Chapter 15

241 17 0
                                    


#Auhtor POV

Sepanjang perjalanan Amel tidak bisa tidur, ingin sekali ia tidur. Tapi jika tidur tidak ada yang menjaga barang. Nggak lama Iyan terbangun dan menyadari tingkah Amel yang mengantuk menyender pada jendela kereta.

“mel tidur di bahu gua aja” kata Iyan sambil menepuk bahu Amel.

“gak makasih” Amel menepis tangan Iyan dan mencoba tidur kembali.

“seriusan nih? Nggak nyesel” sambil mencoba menatap Amel.

“hmm” jawab males Amel sambil menjauhkan kepalanya dari kepala Iyan yang mungkin hanya ada jarak 1 jengkal.

'Semalam dia mimpikan? Gak beneran? Arrghh' batin Amel.

***

“kapan kita sampe?” tanya Amel

“bentar lagi, beresin dulu tuh rambut” sambil menunjuk rambut Amel yang kusut.

“nanti abis itu naik apa?” jawab Amel sambil merapihkan rambutnya.

“kita naik angkot” jawab singkat Iyan.

“hmm.. kalo naik angkot pasti rame”

“yaudah lu telpon bokap lu biar gua naik angkot” Iyan kesal.

“tapi..”

“apa?” tanya Iyan menatap Amel.
“naik angkot aja deh” jawab Amel sambil tersenyum memperlihatkan gigi nya yang tersusu rapi. Iyan terdiam mengela hafas panjang. Dan mengangguk seakan setuju dengan pilihan Amel. Amel kembali melihat pemandangan luar dari dalam kereta.

‘Aku pernah mencintai, tapi aku disakiti. Aku pernah hampir memiliki, tapi aku kehilangan. Aku pernah tulus, tapi aku dibohongi. Aku pernah berharap, tapi harapan itu sia-sia’ batin Amel.

‘Iyan, seorang sahabat yang luarnya kasar tapi memiliki hati yang lembut, peduli terhadap kehidupanku, banyak moment yang nggak bisa dilupakan gitu aja, jika aku berharap padanya? Apa harapan ku akan sia-sia lagi?’ batin Amel lagi.

Tanpa sadar Amel sedari tadi bengong dan Iyan kebingungan. Kemudian menepuk pundak Amel.

“mel? Kita udah sampe”

“ah? Iya ayo”

#Iyan POV

Semua orang keluar dan masuk ke dan dari kereta dengan egois. Keadaan ini membuat suasana menjadi panas. Desakan dari tiap sudut membuat tubuh sulit seimbang. Aku berada di belakang Amel memperhatikan langkah dia. Saat didepan Amel ada seorang bapak bapak membawa koper besar dan aku yakin akan mengenai kepala Amel. Dengan segera aku menarik Amel ke samping kiri ku dan Amel hanya diam.

Tanganku kini menggenggam tangannya. Hangat. Hingga keluar dari gerbong kereta aku masih menggenggam tangannya. Banyak orang melihat kita tapi kita tidak memperdulikannya.

Saat menunggu angkot pun, tangan ini masih menggenggam tangannya.

“tangan lu hangat mel” aku membuka pembicaraan.

“ng--? Jangan main tarik tangan gua lagi” sambil menarik tangannya.

“mana angkotnya yan? Panas nih” lanjut Amel sambil mengkibas-kibas tangannya ke depan wajah.

“itu ada, ayo” aku menunjuk angkot yang ada di sebrang jalan dan reflex menarik tangan Amel.

Angkot yang kita tumpangi jalan, di dalam angkot Amel hanya membaca wattpad dan aku diam mengamati jalan agar tidak kebablasan(?). Setelah sampe aku dan Amel turun dari angkot.

Yes! I Love HimWhere stories live. Discover now