[Dua Puluh Satu]

1.6K 142 3
                                    

Selamat membaca~

Seluruh anggota keluarga (Namakamu) kini sedang menyiapkan makanan untuk dihadangkan kepada para tamu yang akan datang. Tidak terkecuali (Namakamu), ia sedang membantu Bundanya membereskan piring-piring dan menatanya rapi ke atas meja.

Sedangkan Henni, ia sedang menuangkan beberapa makanan ke dalam mangkuk besar dan menaruhnya ke atas meja.

Tak lama kemudian terdengar bel berbunyi. Mereka yakin bahwa itu adalah tamu yang ditunggu-tunggu. (Namakamu) hanya diam merasa kalau itu bukan tugasnya. Jadi, dengan berat hati Ayah (Namakamu) yang sedari tadi diam saja berniat untuk membukakan pintu untuk para tamu.

Setelah pintu terbuka, (Namakamu) mendengar suara grasak-grusuk dari arah pintu utama. Dan setelahnya terdengar seperti suara lelaki tua yang tertawa.

"Hey, mereka sudah datang!" seru Ayah (Namakamu) begitu dia mempersilakan para tamu untuk duduk. Diikuti dengan Bunda dan Ayah (Namakamu), mereka duduk di tempatnya masing-masing. Kemudian setelah itu Henni duduk di depan wanita paruh baya yang sangat (Namakamu) kenal dulu.

Sedangkan (Namakamu) masih terdiam seperti patung berdiri. Ia kaget melihat seorang pria jangkung yang dapat diperkirakan umurnya hanya beda beberapa bulan dengannya. Ia sangat-sangat kenal dengannya.

Pria itu pun menatap (Namakamu) tanpa berkedip. Dia juga masih berdiri, tak lama kemudian ia mendekap (Namakamu) sangat erat. Seolah ia tidak mau (Namakamu) pergi darinya.

(Namakamu) masih bingung, ketika ia merasakan tubuhnya didekap sangat erat oleh seorang pria. Dia enggan membalas dekapannya, (Namakamu) masih merasa kaget.

"Gue kangen lo, Purpy," ucap pria tadi lirih.

(Namakamu) merasakan deru napas hangat miliknya membelai halus permukaan kerudung pashminanya hingga menembus lehernya. (Namakamu) ingat panggilan itu, itu adalah panggilan sayang dari sahabat masa kecilnya, Bludy.

Kedua orang tua (Namakamu), Henni, dan kedua orang tua pria tadi menatap haru pemandangan itu. Kecuali Henni, ia tidak mengerti apa-apa. Lagipula, siapa dia? Dia hanya orang yang menumpang hidup di rumah (Namakamu).

"Sudah-sudah. Lanjutkan nanti, kangen-kangenannya," kata Ayah (Namakamu) pada kedua remaja di depannya diakhiri dengan kekehan.

(Namakamu) melepaskan pelukan pria tadi secara sepihak, lalu tersipu malu. Dan duduk di samping Henni. Sedangkan pria tadi tampak menggaruk tengkuknya yang (Namakamu) yakin tidak gatal sambil tersenyum canggung. Kemudian duduk di samping Ibu pria tadi.

"Lama banget, ya kita gak ngumpul-ngumpul gini?" tanya Bunda (Namakamu) pada kedua sahabatnya sambil menaruh nasi dan lauk pauk ke atas piring masing-masing. "Silakan dimakan."

Seorang wanita paruh baya menjawab, "Iya. Kenapa gak ngasih kabar, sih, kalo ada di Jakarta?" tanyanya sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya.

"Yah ... tau sendiri lah, ya. Udah lama banget kita hilang kontak. Untung aja kemarin aku sama Masnya pergi ke luar kota. Kalo enggak, gak bakal mungkin kita bisa ketemu gini. Ya 'kan Mas?" tanya Bunda (Namakamu) pada suaminya. Suaminya hanya mengangguk, lalu tersenyum menanggapi.

Di saat para orang tua sedang bernostalgia ria, para anak sedang dilanda kekagetan. Mereka masih saling tak percaya, kalau mereka dapat bertemu di sini dalam keadaan yang sehat wal afiat.

Tetapi, beda dengan Henni. Ia bingung dengan kejadian di depannya. Henni jelas bukan siapa-siapa. Tinggal di sini saja baru beberapa minggu.

"Um ... Dy," panggil (Namakamu) pada pria yang ia panggil 'Dy'–Bludy.

Stay With Me [IDR] /SLOW UPDATE\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang