Chapter 12 - Fighter

11.8K 886 11
                                    

Aku memandangi beberapa set baju bertarung berwarna hitam yang tertata rapi di dalam lemari pakaianku. Aku meraih sebuah set, membentangkannya di atas kasurku dan memandangi set baju itu, sebuah baju hitam tanpa lengan, sepasang sarung tangan dan celana panjang kulit berwarna hitam yang seukuran denganku. Aku memandanginya takjub. Selama ini aku hanya pernah memakai gaun sebagai pakaianku sehari-hari. Pekerjaanku di desa hanyalah berkebun dan bertani, aku hanyalah seorang gadis dari desa yang sama sekali tidak pernah bertarung. Pangeran Zveon memberikan aku baju-baju ini sebagai bagian dari diriku yang baru; aku yang seorang petarung, bukan seorang gadis desa.

Aku segera mengganti gaun merah yang kukenakan dengan kostum serba hitam itu. Kepangan di rambutku kuubah menjadi kucir kuda yang tinggi. Kuintip lagi lemari pakaianku, dan aku menemukan sepasang sepatu buts berwarna cokelat. Aku menggenakannya. Dan aku siap.

Aku bergegas keluar dari kamar, merasakan langkah-langkah kakiku yang lumayan berat di atas lantai marmer karena aku tidak terbiasa menggunakan sepatu buts. Entah mengapa, aku sudah merasa sangat nyaman menggunakan kostum ini; aku merasa berani. Aku tidak akan meminta bantuan lagi agar orang lain dapat menyelamatkan aku. Kini, aku akan dapat membela diriku sendiri. Aku terus berjalan menuruni tangga dan melalui ruangan-ruangan yang lumayan kukenali setelah berhari-hari melaluinya, lalu akhirnya aku berhenti di sebuah pintu yang amat luas, yang menampakkan halaman belakang istana yang lapang. Pangeran Zveon sudah berada di sana, menungguku. Aku menghampirinya.

Pangeran Zveon yang memandangku berjalan segera mengajakku masuk ke sebuah kastil yang berpintu tinggi di seberang istana. Aku tak tahu ada kastil yang terpisah dari istana di lapangan ini. Aku memandang kastil itu yang berdiri menjulang sangat tinggi di hadapanku.

Aku mengikuti Pangeran Zveon memasuki kastil itu; di dalam, ada beberapa lampu yang berjajar mengelilingi kastil gelap yang tak berjendela itu, di lantainya terdapat karpet khusus bertarung, boneka-boneka sasaran dan berbagai senjata, mirip seperti yang kulihat di Ruangan Bertarung di Balai, sama luasnya, namun lebih gelap. Pangeran berdiri di tengah ruangan, aku pun menghadapnya.

"Sudah siap dengan pelajaran hari ini?" tanya Pangeran Zveon dengan tampang serius, matanya menyorotku tajam. Rambut biru gelapnya terurai rapi sebagai bingkai wajah eloknya yang misterius, kilatan merah matanya seakan melawan cahaya rambutku yang menerpanya. Aku melihat otot-otot lengan dan badannya yang kokoh, nampak di balik bentuk bajunya yang ketat. Aku menelan ludah melihatnya.

"Eh... ya..." jawabku ragu sambil mengalihkan pandangan dari Pangeran Zveon. Aku dapat merasakan denyut nadiku yang berdetak cepat. "Tapi... tolong jangan membuatku KO, oke?" imbuhku lagi.

Pangeran Zveon tersenyum geli. "Akan kuusahakan." Lalu, dengan gerakan yang gesit, Pangeran Zveon memasang posisi kuda-kuda, dengan kaki kiri di depan dan kaki kanannya di belakang, kedua tangannya yang terkepal diangkat tinggi-tinggi ke arahku.

Aku terkejut, mundur selangkah karena takut. Pangeran Zveon berdecak kesal melihat tingkahku, dengan masih mempertahankan posisinya. Aku menatapnya bingung. "Aku tak akan melukaimu, Ziella," kata Pangeran Zveon ketus. "Aku hanya sedang memperagakan posisi yang benar untuk menghadap lawan. Seperti ini. Coba kau peragakan."

Aku menelan ludah, berusaha menenangkan diriku sendiri yang ketakutan. Ayolah Ziella, kau sekarang adalah seorang petarung! Buktikan pada Pangeran bahwa kau bukan orang yang lemah! Aku berusaha menyemangati diriku sendiri dalam hati sambil meniru posisi Pangeran Zveon. Aku berdiri memisahkan kakiku lebar-lebar, berdiri menyamping sambil mengangkat kedua tanganku...

"Bukan, Ziella, bukan begitu. Kepalkan tanganmu, karena jika tidak, tanganmu akan retak saat bertarung."

Aku memperbaiki sikap tanganku.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Where stories live. Discover now