"

ROSE QUARTZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang