#07

79.1K 8.6K 1.3K
                                    

"Lo nggak makan?" Adrian bertanya sesaat setelah dia selesai menyebutkan makanan yang akan dia pesan pada pramusaji yang berdiri di sisi meja mereka. Lea mengedikkan bahu, berusaha memasang wajah datar walau perutnya sudah keroncongan. Kepalanya bergerak dalam sebuah gelengan, membuat mata Adrian justru makin menyipit.

"Kenapa?" cowok itu bertanya lagi.

"You paid for the juice earlier. I have no money to pay for any dish, not in this kind of mall. Dan gue bukan cewek yang hobi ditraktir, jadi--"

"Your pride is sometimes kinda annoying."

Jika Adrian berkata seperti itu dua minggu yang lalu, mungkin Lea sudah sibuk mencak-mencak menyemburkan segala macam makian padanya. Tapi tidak. Cara Adrian bicara terkesan seperti seorang teman yang mengejek kebiasaan temannya, sesuatu yang mau tidak mau membuat Lea ikut menarik sebuah senyum tipis.

"Just finish it... quickly."

"Gue bisa keselek."

"Berarti lo lebih memilih liat gue kelaparan daripada keselek?"

"Just order anything, Lea."

Mata Azalea menyipit. "Lo jadi kedengeran kayak om-om yang lagi ngajakin cewek peliharaannya makan."

"Am I?" Salah satu alis Adrian terangkat. "Emang gue mirip om-om darimananya?"

"Nevermind."

"Pesan apa aja. Terserah lo. Kasian nih Mbak-nya nungguin disini." Adrian melirik pada pramusaji yang masih dengan setia berdiri bertemankan buku catatan. Pramusaji itu langsung menarik sebuah senyum tipis yang tidak kentara--meskipun sulit mengatakan kalau pramusaji tersebut merasa kesal. Azalea pikir justru sebaliknya. Pramusaji itu tidak bisa berhenti menatap pada Adrian. Bahkan dari jarak yang tidak lebih dekat ketimbang jarak antara sang pramusaji dengan Adrian, Azalea masih bisa mencium aroma parfum yang menguar dari tubuh cowok itu. Sandalwood... dan citrus. Sementara bau parfum paling akrab baginya hanyalah sisa keringat yang mengendap karena tidak mandi seharian.

"Enggak. Gue mau makan di rumah."

"To make it fair, just think of it as... Apa ya? Honor mungkin."

"Honor?"

"Gue menggambar lo. Lo tau, seniman mana pun akan selalu membayar model yang dia gambar. Maksudnya, jika model itu digambar tanpa consent dari model itu sendiri. Sama aja kayak lo berpose untuk majalah or whatever. In the end, you always get your paycheck."

"Tapi gue bukan model."

"Gue juga bukan redaktur majalah. Gue hanya mahasiswa seni dan desain yang menemukan inspirasi untuk tugas gue melalui lo." Adrian menyahut. "Ah ya, saat gue bilang gue nggak bisa makan sendirian, bukan berarti gue mau lo nemenin gue hanya untuk duduk diam dan menonton gue makan."

Azalea mendengus pelan. "Kita jadi kayak orang pacaran."

"Lo baper sama gue?"

Semburat merah menyebar dengan cepat di wajah Azalea. Gadis itu mencoba melarikan diri dari suasana yang entah bagaimana mulai terasa terlalu intens dengan membolak-balik buku menu sebelum beralih pada pramusaji yang masih setia berada di dekat mereka dan menyebutkan nama makanan yang dia pesan. Adrian mengamatinya, lalu secara tiba-tiba, tawanya pecah. Gelak yang mampu membuat Azalea berhenti bergerak dan kembali memandang padanya.

"Kenapa lo ketawa?"

"Karena lo lucu." mata hazel Adrian menatap Azalea dengan sorot jenaka. "So, it's true? Lo baper sama gue?"

ROSE QUARTZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang