Bagian 2

32.2K 2.3K 39
                                    

Gue masuk ke sekolah yang sama dengan dulu hanya berbeda tingkatan saja. Dulu gue SMP sekarang gue sudah SMA. Gue berharap masa SMA gue lebih baik. Itu hanya harapan gue saja.

Sewaktu gue memasuki gedung sekolah ini, banyak siswa siswi yang berkumpul dengan berbagai macam atribut MOS. Gue dengan yang lain tentu saja tidak memakai. Dulu aja gue tidak mengikuti MOS, kenapa sekarang gue harus ikut?

Kakak kelas? Tenang, mereka tidak akan berani menegur apalagi ada Thomas. Kami bisa dengan mudah hanya memerhatikan mereka dari lantai atas. Yang tidak di sangka, banyak kakak kelas yang melihat kami. Mungkin mereka kagum, gue juga tidak peduli.

Gue tidak peduli dengan sekeliling sampai gue melihat seseorang. Seseorang dari masa lalu gue. Seseorang yang tidak pernah lagi gue bertemu. Hari ini gue bertemu lagi setelah sekian lama dia menghilang. Dia juga menatap gue dengan tatapan tidak percayanya.

Gue memang tidak memberitahu siapapun kalau gue sekolah disini. Keluarga gue tidak ada yang mengetahui kalau gue pindah disini. Mungkin karna itu, dia juga sekolah disini.

"Lucy,"gumam gue tanpa sadar.

Otak dan seluruh badan gue belum bisa merespon, seakan gue membeku disini. Bahkan gue masih menatapnya. Mata itu tidak seperti biasanya. Jujur, gue merindukan dirinya.

"Ricky, lo lihatin siapa?"Tanya Adlina yang membuat gue sadar, "Lo tadi nyebut Lucy, siapa Lucy?"

Gue menatap Adlina tajam, dia menyebut nama Lucy seperti kebiasaannya. Adlina terlalu sering berteriak, hingga dia terkadang lupa kalau seharusnya dia tidak perlu berteriak.

Gue melihat Lucy yang sudah mengalihkan pandangannya. Dia juga sadar dan sedikit salah tingkah mendengar Adlina berteriak.

Gue tersenyum kecil melihatnya, dia masih sama. Tidak mungkin seseorang bisa 100% merubah dirinya. Pasti akan tertinggal walau sedikit.

"Yang mana Lucy?"Tanya Adlina masih penasaran.

"Lucy?"Tanya Mark.

Gue hanya bisa mengangkat bahu, "Gue hanya asal sebut tadi."

Mereka berempat masih menatap gue dengan tidak percaya. Tapi, apa boleh buat. Belum saatnya gue memberitahu segala hal tentang ini.

Teriakan dari kakak kelas yang menyuruh semuanya berkumpul. Tentu saja, kami tidak ikut.

Gue melihat ke bawah lagi. Sama sekali tidak terlihat dirinya. Apa dia menghindar?

"Ke kantin yuk, gue laper,"ajak Adlina.

Karna kami juga tidak ada kerjaan, jadinya kami menyetujui ajakannya.

○○○○

Kami melakukan undian untuk orang yang akan memesan makanan. Dan beruntungnya gue, gue bukan orang itu.

Gue memerhatikan sekeliling yang bisa di kategorikan sepi. Tidak seramai kanti yang biasanya.

Bunyi pintu yang terbuka membuat gue melihatnya. Lagi-lagi dia, dia berjalan dengan temannya tanpa menyadari apapun. Bahkan dia tidak melihat ke sekitar jalannya. Bodohnya juga, Adlan juga tidak melihat ke depan. Jadinya mereka bertabrakan, seharusnya tadi gue aja yang memesan makanan.

"Eh lo jalan hati-....."teriakan Lucy terhenti saat melihat Adlan.

"Sorry,"ucap Adlan singkat dan melanjutkan perjalannya memesan makanan.

Adlan selalu saja begitu. Lucy? Dia hanya diam saja. Masih memerhatikan punggung Adlan yang menjauh. Kalau gue yang menabrak Lucy, sudah di pastikan Lucy akan sangat marah.

AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang