Chapter 6

11.2K 939 20
                                    


"Aku yakin bahwa Yura itu dia orang yang dulu kita cari, tidak mungkin ia mati tanpa meninggalkan tanda, aku tidak peduli Yura adalah dia atau bukan. Kau harus segera mencari data anak itu, ini adalah perintah." Akio memutusakan.

"Mau bagaimana lagi." Ayato menaikkan bahunya.

***

Yura menggeliat resah dalam tidurnya, ia teeus membolak-balik badannya. Keringatnya bercucuran disekitar pelipisnya, air mata nya yang terus bertetesan dari matanya.

"Okaa-sann, to- tou-san jangan tinggalkan Yura, ba- bawa Yura ikut hiks."

"Tidak boleh sayangku, sebentar lagi ada orang yang tepat datang untuk menyelamatkan dan menyayangimu." Ibu Yura membelai kepala Yura dengan sayang.

"Kenapa? Aku tidak mau, aku hanya ingin bersama okaa-san dan tou-san." Lirih Yura sambil memeluk ibunya erat, seakan-akan ibunya akan pergi meninggalkannya lagi.

"Maafkan okaa-san nak, okaa-san tidak bisa merawatmu, memberikan kasih sayang kepadamu, dan melihatmu tumbuh besar. Tapi sebentar lagi kamu akan mendapatkan kasih sayang yang sepadan." Ibu Yura terisak sambil memeluk Yura erat.

Sang kepala keluarga menepuk bahu istrinya pelan dan menginsyararkan sesuatu.

"Yura, waktu kami sudah habis, berbahagialah nak." Ia melepas pelukannya.

"Tidak! Kalian tidak boleh pergi!" Yura menggenggam tangan ibunya erat.

"Kami menyayangimu nak, berbahagialah." Sang kepala keluarga mengelus pelan kepala Yura, lalu menggandeng tangan istrinya pergi.

"Tidak! Bawalah aku bersama kalian." Yura berlari mengejar mereka, tapi jangkauan orang tuanya semakin lama semakin menjauh dan akhirnya tak terlihat.

"Bawa aku bersama kalian hiks."

"Yura, nak kamu kenapa nak." Runa menepuk pipi Yura pelan.

Yura tidur sambil mengigau memanggil orang tuanya, dahinya basah oleh keringat dan matanya terus meneteskan air mata.

"Yura, bangun nak." Runa terus menepuk pipi Yura dengan cemas.

"Ja- jangan tinggalkan Yura." Yura langsung terbangun dari mimpinya, dadanya naik turun karena nafasnya yang memburu.

"Haah syukurlah." Runa memeluk Yura yang sudah sadar.

"Okaa-san, tou-san." Lirih Yura lemah.

"Yura merindukan orang tua Yura? Sudah jangan nangis lagi ya." Runa mengelus kening Yura sambil membisikkan kata kata yang menenangkan.

Dirasa Yura sudah mulai tenang, ia membantu Yura duduk lalu mengambil mangkok yang berisi bubur.

"Ayo buka mulutmu."

Yura menggelengkan kepalanya, lalu mengalihkan pandangannya ketembok sebelahnya.

"Ayolah makan sedikit saja agar nanti Yura bisa minum obat." bujuk Runa.

Yura tetap mengalihkan pandangannya kesebelah, enggan menatap Runa karena ia hanya bisa menyusahkan Runa saja.

"Yura." Panggil Akio diambang pintu kamar Yura yang terbuka.

Akio melangkahkan kakinya menuju kasur yang dipakai Yura, lalu ia mengambil alih mangkok bubur yang Runa pegang.

"Jangan selalu menyusahkan orang, makanlah dengan segera." Akio sedikit menaikkan nada suaranya.

Yura langsung menoleh kearah Akio, Akio menyodorkan sendok yang sudah terisi dengan bubur langsung diterima oleh Yura.

Runa yang melihatnya langsung tersenyum lega. Beberapa menit kemudian bubur yang disiapkan untuk Yura telah habis, sekarang ini Yura sedang tertidur dengan pulas akibat efek obat yang baru saja diminumnya.

Don't Leave Me AloneWhere stories live. Discover now