Chapter 13 - The Vampire

9.8K 884 23
                                    

Malam itu, Pangeran terus menggendongku sambil mengernyitkan alisnya, dan meringis, menahan sakit dari sesuatu. Aku semakin khawatir melihatnya. "Pangeran, kau kenapa?" tanyaku untuk yang kesekian kalinya, tapi Pangeran malah mempercepat langkahnya sambil terus menggendongku. Para pelayan mengerumuni kami, menanyai kami dengan jutaan pertanyaan dengan panik. Namun Pangeran tak berkata apapun untuk membalas mereka, membiarkan mereka terus mengerumuni kami sementara Pangeran membawaku memasuki kamar dan meletakkanku di atas kasur perlahan.

Aku terbaring di atas kasur, memandang Pangeran Zveon yang menyorotku dengan mata menyipit, menunjukkan sedikit celah warna merah matanya.

Warna mata itu merah menyala. Terang benderang, nyaris membutakan mataku.

Pangeran tersenyum dengan terpaksa kepadaku. Lalu ia bergegas pergi, membiarkan para pelayan mengambil alih untuk merawatku. Aku tak menghiraukan para pelayan yang menanyaiku macam-macam seperti "Apakah anda baik-baik saja?" dan "Bagian mana yang sakit?", aku sibuk memandang Pangeran Zveon yang berjalan tertatih melewati pintu kamarku saat para prajurit mendatanginya.

Para prajurit itu membantu Pangeran Zveon dengan panik. Mereka berteriak, "My Lord! Anda baik-baik saja?" dan aku dapat melihat bayangan Pangeran Zveon yang mulai meringkuk kesakitan sambil memegangi kepalanya, sementara ia membiarkan para prajurit menuntunnya.

"Pangeran!" teriakku saat Pangeran Zveon meninggalkan kamarku hingga aku tak dapat melihat bayangannya lagi.

"Nona muda, tenanglah. Pangeran baik-baik saja sekarang," ujar para pelayan yang mengelilingiku. Mereka semua adalah para penyihir yang kurasa bertugas untuk mengobati, karena mereka menyalurkan energi hangat di seluruh badanku yang pedih. Mereka merapalkan mantra-mantra panjang, tiba-tiba seluruh badanku diselimuti kabut berwarna ungu yang bergejolak seperti asap, membuatku semakin nyaman. Aku tak lagi merasakan sakit di persendian serta tulang-tulangku.

Tapi aku tak memedulikan mereka. Kepalaku terasa sesak dengan ingatan tentang Pangeran Zveon yang merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. "Apa yang terjadi pada Pangeran Zveon?!" teriakku lagi pada mereka semua. Mataku membelalak, dan aku memaksakan diri untuk kabur dari kasurku, tetapi para pelayan menahan tingkahku.

Aku menatap mereka gusar, sepertinya para penyihir pelayan itu tidak heran tentang rasa sakit Pangeran Zveon.

"Nona muda, percayalah. Pangeran Zveon baik-baik saja."

"Dia tidak baik-baik saja!" teriakku lagi dengan marah.

Apa yang terjadi padanya? Aku terus menerus memikirkan mengapa Pangeran Zveon terlihat kesakitan seperti itu. Dia tidak terluka karena pertempuran dengan monster tadi, lalu apa yang salah?

Yang jelas, rasa sakitnya itu bukan hanya sakit kepala biasa.

Aku terus-menerus berusaha bangkit dari kasur, namun seorang pelayan malah merapal mantra ke arahku, sehingga aku merasakan kantuk yang luar biasa dengan sekejap.

Kesadaranku melebur. Aku memandang nuansa ungu yang menguar dari tubuhku. Memandang para pelayan yang berpakaian hitam. Memandang kegelapan kamarku, serta memandang bias sinar terang bulan purnama di jendelaku. Warna-warna itu seakan bercampur aduk dalam penglihatanku, namun kemudian warna putih memukau bulan mendominasi segalanya.

Bulan purnama ... aku tak pernah melihat bulan seterang itu.

***

Keesokan harinya aku terbangun dalam kegelapan.

Jendela kamarku ditutup rapat-rapat, aku nyaris meragukan apakah ini sudah pagi atau belum. Suasana kamarku remang-remang dengan cahaya yang tak keluar dari manapun, kecuali dari rambutku, membuat sekelilingku berwarna oranye samar. Aku dapat menangkap sedikit pancaran sinar matahari yang menguar dari celah-celah jendela, namun tetap saja sinar kecil itu tak membawa dampak besar untuk menerangi seluruh penjuru ruangan.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon