Part 1 : Terrible Morning

8K 178 6
                                    

Pagi yang amat melelahkan dan menyebalkan. Harus mandi dan bersiap-siap dalam jangka waktu kurang dari setengah jam dengan tiga orang dalam satu ruangan. Kita tidak akan seperti ini jika tadi malam Perrie tidak lupa memasang alarm pada jam bekernya. Karena kelalaiannya itu kami bertiga jadi serba terburu-buru saat bersiap akan ke kampus. Yah, apalagi Demi yang pertama masuk kamar mandi tadi. Ugh, gadis itu aku rasa betah berlama-lama di dalam ruangan lembab yang sempit itu. Akhirnya jadilah kami begini, hampir terlambat dengan dandanan seadanya. Benar-benar pagi yang buruk.

“Autumn, Demi, Perrie!” aku menoleh ke arah suara yang memanggil kami bertiga dengan suara cemprengnya itu. Siapa lagi kalau bukan Selena?

Kulihat Selena, Eleanor, dan Miley melangkah menghampiriku, Demi, dan Perrie yang sedang berdiri di depan loker kami, sambil melambaikan tangan mereka.

“Hai.” sapaku malas.

“Kalian bertiga kenapa menekuk wajah kalian seperti itu?” Tanya Miley. Seperti biasa dengan penampilannya yang agak urakan, tanpa menutupi kesan 'Cool'nya. Messy, but beauty.

“Jangan tanya. Pagi ini sudah cukup membuatku mual.” jawabku sambil membuka pintu loker untuk mengambil buku-buku mata pelajaran hari ini.

“Ya, kami kesiangan, jadinya buru-buru.” ucap Demi.

“Haha, yasudahlah, yang penting kalian tidak terlambat.” ujar Eleanor.

Aku, Demi, dan Perrie hanya mengangkat kedua bahu kami, acuh tak acuh.

“JUSTIIIIIIIIIIN!!!!!!!! AAAAAAAAAAAAA!” Tiba-tiba suara riuh akan teriakan-teriakan para gadis di sepanjang koridor ini terdengar sangat kencang menganggu telingaku. Lagi, pasti ini ulah dia lagi. Nama lelaki itu Justin Bieber. Pria yang dianggap sangat tampan oleh kebanyakan gadis di kampus ini. Justin sangat amat diidolakan di kampus ini. Entahlah karena apa. Menurutku, dia sama saja dengan murid lelaki lainnya. Dan ia baru saja berjalan melewati kami dengan perawakan dinginnya. Tidak memperdulikan semua ‘fans’nya yang mengelu-elukan namanya. Justin sama sekali tidak memandang bahkan menganggap keberadaan gadis-gadis yang bersorak-sorai jika ia lewat di depan mereka. Bukankah itu sangat memuakkan? Dengan sombongnya dia berlalu tanpa menoleh sedikit pun pada semua pengikutnya yang bodoh itu. Dan hal itu makin membuatku benci dengan kepopularannya! Bisanya hanya menganggu ketenangan hidupku dan merusakkan gendang telingaku saja. Kutengok teman-teman karibku, Selena, Demi, Miley, Eleanor dan juga Perrie, memandang kericuhan itu dengan pandangan yang sama denganku. Dengki.

“Coba kau perhatikan mereka. Hanya menghabiskan suara dan tenaga untuk sesuatu yang tidak penting sama sekali.” kudengar Perrie berbicara.

“Ya, memuakkan sekali. Apa untungnya memuja-muja pria tengil itu?” ejek Selena.

Aku, Demi, Ele-panggilan singkat Eleanor-, dan Miley mengangguk-angguk setuju dengan anggapan mereka.

Aku menutup pintu lokerku dan menguncinya setelah aku sudah masukkan beberapa buku mata pelajaran hari ini ke dalam tasku. Kubalikkan badanku dan hendak beranjak pergi dari sana bersama sahabat-sahabatku juga. Belum lama suara ricuh tadi berkurang, muncul lagi keributan massa yang benar-benar membuat pendengaranku rusak. Ugh! Apalagi sih ini? Oh ya, aku ingat. Bukan hanya pria bernama Justin Drew Bieber itu saja yang bisa membuat kerumunan gadis-gadis sontak berteriak-teriak kesetanan. Tapi ada satu lagi, kali ini sekelompok lelaki beranggotakan lima orang yang menurutku, ya, sama saja seperti si Justin tadi.

 “AAAAAAAAAA!!! Lihat, lihat mereka sudah datang! Zayn, Harry, Liam, Niall, Louis, AAAAAA!!” seruan gadis-gadis kembali terdengar, menggetarkan bagunan kampus.

 Pria-pria angkuh dengan gaya mereka yang di keren-kerenkan itu pasti sudah terlihat memasuki gerbang masuk kampus ini. Lihat saja cara gadis-gadis itu berlari-lari mendekati mereka, meneriak-neriakkan nama-nama mereka, mengagung-agungkan penampilan mereka yang menurutku tak lebih bagus dari penjaga kantin di kampus ini. Aku dan ke-lima sahabatku ini benar-benar tidak suka dengan gaya mereka. Tidak menarik sama sekali. Tapi aku heran dengan Eleanor, dia memang sama seperti kami, membenci kepopularan, tapi, entah mengapa ia bisa memacari salah satu anggota dari para pria penganggu itu. Nama pacarnya adalah Louis Tomlinson. Lalu Liam Payne, dia ini sebenarnya masih ada hubungan darah dengan Selena. Seperti sepupu atau semacamnya. Entahlah, yang aku tahu mereka masih bersaudara. Tapi aku tak yakin Selena menganggap dia saudaranya atau tidak.

