Part 19

14K 1.2K 42
                                    

Pagi ini, (Namakamu) berangkat ke sekolah di antar oleh Papa-nya. Hah, dia harus terbiasa dengan semua ini, karena tidak akan ada lagi yang menjemputnya seperti biasa.

(Namakamu) tersenyum miris saat mengingat bahwa dia bukanlah kekasih Iqbaal lagi.

"Ayo, semangat, (Namakamu). Lo pasti bisa jalanin ini semua." (Namakamu) mencoba memberikan semangat pada dirinya sendiri.

Huh. (Namakamu) menghembuskan nafasnya perlahan dan mulai melangkahkan kakinya menuju kelas.

Jangan nengok ke samping. Batin (Namakamu) saat berada di depan kelas Iqbaal.

"Eh, (Namakamu)." Sial. (Namakamu) mengumpati siapa pun yang memanggilnya.

(Namakamu) menoleh dan melihat Namira yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. "Ada apa, Nam?"

Namira memberikan cengirannya. "Nggak ada apa-apa sih, gue cuma mau manggil lo doang."

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya. "Gue kira ada yang penting."

"Hehe, eh, lo lagi marahan sama Iqbaal?" Tanya Namira.

(Namakamu) meringis saat mendapatkan pertanyaan seperti itu.

"Gue rasa, gue harus ke kelas sekarang, soalnya udah mau bell." Kata (Namakamu) berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Loh, tapi lo kan belum jawab pertanyaan gu-"

"Gue ke kelas ya, Nam. Bye." (Namakamu) memotong ucapan Namira dan langsung berlari untuk menuju kelasnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa, jadi lebih baik ia menghindar saja.

Tapi, sebelum benar-benar pergi, (Namakamu) sedikit mengintip ke dalam kelas Iqbaal. Dia hanya ingin memastikan apakah Iqbaal sudah datang atau belum. Dan ternyata Iqbaal sedang bercanda dengan Steffi.

(Namakamu) menghembuskan nafasnya. Ah, bego. Kenapa masih mikirin Iqbaal sih. Dia aja keliatan biasa-biasa aja. Bahkan dia lagi asyik bercanda sama Steffi. Batinnya.

Bugh.

"Ugh." (Namakamu) melengkuh pelan saat bokongnya menyentuh lantai.

"Kalo jalan tuh liat-liat, jangan nunduk terus." (Namakamu) mendengus saat melihat orang yang berada di depannya.

"Lo sialan banget emang ya, Ri. Bukannya bantuin gue berdiri kek, malah ngomel-ngomel." Dengus (Namakamu).

Ari terkekeh dan mengulurkan tangannya untuk membantu (Namakamu) berdiri. "Manja lo, bisa bangun sendiri geh."

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya. "Lo kan yang nabrak gue, jadi lo harus tanggung jawab dong."

Ari menyentil pelan kening (Namakamu). "Eh curut, lo yang salah, jalan sambil nunduk."

"Sakit ege, Ri." (Namakamu) mengelus keningnya yang disentil oleh Ari.

Ari nyengir. "Segitu mah nggak sakit, ini nih baru sakit." Kata Ari menyentil kening (Namakamu) lagi dengan cukup keras.

"Aduh." (Namakamu) mengaduh kesakitan. "Lo biadab banget ya, kening gue sakit tau. Awas aja sih kalo merah."

Ari menatap (Namakamu) dengan wajah tanpa dosa. "Sakit ya? Maaf deh." Katanya sambil mengelus kening (Namakamu) yang terlihat sedikit merah, "makanya jangan putih-putih banget jadi orang, disentil gini aja langsung merah kan." lanjutnya.

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya. "Lah, ngapain nyalahin kulit gue. Kalo lo nggak nyentil kening gue, ya nggak bakal merah lah." Ucapnya. Ari hanya nyengir.

Saat Ari sedang mengelus kening (Namakamu), segerombolan anak lelaki yang memakai seragam olahraga lewat. Salah satu dari lelaki itu memperhatikan mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan, antara marah dan kecewa. Lelaki itu adalah Iqbaal.

My GirlHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin