Prolog

78.1K 4.1K 87
                                    

"Kenapa kau tidak mati saja?!" teriak Rowena menggema di dalam ruang tamu apartemen sempit yang sudah tiga tahun ini ditempatinya. Suaranya memecah keheningan pekat di dalam ruangan itu, sementara di luar hujan turun semakin derasnya.

Rowena terus melayangkan sabuk kulitnya ke tubuh Helena yang kini meringkuk di atas karpet abu kusam. Tubuh kecilnya sudah tidak mampu digerakkannya walau telinganya masih bisa mendengar dengan baik setiap kalimat menyakitkan yang meluncur dari mulut ibunya.

"Seharusnya aku tidak mendengarkan ucapan orangtuaku dan tetap membunuhmu saat kau masih di dalam kandunganku!" raung Rowena membuat jantung Helena untuk seperkian detik serasa berhenti berdetak.

Gadis kecil itu masih belum tahu alasan mengapa ibu kandungnya begitu membencinya. Mengapa Rowena memperlakukannya dengan kasar padahal Helena selalu berusaha menjadi anak baik dan penurut.

Helena bahkan tidak pernah sekali pun membantah ucapan ibunya, namun sepertinya hal itu masih belum cukup membuat Rowena puas dan menyayanginya.

Rowena kembali melayangkan pukulannya, kali ini tepat mengenai betis kanan Helena, meninggalkan jejak warna merah yang mengerikan di atas kulit putih putrinya.

"Bagaimana bisa aku mencintai anak dari pria yang sudah memperkosaku?" Jerit Rowena mengeluarkan isi hatinya yang selama delapan tahun ini disimpannya rapat di dalam hati. "Keberadaanmu mengingatkanku padanya. Pada ayahmu yang brengsek itu, Helena!" jeritnya lagi begiru frustasi.

Ya. Helena memang selalu mengingatkan Rowena akan pria yang sudah memperkosanya. Pria itu dengan liciknya menjebaknya, lalu memperlakukannya seperti seorang pelacur murahan dengan memberi Rowena selembar cek kosong keesokan paginya. "Isi berapa pun yang kau inginkan," ujar pria itu yang hingga saat ini masih diingat jelas oleh Rowena.

Helena terdiam. Tubuhnya terasa kaku, kepalanya terasa mau meledak. Sekarang akhirnya dia tahu alasan mengapa ibunya begitu membencinya. Kini dia tahu kenapa ibunya acap kali memukulinya; karena ia mengingatkan ibunya pada sosok ayahnya.

Ironis, pikir Helena pahit. Bukankah ia juga tidak pernah mengharapkan untuk dilahirkan sebagai anak hasil perkosaan. Lalu kenapa ibunya melampiaskan kemarahaan serta rasa frustasinya pada Helena? Sungguh hal itu tidak bisa dimengerti oleh Helena kecil.

"Mati! Mati kau Helena!!!" raung Rowena tanpa belas kasih. Alkohol mempengaruhinya dengan kuat saat ini. Dendam terhadap pria yang sudah memperkosanya dilimpahkannya pada Helena yang sesungguhnya sama sekali tidak berdosa. "Mati kau, Helena! Setelah itu aku akan mati menyusulmu!" teriaknya keras, penuh amarah.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Tuan Brown yang terpaksa masuk ke dalam apartemen milik Rowena setelah mendengar jeritan serta suara keras wanita itu dari balik tembok tipis yang menjadi sekat antara satu ruang dengan ruang apartemen milik keluarga lainnya. "Kau akan membunuh putri kandungmu sendiri?" tambahnya seraya menepis tangan Rowena yang masih terus melecutkan sabuk kulitnya ke tubuh putrinya. "Nyonya Rowena?!" bentak pria paruh baya itu keras, berusaha untuk menyadarkan tetangganya itu.

Sungguh, Brown sama sekali tidak menyangka jika tetangga manisnya bisa berbuat sekeji ini pada putri kandungnya sendiri.

Brown segera membawa tubuh Helena yang tergeletak tak berdaya ke dalam gendongannya, membawanya keluar dari dalam apartemen sederhana itu dengan cepat. Pria itu mengabaikan jerit protes Rowena yang meminta putrinya dikembalikan.

"Helena harus mati!" di puncak anak tangga samar Brown masih bisa mendengar suara Rowena. Pria itu tidak peduli, yang harus dicemaskannya saat ini adalah keselamatan Helena dan memisahkan anak di dalam gendongannya ini dari ibunya yang ternyata sakit mental. "Tenang, Nak. Kau akan baik-baik saja," janji Brown pada Helena kecil yang sudah tak berdaya.

Dan malam itu, adalah malam terakhir Helena melihat ibunya, sebelum kemudian secara mengejutkan ia kembali bertemu setelah berpisah selama lima belas tahun lamanya.

.

.

.

TBC

Nitip jejak dulu, mumpung idenya lagi seger2nya. Dan seperti biasa, bakalan slow update. #Nyengir
Bye!

TAMAT - Helena (Walcott series #1)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt