Tristan masih tak menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya. Sejak sadar beberapa saat lalu, yang pertama kali dirasakannya hanyalah ngilu hebat yang menyerang bagian belakang tubuhnya. Ah, tadi dia dipukul begitu keras di bagian ini oleh si Johan brengsek itu. Dia pingsan sampai suara gaduh membangunkannya.

"Kamu nggak apa-apa?"

Suara itu membuat Tristan mendongakkan kepala. Sangat pelan untuk menghindari rasa sakit. Dilihatnya Kaia berjongkok di depannya dengan wajah khawatir.

"Kaia?"

"Ini aku. Bagaimana bisa kamu ada di sini?"

Tristan menggeleng, mendorong tangan Kaia yang akan menyentuh pelipisnya. Mungkin karena darah yang entah dari mana sumbernya itu mengalir keluar dari sela rambut turun melewati pelipisnya. Jangan bilang kepalanya juga di pukul? Setan!

"Kamu nggak apa-apa?" Kaia mengulangi lagi pertanyaannya. Keningnya berkerut memandangi wajah Tristan yang berdarah-darah. Namun, Tristan nampaknya tidak tertarik untuk menjawabnya. Kaia tidak habis pikir Tristan tetap bersikap ketus padanya bahkan saat dalam keadaan begini genting. Tristan memang selalu begini pada setiap orang kecuali pada kakak perempuan Kaia, Kania.

Tristan sendiri merupakan salah satu partner ayahnya. Sebagai pengusaha kontraktor kontruksi yang membangun perumahan dan gedung-gedung mewah, jasa perusahaan Tristan yang paling sering digunakan untuk mendesain bangunan-bangunan tersebut. Yah, Tristan seorang arsirtek. Pekerjaannya tidak usah diragukan. Kaia sering mendengar Ayahnya berkata bahwa Tristan sering mendapat tawaran kontrak dengan perusahaan lain saking bagus hasil kerjanya. Apa yang didesainnya pasti menarik pembeli. Dia paham apa yang dia ciptakan dan siapa targetnya. Dan untungnya dia seseorang yang loyal.

Kaia menggedikan bahu ketika Tristan masih saja bergeming dengan pertanyaannya. "Aku akan minta bantuan." Akhirnya Kaia menyerah mengenai Tristan dan kembali mendekati pintu untuk menggedornya, "Hey, buka pintunya! Seseorang terluka di sini!"

Cklek!

Seseorang memutar handel pintu. Bagai sebuah keajaiban bagi Kaia. Daun pintu terbuka. Baru saja Kaia akan melangkah keluar ketika air tiba-tiba mengguyur tubuhnya, menimbulkan bunyi hempasan air yang keras. Kejadiannya sangat cepat, yang bisa Kaia ingat hanyalah suara pintu yang kembali tertutup.

"Ya Ampun!" erangnya memandangi tubuhnya yang basah sepenuhnya. Dia sangat kesal.

Suara hempasan air itu membuat Tristan menoleh. Kaia berdiri dengan tangan terangkat, mulutnya menganga tak percaya. Pakaiannya yang basah mengetat pas hingga bentuk tubuhnya tercetak. Tristan bisa melihat bra Kaia dibalik kemeja gadingnya. Rambut panjangnya melepek, beberapa helai rambut menempel tak karuan di wajahnya.

"Demi tuhan, apa yang mereka lakukan..." keluhnya mengusap wajahnya yang basah, lalu menyapu rambutnya ke belakang. Sungguh Kaia risih dengan keadaannya.

Tanpa Kaia sadari, Tristan kini memperhatikannya dengan pandangan lain. Ia menelan ludahnya sulit. Entah bagaimana tubuhnya bisa melupakan rasa sakit yang sedari tadi menyiksanya, terganti dengan tubuh yang memanas, mata itu tak bisa lepas menatapi tubuh basah Kaia. Dadanya berdegup cepat diiringi dengan nafasnya terasa semakin pendek.

"Sial!" Tristan memandang ke arah lain, menghindari pemandangan yang membuatnya berpikiran gila. Kini dia tahu apa yang dimasukkan Johan ke dalam minumannya, juga alasan kenapa dia dikurung berdua dengan Kaia. Satu lagi yaitu kenapa barusan ada seseorang yang menyiram Kaia. Namun, tujuan kenapa Johan melakukan ini. Dia tak mengerti.

Tristan menggeram. Seingatnya dia tak banyak meminum bir itu. Semoga dia masih bisa menahannya.

"Kenapa mereka mengurung kita di sini?" Gumam Kaia bersandar di sisi dinding. Sibuk memeras ujung kemejanya. Rasa menggigil mulai menyerangnya tapi dia tak punya pilihan lain. Atau mungkin dia bisa berselimut di atas ranjang itu?

If Loving You is WrongWhere stories live. Discover now