Awal kenyataan(1)

185K 6.8K 76
                                    

P a g i membosankan, karena ini adalah hari Senin. Oke, aku jadi kurang bersyukur atas apa yang diberikan tuhan di pagi hari ini.

Seperti biasa, aku di jemput Nathan untuk pergi ke sekolah. Sekitar sepuluh menit lagi Nathan sampai di rumah. Aku sudah siap, tinggal sarapan pagi saja yang belum, aku turun ke bawah dan menemukan Abang yang sedang sarapan. Abang belum balik ke kosan, katanya kuliah libur satu minggu. Jadi abang ngungsi dulu di rumah.

"Pagi, Abang"

"Eh, pagi Jessica. Nih roti nya, tinggal dimakan tuh," Ujar ka Dika.

"Aihh, baik banget deh Abang, lagi kesambet apa nih pagi-pagi gini?"

"Udah deh, lo makan aja. Kalau lo sakit nanti gue yang repot tau,"

"Ishh," Ternyata di akhir pembicaraan tidak memuaskan. Abang memang gitu, ngeselin banget.

Tinnn tinnn..

Pasti itu Nathan. Kebiasaan dari dulu tidak pernah mau masuk ke dalam rumah. Yaa, aku tahu diri juga.

"Abang, Jessica berangkat dulu, udah dijemput tuh," Izinku.

"Sama Raihan?"

"Bukan Raihan, tapi Nathan, udah ditungguin. Bye Abang, Asalamualaikum."

"Walikumsalam." Sambil teriak, karena memang tadi aku langsung lari ke depan.

Nathan membawa motor kesayangannya. Dia tersenyum ke arahku, dan aku anggap itu hadiah kedua di pagi hari setelah Abang membuatkan roti. Senyumnya tidak berubah, tetap menawan, dibagian kanan pipinya, karena disana ada lesung pipi.

Di perjalanan kami tidak saling berbincang. Hanya hembusan angin yang menerpa wajah dan hilir mudik kendaraan yang cukup padat di pagi hari. Tidak terasa sudah sampai di sekolah, lebih tepatnya di pagar depan sekolah. Ini masuk dalam rutinitas kesehariian.

"Udah sampai, kayak biasa lo turun disini."

"Iya aku turun. Bye," Tidak ada balasan sapaan, sungguh miris sekali nasibku.

Belum sempat melangkahkan kaki tiba-tiba....

Tinnnnnnnnnn!!!!

Aduh siapa yang jail banget, udah tahu aku jalan nya minggir.

"Oy, Jes. Kok lo disini? Tumben banget lo di depan pagar sekolah, lumayan jauh kalau dari sini sampai halaman sekolah."

Aduh, aku harus jawab apa? Mana mungkin, bilang kalau diantar Nathan. Bisa-bisa jadi kesebar gosip.

"Eh, umm.... ta-tadii naik taksi. Ya, naik taksi." Mata Raihan yang memicing mencari kebohongan, yang membuatku bergidik ngeri.

"Taksi? Kenapa berhentinya disini? Kan bisa berhenti di parkiran." Pertanyaan beruntunnya membuatku berpikir keras.


"Supir taksinya lagi buru-buru. Istrinya mau lahiran," Nah ini nih, kelemahan seorang Jessica kalau soal berbohong.

"Ah yasudahlah, yaudah naik sini. Lo bareng gue aja ke depan. Jauh tahu kalau lo jalan."

Memang sekolahku batasan antara pagar dan dinding sekolah jauh banget. Beda sama sekolah lain kalau sudah sampai pagar pasti dekat masuk ke kelasnya. Yasudah dari pada pagi-pagi sudah keringetan, mendingan aku ikut Raihan, dan ini hadiah ketiga di pagi hari. Terimakasih tuhan, engkau memudahkan pagi hariku yang bisanya kelam.

Cinta Dalam DiamWhere stories live. Discover now