Dua - Hardest Days

Start from the beginning
                                    

Hatinya makin kalut.

Disobeknya amplop itu tak sabaran. Mengeluarkan puluhan kertas foto yang tak sengaja jatuh berserakan di lantai karena tangannya yang gemetar. Diamatinya foto-foto itu.

Matanya membeliak ngeri, dengan sekuat tenaga Kaia berteriak histeris, menangis, menggeleng-gelengkan kepalanya, menjambak rambutnya. Dia hampir gila.

"Kaia! Kaia! Kamu kenapa?! Kamu nggak apa-apa?!"

Kania menjeblak pintu kamar Kaia, diikuti Bi Surti. Kania memeluk adiknya dengan segera. Tubuh Kaia melemas, namun tangisannya masih terdengar pilu. Kania sibuk mengusap kepala Kaia. Dia belum menyadari apa yang dilihat Kaia sebelum Bi Surti memanggilnya takut-takut sembari menatap pada foto yang berserakan di lantai.

"Non Kania... Ini?"

Kania membeku, dengan sukar dia menelan ludahnya. Hatinya hancur melihat benda itu. Foto-foto yang sepertinya di ambil dari potongan video candid. Apa benar yang ada di foto itu adiknya, Kaia? Tidak mungkin adiknya berani berbuat hal semacam itu! Dan, pria yang bersama Kaia... Tristan. Bagaimana mungkin pria itu tega melakukannya pada Kaia?

"Bi Surti! Telpon Mama! Bilang ada hal penting, minta Mama pulang! Biar aku yang telpon Papa!"

"Nggak mau Kak! Aku nggak mau mereka tahu!" Kaia berontak memukul-mukul pelan lengan Kania. "Aku takut!"

Kania mendorong tubuh Kaia, namun gadis itu menolak dan kembali memeluk Kania. "Kaia! Ini demi kebaikan kamu! Kamu nggak usah takut, aku jamin mereka nggak akan marah sama kamu!"

"Aku malu, Kak!" erangnya pilu, nafasnya tersengal-sengal mencari oksigen.

"Kaia, sayang, aku yakin kamu nggak bersalah! Kamu lihat mereka kirim ini untuk Papa. Cepat atau lambat Papa dan Mama akan tahu!"

Kaia kembali mengerang dalam tangisannya. Berubah pasrah akan apa yang akan terjadi nanti. Bagaimana Laras atau Yudha akan memandangnya. Akan kah tetap sama atau justru jijik padanya.

***

Yudha Adhirajasa murka. Begitu pulang dan mendapati surat kaleng berisi foto-foto putri bungsu dan Tristan—rekan favoritnya—sedang bergumul, Yudha langsung berteriak, hampir saja membentak Kaia jika Kania dan Laras—istrinya—tidak menghentikannya. Sedangkan, Laras menangis serta kehilangan tenaga, tak sanggup berlama-lama memandang foto yang menghancurkan hatinya. Kania berusaha menjelaskan dengan terbata-bata pada kedua orang tuanya, butuh beberapa kali sehingga ia bisa meyakinkan bahwa ini bukanlah kesalahan Kaia sehingga Yudha tidak boleh menghakiminya. Sementara Kaia menangis terisak di pelukan Laras. Dia bungkam.

Mencengkram rambutnya geram, Yudha memerintahkan Kania menghubungi Tristan. Pria itu datang dengan wajah muram, Tristan juga sudah mendapatkan surat kaleng yang sama. Cepat atau lambat, dia pasti akan dipanggil oleh Yudha.

Dan benar saja, Yudha menghadiahinya sebuah bogem mentah ketika Tristan baru saja memasuki pintu. Jika Kania tidak menghalangi, mungkin Tristan akan kehilangan wajah tampannya itu dalam sekejap.

"Maaf Pak Yudha. Aku dicekoki obat perangsang oleh Johan." Jelasnya dengan wajah yang tertunduk, namun, tidak ada rasa takut disana. Di sana tergambar wajah angkuh namun tidak bisa berbohong bahwa Tristan gelisah akan sesuatu.

"Johan?! Maksudmu Johan arsitek yang bekerja di perusahaan kamu?"

"Iya Pak."

Tristan menjelaskan semuanya. Dari awal ketika dia meminum sesuatu yang diberikan Johan, seseorang memukul tengkuknya hingga yang apa terjadi di motel murahan itu. Laras dan Kania mengerang mendengarnya, mereka menangis dan mengutuk Johan, dan tentu saja Tristan.

If Loving You is WrongWhere stories live. Discover now