“Iya, Lily gak mau ikut dan Lily gak peduli siapa namamu,” balas Lily semakin ketus.

“Oke. Ayo, sebelum kita terlambat!” tanpa persetujuan dan dengan banyaknya unsur paksaan, Jasmine menarik tangan Lily dan memasukannya kedalam mobilnya. Lily nampak shock dengan hal tersebut hingga tak sempat berontak.

Dan bertepatan saat Lily akan keluar dari mobil kuning nyentrik itu, dengan kencangnya Jasmine menancap gas diiringi tawa yang jahat.

Disisi lain, Miranda memperhatikan kejadian itu dengan wajah melongo tak mengerti bercampur takjub.

***

Jasmine mengurut tengkuk Lily yang tengah muntah-muntah di wastafel. Ada rasa bersalah tetapi juga senang, karna berkat Lily yang sakit, mereka berdua dapat lolos dari guru piket karna terlambat 15 menit.

“Lo gak apa-apa? Padahal itu gue bawanya pelan loh,” ucap Jasmine membuat Lily berdiri dan menatapnya geram.

“Pelan apanya?! Kamu nyaris membunuh Lily tadi!” seru Lily dengan kepala yang terasa semakin pening. “Argh! Sial sekali Lily bertemu dengan orang aneh sepertimu.”

“Oh iya, lo kelas mana? Gue baru ngeliat lo sekarang. Lo gak ikut MOS, ya?” tanya Jasmine membuat kepala Lily terasa mau meledak.

“DIAM! APA ITU URUSANMU, HAH?!” jerit Lily sebelum akhirnya semua yang ia lihat hanyalah hitam.

***

Perlahan namun pasti, Lily membuka matanya dan dapat ia lihat ruangan serba putih menyambutnya. Lily meringis dan mencoba untuk bangun, tetapi seseorang menahan pergerakannya.

“Lo sudah baikan? Apa ada yang sakit? Atau mau minum teh hangat dulu?” tanya seorang siswa beruntut, membuat Lily mengerutkan keningnya tak suka.

“Kamu siapa sih? Berisik banget,” balas Lily sarat akan ketidaksukaan.

“Gue petugas yang menjaga UKS hari ini, nama gue Sauzan.” Siswa bernama Sauzan itu tersenyum simpul. “Jelas aja sih gue berisik. Ada adek kelas tidak diketahui pingsan selama dua jam itu cukup mengkhawatirkan.”

“Dua jam?!” Lily menatap Sauzan tak yakin, namun ia tidak melihat ada kebohongan dibalik mata kelam siswa dengan lambang berwarna merah di baju seragamnya. Lambang khusus untuk kelas 11.

“Ya, cukup merepotkan, ‘kan?” Sauzan melirik nama di seragam yang dikenakan Lily. “Jadi, nama lo Lily, ya? Lily, kenapa gue baru lihat lo sekarang? Gue gak ingat muka lo pernah muncul waktu MOS.”

“Lily punya banyak hal penting yang bisa dikerjakan daripada sekedar ikut MOS gak jelas yang isinya kakak kelas gila hormat semua,” balas Lily tanpa rasa takut sedikitpun.

“Nyali lo gede juga buat ukuran anak kelas 10. Wow.” Sauzan tersenyum sinis, hilang sudah imej kakak kelas baik dan perhatiannya. “Gue paling gak suka sama adek kelas belagu kayak lo gini.”

“Siapa juga yang suka sama kakak kelas muka dua kayak kamu, hah?” Lily berucap tak kalah sinis dari senyuman Sauzan. “Lebih baik Lily keliling kota dengan siswi gila bernama Jasmine daripada suka sama kakak kelas bodoh kayak kamu.”

Lily mengibaskan rambutnya dengan songong sebelum beranjak dari kasur ruang UKS. Dengan kaki dihentakkan, Lily melalui Sauzan begitu saja dan meninggalkan UKS tersebut.

“Jadi dia temennya si Jasmine itu,” gumam Sauzan dengan segenap rasa tak suka dihatinya diperlakukan sekian rupa. “Gak tau diri banget. Awas aja tuh anak, ya.”

***

“Kita sekelas?” Lily menyenderkan tubuhnya pada dinding di belakangnya. Semua rasa lelahnya pada hari ini lengkap sudah dengan berita yang diberikan oleh Jasmine. Ya, mereka berdua adalah teman sekelas.

PainHealerWhere stories live. Discover now