[Delapan]

2.8K 261 6
                                    

Setelah kejadian beberapa saat yang lalu, di mana Iqbaal menjatuhkan dirinya (Namakamu) tidak henti menangis.

"Argh! Kok gue jadi nangis gini, sih? Gue, kan, bukan siapa-siapanya dia," ucap (Namakamu) sambil terus terisak.

(Namakamu) pun meraih boneka kesayangannya dan memeluknya erat—sangat erat—sambil menenggelamkan kepala pada bonekanya. Sesekali tangannya memukul boneka dengan keras.

"Gue nggak seharusnya kayak gini. Gue sadar gue bukan siapa-siapanya, tapi kenapa hati ini terasa sangat sakit pas dia ngecewain gue," jedanya sambil mengusap air mata yang meluncur di pipi tirusnya, "gue sadar mungkin dia ada urusan. Secara dia kan artis. Hahaha." (Namakamu) terus saja mengoceh sambil sesekali tertawa hambar.

* * *

"Ada apa kamu suruh aku ke sini, hm?" tanya seorang lelaki kepada kekasihnya.

"Hm ... aku cuma mau ketemu kamu," jawab perempuan itu. "Aku kangen sama kamu tau. Kamu ke mana aja, sih?"

Lelaki itu mengambil tempat duduk dan mendudukinya sambil menatap mata kekasihnya. "Aku ada," telunjuknya melayang tepat ke jantung sang kekasih, "di hati kamu."

Perempuan itu tersenyum malu, pipinya memerah. "Gombal."

"Aku serius. Tatap mata aku," titahnya sambil menggerakkan bahu kekasihnya menghadap dirinya. "Aku cinta kamu."

Perempuan itu dengan segera melepaskan tangan lelaki itu dari bahunya. "Kamu boong. Waktu itu aku liat kamu bawa cewek lain."

"Aku nggak pernah boong. Lagian dia cuma temen, kok."

"Serius?" Lelaki itu mengangguk, segera saja perempuan itu menghambur ke dalam pelukan kekasihnya. "Aku juga cinta kamu."

* * *

Silaunya mentari di pagi hari ini memaksa (Namakamu) untuk membuka matanya. Dia merenggangkan otot-ototnya yang semalaman terasa kaku.

Dering ponsel membuat (Namakamu) segera mengambil dan men-slide ponselnya. Terdapat notifikasi dari LINE

Stay With Me [IDR] /SLOW UPDATE\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang