Chapter 14

13K 1K 63
                                    

"Dia kritis, ia kehilangan banyak darahnya, tapi operasi berjalan dengan lancar. Kami telah menutup luka tusuknya. Namun saya minta maaf kami tidak bisa menyelamatkan kandungannya."

Di detik itu juga Ayato merasakan tubuhnya benar-benar beku, Ayato menerawang dengan pandangan kosong.

Akira sudah menangis meraung saat mendengar Yura kehilangan bayinya.

"Tidak mungkin." Gumam Ayato dengan pelan, ia baru saja kehilangan calon anaknya. Dan dia adalah penyebab dari semuanya.

Seminggu sudah Yura menjalani masa kritisnya, seminggu pula dirinya belum sadarkan diri dari masa kritisnya.

Akira selalu menemani Yura sejak Yura dinyatakan keguguran pada sore hari itu, Ayato hanya bisa menjenguk Yura diam-diam dari luar.

Egonya mengalahkan hati nuraninya yang sebenarnya sangat menghawatirkan Yura, seperti malam ini. Ayato berdiri didepan kaca ruangan Yura kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celananya namun matanya menatap lurus kearah Yura yang sedang berbaring kritis.

Akira menyadari sedari tadi ada yang memperhatikan Yura, dengan hati- hati Akira melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan yang ditempati Yura. Ia membuka pintu dengan perlahan lalu menengok kearah samping.

Dirinya terkejut saat melihat Ayato berdiri didepan jendela kaca namun matanya masih menatap lurus kearah Yura berada. Kehadiran Akira pun tak dirasakan sama sekali oleh Ayato.

"Ayato-sama? Apakah kau ingin masuk?" Dengan ragu Akira memanggil Ayato.

Ayato terkejut saat melihat kehadiran Akira yang tiba-tiba, namun ia dapat menutup nya dengan baik. Ia melihat Yura sejenak lalu ia melangkahkan kakinya menjauhi ruangan Yura.

Saat sedang berjalan-jalan didorong rumah sakit tanpa tujuan, Arima berjalan dengan cepat menuju Ayato.
"Ayato-sama, Akio-sama telah sadarkan diri." Ayato melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan ayahnya dan untuk sejenak ia dapat melupakan Yura dalam pemikirannya yang terus mengganggu nya seminggu ini.

Ayato memasuki ruangan yang ditempati Akio, ia menempatkan dirinya disebelah Akio sedang menatapnya.

"Dimana Yura?" Ayato tersentak saat Akio tiba-tiba menanyakan keberadaan Yura.

Ayato hanya diam enggan menjawab matanya enggan menatap Akio yang sekarang ini menatapnya dengan lekat.

"Ayato! Dimana Yura?" Kali ini Akio berucap dengan lirih.

"..." Ayato masih diam enggan menjawab pertanyaan Akio yang serasa menusuk hatinya telak.

"Jawab pertanyaanku, jangan biarkan aku merasa salah lagi kepada anak itu."

Ayato langsung menatap Akio saat ia mendengar Akio merasa bersalah pada Yura, ia merasa bersalah karena apa?

"Kau tahu, anak itu tidak pernah bersalah. Ia selalu menjadi pelampiasan kekesalan orang disekitarnya." Akio menghela nafasnya dengan kasar, Ayato masih mendengar cerita dari Akio tanpa berniat untuk mengganggunya.

"Kau tahu aku bermimpi bertemu dengan ibumu, disana ia menangis memohon padaku untuk tidak berbohong lagi dan mengatakan kebenarannya." Lanjut Akio.

"Apa maksudmu? Kebohongan apa?" Ayato bertanya dengan heran.

"Dulu aku, ibumu dan kedua orang tua Yura berteman baik, pada saat hari itu aku dan ibumu bertengakar dengan hebat. Ia memutuskan untuk kabur dan bersembunyi pada Ayaka dan Shima." Akio menerawang kearah atas dengan nanar.

"Dua bulan telah berlalu, hubungan kami pun tak kunjung membaik. Aku benar-benar merindukan kalian, kau masih kecil dan kau dibawa pergi olehnya. Saat itu aku berada dipusat kota, ibumu tertabrak mobil saat ia mencoba untuk menyelamatkan ku. Saat itu aku melihat Ayaka dan Shima berada disana. Ibumu tidak bisa diselamatkan lagi karena fungsi otaknya telah rusak karena benturan saat ia mencoba untuk menyelamatkan ku."

Don't Leave Me AloneWhere stories live. Discover now