Epilog

270 10 2
                                    

Dinding galeri Kaliana sudah penuh dengan lukisan-lukisan aneka bentuk. Dari ukuran kecil sampai besar. Persegi bahkan sampai persegi panjang. Kursi-kursi para pelelang sudah penuh. Kini, sebuah lukisan ukuran 77 x 60 cm siap depertaruhkan di meja lelang.

Seorang wanita muda berambut sebahu tampak sederhana dibalut long dress motif bunga-bunga tanpa lengan dengan balutan selendang pasmina yang melingkar cantik menutupi sekitar leher dan dadanya. Flate shoes warna senada dengan aksen pita kupu-kupu di ujungnya menabah kesan bahwa ia seorang yang tahu akan komposisi perpaduan warna dan objek. Ia berdiri untuk mengucapkan kata pembuka sebelum acara lelang dimulai.

"Terima kasih atas kedatangan para hadirin peserta lelang di acara pameran lukisan saya yang ketiga ini. Sugguh sebuah kebanggan jika karya saya dapat menjadi mediator sebagai pengungkapan estetika jiwa yang sulit di gambarkan. Kali ini lukisan yang akan saya lelangkan ini masih dengan tujuan yang sama. Semua hasil penjualan lukisan saya akan di salurkan demi kelancaran sanggar lukis KuasA kepada beberapa anak kurang beruntung yang memiliki bakat melukis, mereka butuh dukungan lebih," beberapa orang yang mendengarkan tertegun dengan penuturan sang pelukis.

Sebuah selambu hitam kemudian ia tarik hingga menunjukkan sebuah lukisan yang lumayan kosong. Berbeda dengan lukisan-lukisan yang sering ia lelangkan. Seorang peserta lelang mengangkat tangannya. "Diihat dari keadaan lukisannya. Apa itu lukisan lama?" tanyanya dengan teliti.

Sang pelukis lantas tersenyum, "benar. Ini lukisan saya beberapa tahun yang lalu. Lukisan ini saya buat dengan semangat dari mendiang Kakak saya," jawabnya lirih. Ada kenangan masa lalu yang kembali singgah di kepalanya

"Berarti lukisan itu sangat berharga sekali bagi anda? Bukan begitu?" tanya peserta lelang yang lain. "Iya," jawabnya lagi singkat.

"Kenapa?"

Seperti ada yang ingin meledak di dadanya. "Karena.. sejak awal lelang ini adalah acara charity. Jadi saya ingin memberikan apa yang saya anggap berharga demi membantu orang lain. Seperti kata seseorang yang.. ya.. selalu saya ingat, memberi barang yang kita sayangi itu namanya beramal. Kalau memberi barang yang sudah tidak kita inginkan, itu namanya membuang dengan cara terselubung," kesan lucu dari argumennya membuat beberapa tamu tertawa sambil mengangguk-angguk setuju.

"Lantas, apa judul lukisan anda itu?"

Dengan lantang dan tanpa ragu,"PAIN(T)ED HEART."[]    

~ o0o ~

 ~ o0o ~  

A/N:

Thank you yang sudah bersedia membaca kisah ini. Jangan lupa tinggalkan komentar atau vote, ya! Maaf kalau masih banyak kesalahan. Naskah lama yang coba aku post. 

Thanks, 

Sifah xoxo

Pain(t)ed HeartWhere stories live. Discover now