27th trouble

11.3K 1.1K 127
                                    

D  U  A     P  U  L  U  H    T  U  J  U  H


          Sebuah garis lengkung menghiasi wajahnya yang bulat. Beberapa helai rambutnya yang menjuntai hingga seleher, ia arahkan ke belakang telinga. Kedua matanya begitu berbinar saat ia kembali ke sebuah memori dimana ia bersama cowok itu.

          Setelah ia tersadar dari bayangan yang memenuhi kepalanya, gadis itu menolehkan kepalanya ke arah cowok yang tengah duduk di sebelahnya.

        "Kakak udah gak tau lagi harus gimana, Za," ujar Rafiqa seraya membasahi bibirnya yang kering. "Kakak ngerasa kasihan tiap ngeliat Arai dimarahin sama Papa. Arai nakal begitu karena dia sebenernya, dia cuma butuh perhatian Papa. Kadang, Kakak ngerasa dia masih belum nerima Kakak dan Bunda di rumah itu."

         Recza mengatup rahangnya rapat-rapat. Ia begitu kesal mendengar kata "bunda" tiba-tiba terlontar dari mulut kakak perempuannya itu.

         Akibat keputusan bundanyalah, keluarga Recza tidak seharmonis dulu. Akibat keputusan bundanya, ia harus berpisah dengan kakaknya dan terpaksa tinggal bersama ayahnya yang jarang ada di rumah.

        Meskipun begitu, Recza tidak pernah ada niat untuk melakukan hal negatif demi mendapatkan perhatian itu--tidak seperti Arai--atau itu yang ia pikir. Arai memang lebih tua setahun darinya, tapi itu tidak membuat dirinya terlihat lebih dewasa.

         Bagi Recza, Arai justru kekanak-kanakan. Dia bodoh, karena justru dengan bersikap nakal seperti itu, orangtua mana yang akan menganggap itu baik-baik? Yang ada justru membuat para orangtua semakin berpikir, anaknya ini sudah keterlaluan dan tidak bisa diandalkan.

         Recza mengepalkan tangannya begitu erat. Kakaknya ini terlalu perhatian dan baik terhadap cowok pembuat ulah itu.

        "Kenapa sih, selalu bersikap baik sama Arai? Arai gak akan pernah ngehargain apa yang udah Kakak kasih, meskipun cuma buat nolongin dia!" Recza bangkit dan mulai gerah dengan suasana saat itu.

         Recza tahu, Arai bukanlah orang yang bisa diajak buat kompromi. Karena dia selalu menggunakan cara kekerasan, entah apa motifnya. Dan itu yang membuat Recza semakin tidak menyukai cowok itu.

         Arai begitu buta dengan lingkungannya. Tidakkah dia berpikir, begitu banyak orang yang memperhatikannya selama ini? Tidakkah dia sadar, bahwa dirinya yang telah mengambil anggota keluarganya dan perhatian kakaknya?

        "Karena Kakak tahu, dia kayak gitu pasti ada alasannya, Za," jawab Rafiqa, masih dengan nada tenangnya. "Semua orang itu punya sisi baik dan buruk. Seorang Arai yang terkenal tukang berantem, pasti punya sisi baiknya juga. Arai gak kayak yang kamu kira. Coba kamu pikir dari sudut pandang yang berbeda, Za. Jangan cuma dari persepsi kamu aja."

         Recza menatap kakaknya dalam diam. Kepalanya agak tertunduk. Bibir bawahnya ia gigit perlahan ketika ia mendengar pembelaan kakaknya terhadap laki-laki bernama Arai itu.

        Semuanya sudah berubah semenjak perpisahan keluarganya. Di saat itulah, berbagai macam perbedaan yang dirasakan Recza mulai bermunculan.

         Apalagi ketika kakaknya, Rafiqa, mengatakan hal itu kepadanya.

       "Arai itu jagoan, Za. Dia itu gak kayak cowok-cowok lain yang pernah Kakak temuin. Kakak kenal dia, dan dia itu baik. Gak kayak yang orang-orang, atau yang kamu kira."

-:-o-0-o-:-

        Recza membuka matanya dengan cepat, segera berkonsentrasi untuk menyadarkan dirinya dari ingatan-ingatan itu.

CounterpartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang