1.5

1.7K 372 85
                                    

"kita mau kemana sih, anjir?"

tanya gue untuk kesekian kalinya. karena tadi michael memakirkan mobilnya di suatu lahan parkir kios, dan sekarang ia menuntun gue jalan di trotoar.

gue bisa melihat sebuah taman yang ada di bawah sebuah jembatan. "itu taman?"

michael menoleh ke arah gue dan menautkan alisnya. "bawel juga, ya."

gua hanya mendengus kesal sembari mengekorinya. sebenarnya, hati gue masih belum begitu tenang setelah kalimatnya waktu di nasi kalong tadi.

apa gue juga suka dengan perubahan apapun yang dia tadi omongin?

"nah, kan, sampe juga."

gue menengadah ke depan dan disambut dengan pemandangan taman yang sedikit terlalu gelap. anehnya, setiap kursi itu cuma berbentuk balok atau kubus kecil yang hanya cukup untuk satu orang.

"ini dimana deh?" tanya gue dan berjalan melewati michael untuk melihat taman ini lebih jelas. "sepi, anjir."

gue melihat michael yang udah duduk di salah satu kubus kecil. "ini namanya taman jomblo."

"lah anjir, penghinaan."

michael tertawa dan gue beranjak untuk duduk di atas balok yang ada dihadapannya. dan karena balok ini lebih tinggi dari kubus, gue jadi lebih tinggi dari dia.

"engga lah, artinya, mereka ngehargain kita para jomblo dengan ngebuka taman ini."

gue memutar bola mata dengan malas. "terus yang taken nggak boleh ke sini?"

"boleh lah, bolot, ini tempat umum," katanya melempar kerikil kecil ke arah gue. "namanya doang jomblo, flora, lo baperan sih."

"tuh kan malah menghina!"

gue melempar beberapa kerikil ke arahnya. namun, yang dilempari hanya tertawa. suara itu berhasil menghangatkan badan gue di suhu malam yang dingin ini.

"dingin nggak?" tanyanya dan dijawab dengan gelengan kepala gue.

michael membungkukan badannya sedikit lalu mengulurkan tanganya. gue hanya menautkan alis sebagai tanda bertanya kenapa.

ia malah menarik tangan gue dan menggenggamnya, membuat gue sedikit bungkuk juga.

lalu, ia mengusap kedua tangannya di tangan gue. emang membuat hangat, sih.

gue memperhatikannya yang terlihat serius berusaha menghangatkan gue, padahal kalo dia pegang pipi gue juga pasti kebakar. engga, nggak selebay itu sih.

"udah liatinnya?"

gue tersontak dan langsung menggeleng cepat. "apaan dah, pede banget."

michael tertawa kecil dan melanjutkan aktivitasnya. "gue udah nggak kedinginan, michael."

dia tetap lanjut lalu setelah beberapa saat ia berhenti. namun, tangannya tetap membaluti tangan gue.

"percaya sama takdir nggak, flor?" tanyanya menatap gue dengan seksama.

"kenapa emangnya?"

dia menunduk. sepertinya menatap tangan kami yang bersatu. "gue rasa, ini takdir kita ada di sini," gue bisa merasakannya mengusap punggung tangan gue pelan.

"gue rasa, ini takdir kita berdua putus setelah ketemu satu sama lain."

duh, michael, what are you doing to me?

gue melepas satu tangan dari genggamannya untuk menyelipkan rambut dia belakang telinga gue. "perubahan yang lo omongin tadi, itu takdir juga?"

dia menatap gue dalam-dalam dengan matanya. sedikit membuat gue merasa terintimidasi namun perasaan itu kalah dengan rasa nyaman di bawah tatapannya. michael mengangguk.

"dan gue yakin, kita juga sebuah takdir."



salah nggak kalo gue mau mengakui gue mulai suka sama michael?

perubahan yang dia maksud, sama kan dengan apa yang gue maksud?

duh, dulu sama ashton rasanya nggak serumit ini.

tapi, gue tau mereka jauh berbeda. dan rasanya, gue suka kerumitan michael.

kring kring

incoming call from michael. . .

gue memicingkan mata sebelum akhirnya mengangkat telepon itu dan mengubah posisi tidur gue di kasur.

"belum tidur?"

"udah."

gue bisa merasakan tawa kecilnya dari sini. "kok bisa ngomong?"

"abis belajar ilmu emas."

"receh, flor."

kali ini, gue yang terkekeh pelan. "maaf, harusnya lo udah biasa sama kerecehanisasian gue."

"well, im going to be around you a lot, so. . .guess i have no choice, eh?"

"pede banget kita bakal sering ketemu." halah. padahal ini pipi gue udah kaya ditempel koyo cabe.

"kita kan satu kost-an, satu kampus, pasti ketemu lah."

oh iya, bolot juga gue.

gue malah cengengesan. "iya juga."

"udah jam setengah dua, kok belum tidur?"

karna lo, anjrit, mike.

"belum ngantuk." namun, setelah ngomong itu, gue malah menguap dan itu membuat michael tertawa puas. "udah, tidur, biasa tidur jam 8 juga."

"engga, anjir, sotil banget si najis."

"ye nge-gas."

gue terkekeh pelan. "kelepasan," gue melihat jam dinding yang menunjukan pukul 01.36.

"gue tidur deh. bye."

"najis jutek."

"lah terus harusnya apa? malem sayang mimpi indah? berak."

lagi-lagi, dia tertawa puas. gue cocok jadi pelawak kali ya.

"malem sayang, mimpi indah,"

"berak." lanjutnya.

taman jomblo iz taman pasupati yyy gais

BACA APRICITY; C.H DI WORKS AK TQ!!!!!

date; m.c [c]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang