[Sebelas]

2.2K 208 7
                                    

Selamat membaca~

"Sorry." lirih (Namakamu), lalu memejamkan matanya, tidur.

ooOOoo

Keesokan harinya...

"Hoammm.." Henni menguap cukup kencang, lalu melihat ke arah depan. Terlihat (Namakamu) sedang menyisir. Sepertinya baru saja mandi, pikirnya, "(Namakamu)?" panggil Henni.

"Ya? Henni? Udah bangun?" tanya (Namakamu) sambil meletakkan sisirnya di meja rias.

Henni mengangguk, "Ehm, (Nam..), kayaknya gue pulang sekarang, deh,"

"Cepet banget, Hen. Nanti ajalah, rada siangan," bujuk (Namakamu). Lalu, menghampiri Henni yang duduk di pinggiran kasur.

"Gak bisa, (Nam..). Gue banyak kerjaan di sana, lo tau sendiri, gue hidup sendiri sekarang," jelas Henni menatap kedua mata (Namakamu).

"Gitu ya? Tapi, menurut gue lo pulangnya rada siangan aja," ucap (Namakamu).

"Gue sekarang kerja, (Nam..), udah beberapa hari gue bolos kerja. Gue gak mau gara-gara itu, gaji gue di potong atau lebih parah di pecat," jelas Henni sambil menunduk.

(Namakamu) terkejut, "Kerja? Semuda ini lo kerja?"

"Ya, mau gimana lagi? Gue gak punya uang buat beli semua kebutuhan gue. Alhasil, gue harus kerja, buat menuhin itu semua,"

"Dan lo gak sekolah?" tanya (Namakamu)

Henni hanya menggeleng. Lalu, satu bulir air mata jatuh dari kedua mata indahnya.

"Yaallah, kenapa lo gak cerita sama gue dari awal sih?"-(Namakamu) menangkup kedua pipi Henni-"Gue kan temen lo, Hen," kata (Namakamu) menghapus air mata Henni, dengan jempolnya.

"Gue, gue gak mau ngerepotin lo. Dan lagi, gue gak punya kontak lo,"

(Namakamu) menghela napas, "Hhhh, gini aja. Lo tinggal di sini bareng gue sama keluarga gue."

"Gue gak mau ngerepotin lo lagi. Udah cukup banyak bantuan lo buat gue. Gue gak tau, harus bales pake apa. Gue gak punya apa-apa," ujar Henni lagi-lagi menunduk.

"Ssttt.. Lo gak boleh ngomong gitu. Udah kewajiban sebagai teman, gue bantu lo. Sekarang lo gak boleh ke mana-mana. Lo tinggal di sini,"

"Tapi (Nam..)~"

"Udah, gak ada tapi-tapian." (Namakamu) menarik lengan Henni. Lalu, membawanya turun ke bawah, untuk menemui kedua orang tuanya.

Di ruang keluarga

"Ayah, Bunda," panggil (Namakamu).

"Ada apa?" tanya Ayah (Namakamu).

"Ada yang mau aku omongin sama Ayah Bunda," jawab (Namakamu) to the point.

Henni dan (Namakamu) duduk di sofa, samping Ayah dan Bunda (Namakamu).

"Jadi gini, Henni itu katanya tinggal sendiri di Bandung-"

"Kok bisa?" tanya Bunda (Namakamu) memotong pembicaraan (Namakamu) sambil melihat ke arah Henni, lalu ke (Namakamu).

"Ihh.. Bunda, dengerin dulu. Henni kan tinggal sendiri di Bandung. Jadi, boleh gak Henni tinggal di sini bareng kita?" tanya (Namakamu).

"Emang kenapa? Kok bisa tinggal sendiri gitu di Bandung?" kali ini yang bertanga Ayah (Namakamu).

"Henni itu di tinggal orang tuanya pisah, Ayah. Jadi, Henni tinggal sendiri gitu. Henni juga kerja buat ngehidupin dia sendiri. Ya kan, Hen?" jelas dan tanya (Namakamu)

Henni mengangguk kemudian menunduk lagi.

"Kamu gak sekolah?" tanya Bunda (Namakamu).

Henni menggeleng, "Henni gak ada uang buat ngelanjutin pendidikan Henni."

"Astagfirullah, kenapa kamu gak bilang sama Tante dan Om dari awal sih, Hen. Terus orangtua kamu ke mana?" tanya Bunda (Namakami) lagi.

"Henni gak tau sekarang mereka ada di mana. Henni di titipin di panti asuhan. Berhubung Henni udah gede, jadi Henni mending keluar dari panti dan cari uang buat menuhin kebutuhan Henni yang banyak. Henni keliling kota Bandung buat cari kerjaan. Banyak yang gak nerima Henni buat kerja. Karena dulu Henni masih kecil, masih kelas 2 SMP waktu itu.

Alhamdulillah, setelah keliling-keliling cari kerjaan. Henni di terima di tempat makan gitu, kaya restoran kecil. Henni jadi tukabg cuci piring di sana. Henni juga tinggal di sebuah kontrakan yang terbilang kecil. Cukuplah, buat Henni tinggal sendiri," jelas Henni panjang lebar.

Orang tua (Namakamu) dan (Namakamu) yang mendengar merasa iba pada Henni.

"Yah, Bund, boleh ya, Henni tinggal di sini bareng kita?" pinta (Namakamu).

"Iya, lebih baik sekarang kamu tinggal di sini bareng kami. Di sini kamu bisa ngelanjutin sekolah kamu yang sempat tertunda," ucap Ayah (Namakamu) sambil tersenyum.

"Bener kata Om, kamu jangan ke Bandung lagi. Kamu di sini bareng kami," ucap Bunda (Namakamu) menambahkan.

"Untuk urusan biaya, Om yang nanggung."

"Beneran, Yah, Bund?" tanya (Namakamu) girang.

Kedua orangtua (Namakamu) mengangguk. Lalu, tersenyum.

"Aduh, Om, Tant. Henni jadi gak enak. Henni gak tau lagi harus balas apa nantinya,"

"Udah, jangan ngomong gitu. Kamu udah Tante dan Om anggap seperti anak sendiri," ucap Bunda (Namakamu) mengelus puncak kepala Henni.

"Wihhh makasih Bunda, Ayah," pekik (Namakamu). Lalu, memeluk kedua orang tuanya.

"Sekali lagi, makasih Om, Tant. Jasa kalian bakal selalu aku kenang." Henni tersenyum.

"Pahlawan kali ah." gurau Bunda (Namakamu).

Semua kecuali Bunda (Namakamu) tertawa penuh kebahagiaan.

"Yaudah kalo gitu, Aku sama Henni ke kamar lagi ya." pamit (Namakamu) pada kedua orang tuanya. Kemudian, keduanya berlalu menaiki tangga.

'Good job, Hen' batin seseorang tersenyum misterius.

Bersambung...

Sorry for typo(s) ya😊

Pendek? Tau kok.
Semoga suka Reader's kuu

Stay With Me [IDR] /SLOW UPDATE\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang