27th trouble

Depuis le début
                                    

        Salah satu tangannya mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Lagi-lagi Arai. Kenapa orang itu harus muncul di kehidupan gue, sih?

        Recza, yang tengah mengenakan jersey berwarna hitam dengan salur putih, memejamkan matanya kembali. Entah kenapa, semenjak acara ulangtahun bundanya kemarin, emosinya tidak stabil. Ingatan tentang Ayah, bundanya, kakaknya, hingga Adiska terus bermunculan di kepala.

        "Kamu gak apa-apa, Rai?"

        "Kenapa, sih, kamu gak pernah percaya sama Arai?"

        "Ngapain kamu mukulin Arai tadi? Kamu bikin malu Ayah, Za."

        "Arai itu jagoan, Za. Dia itu gak kayak cowok-cowok lain yang pernah Kakak temuin."

         Semua orang memuji Arai. Semuanya beralih memandang Arai. Mungkin benar apa yang pernah Recza pikirkan sebelumnya, bahwa seberusaha keras apapun dirinya untuk menjadi lebih baik, ia tidak akan pernah bisa menandingi Singa Bakti Nusa itu.

         Seberapa inginnya Recza merasa dilirik oleh orang-orang yang disayanginya, semuanya akan beralih-pandang ke arah Arai. Apalagi setelah tahu, Bunda yang disayangi olehnya, malah menghampiri cowok yang jelas bukan anak kandungnya. Dan bagi Recza, pemandangan yang kemarin itu berhasil membuat dirinya terbanting hingga sesak di dadanya terasa begitu jelas.

          Recza bangkit dari kursi panjang di dekat pohon besar sekolahnya itu. Suasana pagi ini, justru mengingatkannya untuk kembali bangkit dan tidak memikirkan masalahnya lagi.

          Dengan setelan jerseynya yang berwarna hitam dengan salur putih vertikal di kedua lengan, membuat penampilan Recza kali ini terlihat agak berbeda.

          Beberapa cewek-cewek yang berlalu-lalang hendak menonton pertandingan, sempat beberapa kali kepergok mencuri pandang ke arah cowok itu. Recza yang emosinya masih belum hilang, hanya membalas cewek-cewek itu dengan jengkel.

          PUK!

          Sekotak susu coklat yang dingin hinggap di pipi kiri Recza, membuat cowok itu tersentak.

         "Anjir, gue kira apaan dingin banget!" teriaknya. Salah satu tangannya, ia tempelkan di pipinya yang terasa dingin itu. "Taunya ... lo, Dis."

         Cewek yang mengenakan sweater biru dongker itu tertawa melihat tingkah cowok yang berdiri di sebelahnya. Tawanya, membuat Recza terdiam sambil terus memandangi wajah Adiska yang manis.

         "Lo kelihatan tegang banget tadi. Makanya gue kasih ini, Za," kata Adiska seraya menyodorkan susu coklat kemasan kotak. "Kata orang, susu coklat bisa bikin lo rileks. Awalnya gue mau kasih lo kopi susu kemasan botol. Tapi gak jadi. Karena kafein bikin lo malah makin deg-degan."

          Recza mengulas senyumannya. Ia tidak menyangka kalau tumben-tumbennya Adiska bisa seperhatian itu. Akan tetapi, buru-buru ia buang pikiran itu jauh-jauh. Adiska suka Arai. Perhatian Adiska terhadap dirinya tidak lebih dari yang namanya seorang teman.

          "Makasih banyak ya, Dis," ucap Recza sambil merangkul bahu Adiska.

          Adiska yang awalnya berdiri biasa saja, kali ini tidak tahu harus berbicara apa saat Recza tiba-tiba merangkulnya seperti itu. Gadis itu tahu, seorang Recza tidak pernah melakukan kontak fisik sejauh itu pada seorang cewek.

          "Recza!"

Yang dipanggil segera menoleh ke sumber suara. Rupanya itu Farhan, salah satu anggota Futsal Bakti Nusa yang akan bertanding hari ini.

CounterpartOù les histoires vivent. Découvrez maintenant