Epilog

13.6K 983 236
                                    

Selalu Ziella.

Bahkan aku tidak akan heran lagi mendapati penyihir-vampir itu merenungi surya yang terperosok di khatulistiwa sayap barat. Ada kegelapan yang kerap mewarnai kedua iris semerah bara api itu, tetapi kegelapan yang lebih lembut, lebih sentosa. Dulu aku tahu dendamnya amat tersirat jelas dan menajamkan pandangannya seperti pasak yang runcing. Tetapi sesuatu telah mengubahnya. Kegelapan di kedua matanya adalah pertanda kedambaannya akan sesuatu, atau seseorang, yang sangat berarti baginya. Kegelapan yang haus akan terang dan kasih sayang.

Ia selalu menantinya.

Ia tetap Zveon yang kukenal, sosok double gene berambut biru bak langit tengah malam dengan pandangan vampir yang dingin dan misterius. Ia juga menyembunyikan keluh-kesahnya, seperti yang selama ini ia lakukan. Tetapi ada perubahan besar yang menyebabkan ia jauh berbeda dari sosok yang pernah kukenal. Ia tidak nampak sendirian. Ia tidak nampak terasing dan terkutuk. Ia tidak nampak seperti ia memiliki masa lalu sesuram duri-duri Tallon. Ia tidak nampak seperti dirinya semematikan Nygmar. Ia nampak lembut, teduh, dan bijak. Seperti sesuatu telah menyorot bayangannya pergi, menjadikan hidupnya lebih cerah dari permadani Claumere. Aku menyaksikan metamorfosis itu di depan mataku sendiri, dan saat ini memang tidak ada yang lebih memahaminya dari aku—rekan kerja terdekatnya, Penguasa Fantasia Cosmo, Anna Usoda.

Semua karena gadis hellbender itu.

Dari seluruh waktu yang kulalui bersama Sang Pangeran Kegelapan, sepupuku itu, tidak pernah aku melihat kejadian yang begitu berimbas menakjubkan pada dirinya. Aku sendiri masih tak paham apa makna cinta, tetapi suatu hari—atas dasar kejahilan yang mendarah daging di dalam diriku—aku bertanya padanya untuk bermaksud usil. Dan ketika aku menunggu jawabannya, ia hanya tersenyum, dan matanya berkilauan seperti memancarkan pelangi. Jawabannya selalu sama. Ziella.

Hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun berlalu. Dan sorot matanya ketika ia termenung masih memantulkan tafsiran yang sama—rindu yang tak pernah pupus. Ziella adalah sebuah keajaiban baginya, bagiku, serta bagi duniaku—Fantasia Cosmo. Dunia yang penuh dengan spesies dan kaum dengan kekuatan dan bentuk beragam. Dunia yang menyimpan banyak keajaiban, dan para hellbender hanyalah salah satu dari jutaan yang ada. Masih tak terhitung berlimpahnya misteri yang terkubur, tak terusik, namun menunggu untuk ditemukan oleh seseorang, dan aku berharap aku dapat hidup cukup lama untuk dapat menjemput mereka satu per satu.

Kejahatan silam bangsaku, bangsa Zveon, maupun bangsa-bangsa lainnya menyisakan cekungan jurang yang cukup mengiritasi batin kami semua. Kepunahan para malaikat terutama yang membuat kepercayaan satu sama lain sempat musnah di Fantasia Cosmo. Tetapi aku tidak akan melupakan manisnya perjuanganku bersama kawan-kawanku, termasuk Zveon, dalam memecahkan masalah fenomenal ini. Aku menikmati keindahan lekuk geografis Sayap-Sayap Fantasia dari menara Istana Central; kota-kota dengan hiruk-pikuknya, lembah, sawah, gunung-gunung, hutan dan danau, paduan hijau dan kilau. Sebuah dunia yang terlalu indah untuk menjadi kanvas lukisan darah dan api. Bridge of Truce masih menghubungkan kedua benua, menjadi tameng yang meruntuhkan sisa-sisa dendam dengan kerangka betonnya yang kokoh, berlapiskan emas dan perak. Cakrawala bersembulkan awan cirrus lembut menayangkan landskap biru dengan pelangi yang kerap bersemi. Naga dan phoenix menari-nari, para penyihir melesat di atas sapu terbang berekor api bersama para iblis yang mengepakkan sayapnya seperti kelelawar malam, serta para peri hilir-mudik bagai pasukan kupu-kupu.

Duniaku.

Ekspektasiku bahwa Fantasia Cosmo akan mencapai kedamaian sepenuhnya masih merupakan impian yang terlalu tinggi. Berbagai bahaya mengancam di sudut-sudut yang terlarang, mengintai bersama para monster untuk bersiap menerkam kami ketika sedikit saja kerangka kepercayaan kami keropos. Para penjahat bermunculan seperti laron-laron yang mengungsi di musim hujan. Pikiran-pikiran kriminal bersembunyi dengan cekatan, terlalu cepat untuk dapat ditangkap bahkan olehku sekalipun. Aku tidak bisa mengelak fakta bahwa aku terkadang sangat lelah mengatasinya, namun aku berani bersumpah, demi para malaikat yang agung, aku dan para Warrior akan menghadapi mereka semua, apapun yang kami hadapi. Aku sudah menyerahkan seluruh hidupku untuk ini.

Dan sejauh ini, tidak ada satu pun dari para serangga itu yang berhasil menjatuhkan kejayaan Fantasia Cosmo. Kami terlalu kuat bagi siapapun. Kami tak terkalahkan.

Tentunya aku sangat menyayangkan bahwa anggota Fantasy Warrior harus berkurang satu—walau belum lama ini kami mendapat anggota baru, Gerard sang vampir dari Noreville. Fantasy Warrior adalah keanggotaan seumur hidup dan berlaku sampai selama-lamanya, meski kini Ziella telah pergi, ia tetap menjadi bagian dari kami. Aku mengingat waktu ketika aku menyuruhnya mengendarai Phoenix-ku untuk menyelamatkan Zveon, dan ia memang bersikap seperti pendekar sejati, kendati ia tak mampu mengontrol kekuatannya. Ia telah melakukan yang terbaik yang ia bisa, dan aku amat menghargainya. Kelak, jika kami bertemu kembali, aku menduga ia akan menjadi hellbender yang luar biasa kuat. Ia akan menjadi salah satu kekuatan terbesar kami, sehingga aku yakin rintangan dari penjahat semengerikan apapun akan lebur di bawah keindahan Sayap-Sayap Fantasia.

Ia adalah Ziella, gadis peri yang berhasil menaklukkan Sang Pangeran Kegelapan dengan cahayanya.

Itu kekuatan terbesar yang pernah kutahu.

Aku tengah duduk di puncak menara istanaku, menyaksikan sinar mentari siang memantul dari permukaan air teluk dan sungai yang mengelilingi ngarai Claumere, menjadikan dunia ini lebih berkilau dari intan dan mutiara. Sayap-sayap kehitamanku bergerak-gerik tersembur angin hangat. Kuusap rambut merahku yang kini telah memanjang, tersibak gemulai seperti gejolak ombak, bersamaan dengan kibaran gagah bendera Fantasia yang tertancang di pucuk istana.

Mataku menangkap wujud seekor raksasa bersayap yang terbang mendekat, sampai aku menyadari bahwa itu adalah naga biru Zveon bersama sang pengendaranya, yang kemudian terbang statis di hadapanku, menerpaku dengan tiupan angin ribut dari sayap-sayap kokohnya. Aku menyipitkan mata untuk menatap penyihir-vampir yang tengah berpegangan pada rantai kekang naganya dan melemparkan senyum sumringah di paras yang pucat itu. Waktu telah membuat posturnya semakin perkasa di balik jubah biru dan busana imperium gelapnya. Mata merah kelam itu bersinar makin jelas ketika cuatan rambut birunya terembus ke belakang.

"Lompatlah ke nagaku, Anna," ujar double-gene itu, menanggapi cengiranku dengan senyum jenaka.

"Ada apa?" tanyaku keheranan, tetapi aku yakin segala yang dikatakannya selalu berbau darurat. Aku melompat dan bertangkup di belakang punggungnya tanpa menunggu jawabannya.

Ia memacu naganya, dengan gesit naga itu melesat ke angkasa, mengepakkan sayap-sayapnya melalui kepulan awan disertai deru geraman yang menggelegar.

"Portalnya telah terbuka. Aku bisa merasakannya."

Aku tak pernah melihat Zveon begitu bahagia seumur hidupku.

[]

Dark and Light

-- TAMAT --

Nantikan kisah mereka di buku kedua: Shine and Shadow!

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Where stories live. Discover now