Part 13 : You Got My Attention

1.4K 86 7
                                    

Hari Senin di tanggal kedua bulan Desember. Tidak terasa Natal akan tiba tiga minggu lagi. Itu artinya dua minggu setelah hari ini, aku dan seluruh mahasiswa di Universitas ini akan dipulangkan untuk merayakan Natal bersama keluarga. Aah, tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku rindu Jason, Mom, dan juga Dad. Ingin rasanya mempercepat waktu untuk berputar jika aku bisa. Ya, setiap manusia kan boleh berangan-angan.

Saat ini aku sedang berdiam diri di tempat biasa,  bangunan kampus yang tidak terpakai itu. Bukan sedang menghindari kegaduhan, aku hanya ingin melamun saja di sini. Hari ini kuliahku selesai lebih awal karena dosen mata pelajaran terakhir tidak hadir. Maka itu aku di sini sekarang. By the way, dingin sekali udaranya. Dan dengan bodohnya aku lupa memakai mantelku, tertinggal di kamar. Kini aku hanya memakai kaos lengan pendek dan jeans biru panjang. Bagaimana tidak dingin? Angin yang berhembus rasa dinginnya menusuk. Tapi musim gugur memang selalu seperti ini, bukan? Walaupun begitu, Musim gugur adalah favoritku. Tak tahu mengapa. Kurasa dikarenakan namaku yang memang adalah ‘Autumn’.

“Kau di sini juga.”

Siapa pula lagi. Aku menoleh ke arah suara. Justin?

“Kau membuntutiku, ya?” ucapku. Aku heran dengannya. Setiap aku sedang berada di sini, dia muncul.

“Enak saja. Ini memang tempatku berdiam diri.” jawabnya.

“Tidak. Ini tempatku. Aku selalu ke sini kapan saja saat aku mau. Kau tidak usah mengikutiku.”

“Hey, asal tahu saja. Sebelum pertemuan pertama kita tempo hari di sini, aku memang sudah sering berdiri diam sendiri di sini.”

“Ya, ya, terserah sajalah. Aku tidak peduli.”

Kami berdua terdiam, malas jika harus berdebat dengan orang ini. Lama-kelamaan udaranya semakin dingin saja. Aku hampir menggigil sekarang.

“Dingin sekali, ya?” seru Justin.

“Menurutmu?” Sudah tahu dingin pakai bertanya segala. Kudengar Justin terkekeh.

“Ini pakai.”

Aku memperhatikan jacket yang Justin ulurkan kepadaku, dia baru saja melepas jacket itu dari tubuhnya. Aku menatap remeh Justin. “Tidak perlu.”

“Aku tahu kau kedinginan.”

“Jangan sok tahu. Lagi pula apa pedulimu kalau aku kedinginan.”

“Tentu saja aku peduli. Kau ini bagaimana. Tidak akan ada lelaki yang rela melihat seorang gadis yang sedang kedinginan dan membiarkannya begitu saja. Jika ada lelaki seperti itu, itu adalah lelaki terbodoh di dunia. Atau malah perlu diragukan dia lelaki atau bukan.” ungkap Justin.

Apakah dia sungguh-sungguh mengatakannya? Wow, aku tidak tahu dia punya pemikiran sedewasa itu. Dan yang dikatakannya itu menurutku memang benar. Wanita kan makhluk yang rapuh, jadi harus dilindungi. Tapi haruskah aku menerima tawarannya itu? Tidakkah hal itu membuat harga diriku jatuh?

“Sudah, hilangkan dulu gengsimu kalau kau tak ingin mati beku.”

Perlahan aku raih jacket itu dan akhirnya kukenakan. “Terima kasih.”

“Sama-sama.” sahutnya. “Omong-omong, kau tadi sedang memikirkan apa di sini?”

“Ingin tahu saja.” ujarku.

“Memang ingin tahu. Tapi jika kau tak mau bercerita ya tidak apa.”

Aku terdiam. Tak ada salahnya juga sih bercerita padanya. Aku pun sedang butuh teman bicara. Karena Justin yang kini sedang ada di sampingku, apa boleh buat. Mau tak mau teman bicaraku adalah dia.

Unexpected (Completed)Where stories live. Discover now