Part 8-Birthday

359K 18.4K 576
                                    

"Apa kau sudah tidak waras, Re?! Untuk apa kau membawa anak dari Arnata Wijaya ke rumah ini tanpa sepengetahuan mereka?" Ryan Pramoedya berteriak marah kepada anaknya tidak lama setelah memasuki ruangan. Ruang kerja di rumahnya memang dirancang kedap suara sehingga apa yang dibicarakan tidak akan terdengar keluar.

"Tidak usah berteriak, Pa. Aku bisa memberikan penjelasan padamu mengenai hal ini." Rayhan menceritakan tentang kekerasan fisik yang terjadi pada Tania dan bagaimana Tania meminta bantuannya.

"Seharusnya kau membawanya ke kantor polisi! Bukan ke rumahku!" cecar ayahnya lagi. "Lagipula atas dasar apa kau bisa membawanya kemari, Re? Kau bukan keluarganya, bukan suaminya, bukan siapapun! Kau hanya akan mendatangkan masalah dengan membawanya kemari."

"Aku sudah akan mengantarnya ke kantor polisi, Pa, tapi ia menolak."

"Jadi kenapa kau malah membawanya kemari!!" ayahnya memukul meja penuh kemarahan. "Kau bisa saja membiarkannya. Tidak usah mempedulikannya. Itu bukan urusanmu, bukan?"

Rayhan hanya terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku ingin tahu ada hubungan apa dirimu dengannya?" ayahnya menghela nafas lalu berjalan mengambil minuman untuk dirinya sendiri.

Rayhan bersidekap menyandarkan tubuhnya di sebuah meja kabinet. Ia sangat enggan untuk menjawab pertanyaan ayahnya yang satu ini.

"Kami pernah bersama-sama...dulu." akhirnya ia menjawab.

"Sekarang kau masih memiliki rasa terhadapnya?" ayahnya kembali bertanya.

Rayhan berdecak kesal. "Haruskah aku menjawab yang satu ini, Pa?"

"Lamar dia jika kau masih menyukainya."

"Apa!?" Rayhan terkejut mendengar ucapan ayahnya. "Maksud Papa menikahinya?!"

"Ya!"

"Pa...ini..." ia kehabisan kata-kata untuk memberitahukan ayahnya betapa konyol ide tersebut. Ia tidak memiliki keinginan kuat untuk menikah dengan Tania, meski ia memang akan menikah suatu saat nanti entah dengan Tania atau yang lain.

Tapi tidak sekarang.

"Atau usir dia dari rumah ini! Hanya itu yang bisa Papa berikan solusi untukmu." ayahnya menjawab dengan ketegasan yang Rayhan tahu-- tidak bisa diganggu gugat. "Dan jangan membawanya ke apartemenmu, Re! Papa tidak mau suatu saat terjadi permasalahan yang melibatkan nama keluarga kita. Ingat, kau menyandang nama belakangku." tambahnya sambil keluar ruangan tersebut meninggalkan Rayhan seorang diri.

Rayhan menghela nafas memikirkan ucapan ayahnya dan menyisiri rambutnya dengan frustasi.

_______________

"Ulang tahunmu tinggal beberapa hari lagi, Angel. Apa yang kauinginkan untuk hadiah ulang tahunmu?"

Angela menghentikan makannya mendengar pertanyaan ayahnya. Saat mereka berempat—bersama Tania juga—sedang makan malam, ayahnya tiba-tiba mengungkit hal itu.

"Biasanya Papa selalu memberikan kejutan untukku." Angela tersenyum sambil menjalin jemarinya. "Kenapa kali ini kau bertanya, Papa?"

Angela memang tidak pernah meminta perayaan untuk ulang tahunnya. Tapi entah kenapa setiap tahun ayahnya selalu mengadakan perayaan untuknya meski sederhana. Kadang di rumah, di restoran, pernah juga di sebuah panti asuhan. Dan selalu mengundang teman-teman sekolahnya.

"Karena ini hari ulang tahunmu yang ke tujuh belas, bukan?" Ryan balas tersenyum pada putrinya.

Rayhan hampir tersedak mendengarnya. Ternyata Angela masih berusia enam belas tahun. Ia seharusnya bisa menduganya dari sekolah Angela, tapi ia malas berhitung.

(END) RAYHAN AND ANGELA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang