EMPAT

186 19 3
                                    

"Ra ayo kantin!"

Kayra memasukkan kotak pensilnya terburu-buru. "Bentar Lin."

Mejanya sudah bersih sebelum Kayra berjalan sambil menggandeng Alina menuju kantin.

Sekarang adalah waktu istirahat dan kantin sedang dalam kondisi teramainya. Sebenarnya Kayra malas harus berdesakkan di kantin. Tapi perutnya tidak bisa diajak kompromi lagi.

"Bang baksonya dua ya, yang satu gapake bawang."

"Iya neng Kay, di tempat biasa?"

Kayra mengangguk sambil tersenyum antusias. Alina kemudian menyeretnya ke bangku panjang di sudut, tempat dimana mereka berdua biasa duduk.

"Ra, pinjem hape dong, punya gue lowbat."

Kayra mengedipkan matanya. "Buat apaan?"

"Ngabarin Rafa kalo gue di kantin."

Kayra melengos, "Ke kantin aja kudu ngabarin segala?"

Alina terkekeh. "Engga gitu juga sih. Tadi malem si Rafa bilang mau nyamperin ke kelas gitu pas istirahat."

Kayra memutar matanya kemudian memberikan Alina apa yang cewek itu inginkan.

"Non Alin, Non Kayra, ini baksonya."

Abang tukang bakso langganan mereka itu menaruh dua piring di meja. Kayra tersenyum, "Makasih bang!"

"Nih Ra," Alina menyodorkan handphone ke Kayra. Sementara Kayra sibuk mengaduk-aduk baksonya.

"Ih kok dua-duanya pake bawang sih, banyak banget lagi." Kayra mendengus, sementara Alina sibuk menambahkan saos dan sambal ke mangkuknya.

Tepat saat Abang tadi melintas untuk mengantarkan pesanan ke meja seberang. Kayra memanggilnya lagi.

"Bang ini saya punya kok ada bawangnya banyak banget."

Bukannya pemilih atau apa, Kayra memang sangat amat tidak bisa memakan sesuatu yang ada bawangnya. Apalagi bakso.

Dulu waktu kecil, Kayra sangat suka bawang goreng. Bahkan sampai dijadikan camilan. Sampai suatu hari Kayra jadi sakit perut dan harus masuk UGD karena terlalu banyak memakan bawang goreng. Semenjak itu, Kayra menjadi mual setiap makan bawang goreng. Semacam trauma, atau entah lah.

"Eh, bang punya saya kok bakso sama mie doang?"

Kayra menolehkan kepalanya ke meja seberang tadi. Seorang cowok pemilik suara tadi mengangkat tangannya entah untuk apa. OMG! Itu Kean. Si kapten bola yang tidak sengaja ditabraknya di showroom tempo hari. Sementara si Abang menepuk jidatnya.

"Elahdalah, ketuker ini berarti!"

Kean berdiri sambil membawa mangkuk baksonya. "Eh ini harusnya punya lo, itu punya gue," katanya sambil tersenyum geli. "Gue belum apa-apain nih, dan lo kayanya belum apa-apain juga. Tukeran aja gimana?"

Kayra melongo beberapa saat sebelum merespon. "Hah? Eh, iya."

Kean menaruh mangkuk itu di meja, di hadapan Kayra lalu mengambil alih mangkuk yang satunya sambil masih tersenyum.

Finding FondnessWhere stories live. Discover now