Chapter 17 - Dreams

8.9K 806 19
                                    

Kami berangkat pulang dari Istana Central saat hari sudah mendekati tengah malam. Malam itu memang malam yang menyenangkan, aku merasa beruntung dapat berdansa dengan Pangeran Zveon—walaupun hanya dalam bentuk latihan—lalu aku berdansa dengan Baginda Ratu, Kyle, dan lainnya. Aku tak dapat melupakan pengalaman indah itu. Suara musik klasik waltz dan koor biola masih terngiang dalam telingaku, aku pun tak sengaja menggumamkan lagu itu dalam benakku. Kami menaiki kereta kencana yang berwarna hitam itu, sementara para bangsawan menyoraki Pangeran Zveon dan Putri Stella selagi kami menaiki kursi kereta kencana.

"Pangeran Zveon! Kami mendukungmu!

"Aku mencintaimu Pangeraaan!"

"Putri Stella, kau sangat menawan!"

"Hidup kedua Putri dan Pangeran Kegelapan!"

Teriak para bangsawan itu saat para prajurit kegelapan menghadang mereka. Aku memandangi para bangsawan yang berasal dari gabungan makhluk East dan West itu yang bersorak-sorak kagum. Putri Stella membalas mereka semua dengan melambaikan tangannya di balik tirai jendela kereta. Pangeran Zveon hanya menatap mereka sambil tersenyum simpul. Melihat sorakan mereka seperti itu, hatiku jadi merasa sangat bahagia dapat berkumpul bersama Pangeran dan Putri di dalam kereta kencana ini. Keberuntungan macam apa yang dapat membuatku tinggal dengan Pangeran dan Putri kegelapan, sehingga dapat berteman dengan mereka? Keberuntungan yang sangat besar.

Sang kusir menggerakkan tali kekangnya, kuda-kuda pun meringkik dan menghentak-hentakkan kakinya hingga kereta ini berjalan menjauhi Istana Central, menuju Istana Kegelapan. Suara derap langkah kuda-kuda yang berkelotak mewarnai suasana kami yang saling terdiam di dalam kereta.

***

"Kyle, Ziella. Sedang apa kalian di sini?"

Tiba-tiba aku dan Kyle terkejut dengan suara itu, kami menoleh dan mendapati Pangeran Zveon membuka pintu balkon dan menatap kami berdua dengan tatapan syok.

"Zveon," ujar Kyle mendekatinya sambil berusaha menjelaskan. "Tak apa-apa. Kami hanya mengobrol sebentar."

"Mengobrol?" tanya Pangeran Zveon, anehnya dengan tatapan sinis. Pangeran Zveon melangkah masuk sambil melipat tangannya. "Kyle, biarkan dia berada di Ruang Pesta. Kau tak bisa mengajaknya denganmu di sini."

"Pangeran Zveon..." Aku pun melangkah maju sambil menautkan kedua alisku. "Tak apa-apa ... aku yang memutuskan untuk pergi dengan Kyle di sini."

"Tidak, Ziella," sanggah Kyle sambil menoleh padaku, sementara aku terkejut. Kyle pun menghadap lagi pada Pangeran Zveon dengan rasa menyesal. Ia membungkuk sedikit padanya sambil berkata, "Maafkan aku, Paduka. Tak seharusnya aku bersikap demikian."

Aku menatap Kyle dengan kaget, tak pernah aku melihatnya begitu tunduk pada Pangeran Zveon, tapi kurasa memang seperti itulah harusnya kami semua bersikap padanya. Bukankah ia pemimpin seluruh West Wing? Pangeran Kegelapan itu hanya mengangguk perlahan. "Kyle. Apa yang baru saja kau bicarakan dengannya?" kata Pangeran saat Kyle bangkit menegakkan punggungnya.

Kyle terperanjat, tak tahu bagaimana dapat menjawab pertanyaan itu, sementara aku pun hanya terdiam membisu.

"Uh ... kami ... kami membicarakan tentang..." ucap Kyle terbata. Aku mengerti perasaannya, pasti susah rasanya untuk berbohong kepada seorang Pangeran Kegelapan, mengingat Pangeran Zveon adalah sosok yang tak bisa dibohongi.

Tetapi Pangeran Zveon tak berusaha mendengarkan, pandangannya mengarah padaku yang menatap Kyle dengan cemas. Aku pun beralih pada matanya dengan perasaan gugup. Wajah Pangeran Zveon terlihat sedikit kesal, matanya merah menyala, dan kedua alisnya berkerut. Tetapi kekesalan itu menguap begitu kami bertatapan lama.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Where stories live. Discover now