Dan itu dia, sekelompok pria penganggu ketenangan yang menyebut diri mereka dengan sebutan “One Direction”, tengah berbelok memasuki koridor kampus dengan gaya berjalan mereka bak seorang model papan atas. Dengan gadis-gadis berwajah memelas berarakan mengerubungi di sisi kanan dan kiri pria-pria itu. Mengikuti langkah demi langkah mereka yang seolah sedang berjalan di Red Carpet. Aku dan sahabat-sahabatku hanya berdiri terdiam di depan pintu loker kami, sambil memandangi sekelompok pria popular itu berjalan melewati kami. Lihat saja laki-laki tinggi berambut keriting bernama Harry Styles itu, melambai-lambaikan tangannya seolah sedang jumpa fans. Layaknya sedang dipotret banyak blitz kamera di acara premiere sebuah film Hollywood. Holly shit, mengapa aku harus menerima kenyataan bahwa dia itu adikku? Ergh! Tidak berguna sama sekali. Terus saja kulontarkan pandangan kebencianku pada lima lelaki ini, sampai akhirnya laki-laki berwajah Arabian-Zayn Malik- itu menoleh ke arahku dan menyunggingkan senyuman yang dikiranya bisa melelehkan perasaanku. Cih, apa-apaan itu tadi? Menggelikan sekali. Dia pikir senyuman bodohnya itu dapat membuatku hanyut? Bahkan melihatnya saja tak sudi. Jika aku tidak punya urat malu, sudah kujejalkan high heels-ku ke wajahnya. Beberapa saat kemudian, kelima pria belagu itu berlalu dan menghilang dari pandangan kami. Baguslah, jadi tak usah lama-lama aku menahan mual. Hah! Pagi yang benar-benar memuakkan! 

*****

"HARRY EDWARD STYLES!!!" teriakku geram melihat kelakuan bocah menyebalkan ini. Lihat saja dia, berkumpul bersama gadis-gadis centil yang mengelilingi dirinya di kantin kampus. Seolah dia adalah seorang raja dengan selir-selirnya.

"Hai, Autumn Light Styles! Ada apa?" dengan tampang tak berdosanya ia menyahuti panggilanku yang sebenarnya bukan sapaan, melainkan bentakan.

"Pergi dari sana atau aku lempar meja ini!" kupegang meja kantin di sebelahku yang kurasa memang berat untuk kuangkat. Kesal sekali aku padanya. Bagaimana tidak? Ketika tadi aku sedang belajar di mata pelajaran favoritku, seorang guru BK memanggilku dengan alasan Harry membolos dari kelasnya, sejak tadi bel masuk. Keterlaluan sekali.

Gadis-gadis centil itu terlihat ketakutan dan langsung pergi beranjak meninggalkan Harry.

"Kau ini apa-apaan, Autumn? Lihat mereka jadi pergi, kan?" protes Harry ketika aku sampai di hadapannya.

"Biar saja mereka pergi. Dari pada kau yang kutendang sampai keluar kampus?!" omelku.

"Bisakah kau tidak bersikap galak?"

"Tidak! Karena kau yang membuatku seperti ini. Kenapa kau bolos pelajaran? Kau tahu aku dipanggil guru BK-mu tadi karena dia malas memanggilmu yang berkelakuan menjijikan seperti tadi. Kau hanya bisa merepotkanku!"

Harry membuang napasnya, terlihat sebal. "Aku malas belajar. Lebih baik aku bermain bersama gadis-gadis tadi. Lebih menyenangkan."

Kau dengar jawabannya barusan? Anak ini benar-benar! "Aku heran denganmu. Tujuanmu di kampus ini kan seharusnya memang untuk belajar, Styles. Perasaan, Jason saja tidak seperti dirimu. Dia baik, dan mau diatur. Salah apa aku punya adik sepertimu." celotehku.

Harry mendecak kesal. "Terus saja banding-bandingkan aku dengannya. Jason itu masih High School, dia belum bisa merasakan nikmatnya kehidupan. Dia masih kecil."

"Setidaknya, dia lebih baik darimu." sanggahku.

"Tidak, tenang saja, aku akan mengajari Jason bagaimana cara menjadi orang sepertiku. Agar dia bisa rasakan nikmatnya hidup seperti kakaknya ini." ucapnya dengan cengiran konyolnya.

"JANGAN GILA MR.STYLES!"

"Kau yang gila Mrs.Styles."

"Jangan memanggilku seperti itu. Aku tidak sudi mempunyai nama belakang sama sepertimu." Bocah ini membuatku semakin geram saja.

"Itu juga nama belakang Ayahmu, bodoh. Kau tidak bisa menolaknya." ucapnya sedikit menertawakanku.

Aku terdiam. Benar juga yang dia katakan. "Sudahlah. Cepat ke ruang BK, atau aku telepon Mom dan Dad sekarang juga!"

Harry mendengus. "Baik, baik, aku akan ke sana sekarang, cerewet!" Harry melangkah pergi dari kantin ini. Ya, semoga saja dia benar-benar pergi ke ruang BK.

-bersambung-

Ini awal ceritanya, gimana? ;) hope you like it, vote+comment please :)

Unexpected (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن