Sepuluh

58 9 7
                                    

Author's POV

Beberapa aliansi media telah berkumpul dengan teratur di ruangan berukuran besar yang berplafon tinggi. Ruangan di mana Victoria dan Railo bersama-bersama  menjalankan misi yang bahkan Victoria tak ketahui keuntungan bagi Railo itu apa.

Ia hanya memasang wajah penasaran saat berada satu mobil dengan Railo menuju tempat itu dan sedikit berujar terima kasih dalam hati ketika sadar kalau laki-laki itu berniat menolongnya.

Ya, ia rasa ia sudah cukup banyak merepotkan Railo. 

Railo adalah pebisnis besar dengan perusahaan dan anak perusahaannya tersebar di mana-mana.  Mengingat kejadian tadi malam ketika Railo lupa mengirimkan email pun sempat membuat Victoria merasa bersalah, ditambah melihat Railo yang sepertinya tidak nyaman tidur di sofa tadi malam.  Bahkan dirinya juga melihat Railo sempat meringis saat bangun dari sofa.

Mengapa Victoria merasa jahat sekali?

Railo itu orang penting, dan Victoria yakin bahkan satu senyum dari Railo pun seakan berpengaruh pada perjanjian yang cukup besar.

Ya Allah, mengapa aku jahat dengan suamiku sendiri?

Tapi kalau dipikir-pikir, bukan Victoria kan yang menyuruhnya?

Ia kembali menghela napas dan teringat omongan Railo bahwa konferensi pers akan melakukan skala mili kalau memang wartawan berbuat hal yang tidak sesuai dengan norma dan adat.

Railo bilang tidak membawa senjata tetapi semua asistennya membawanya.

Victoria mengenakan gamis berwarna hitam dan kerudung berwarna maroon. Kerudung yang ia coba tadi malam. Sementara Railo,  ia mengenakan kemeja hitam dengan dasi maroon dan celana panjang hitam.

Hadirin sempat tidak menyangka melihat Victoria berhijab panjang. Rasanya mereka harus mengganti pertanyaan yang akan diajukan nanti.

Victoria memejamkan mata sebentar dan kembali menghela napas. Ia yakin ia siap berada dalam konferensi pers ini.

Sebenarnya ia berusaha untuk siap dengan berbagai pertanyaan yang akan dilempar media begitu saja padanya dan Railo nanti. Ia tidak tahu harus menjawab seperti apa karena Railo sama sekali tidak membuat skenario tentang konferensi pers ini.

Begitupun Sherly yang menyerahkan konferensi ini padanya. Sherly sempat bilang kemarin malam kalau hal seperti ini lebih baik tidak dibuat-buat, hal yang seketika saja membuat Victoria menggigit bibir bawahnya.

Haruskah hal seperti ini berjalan semestinya?

Victoria terus berpikir bagaimana kalau media mampu membaca segala raut wajahnya dan juga raut wajah Railo?

Sherly bahkan  menambahkan kalau Victoria hanya perlu memasang wajah diratusan media bagaimana caranya mencintai Railo.

Saran yang dalam sekejap saja membuat Victoria ingin menguburkan diri hidup-hidup.

Bagaimana bisa? Ia bahkan tidak sama sekali menyukai Railo, apalagi mencintainya? Ah, tapi sebetulnya Victoria hanya menahan perasaannya itu.

Victoria melirik sedikit ke tangannya. Ia menghela napas pasrah ketika melihat pria menyebalkan baginya itu masih mengisi kosongnya sela-sela jemarinya. Ia pun bisa melihat langsung bagaimana reaksi media yang bagaikan binatang buas sedari tadi menunggu menerkam mangsa yang sudah dipastikan lewat begitu saja dan tinggal mencabik dari berbagai sisi yang disukai.

Victoria menghela napas sebentar. Semuanya pasti akan melihatnya, bahkan mungkin mantan, teman-temannya dulu --yang sebagian besar merupakan pengkhianat, lalu pelayan di rumah, West, Claire, Rodrick, mamanya, dan mungkin kalau ia boleh berharap, papanya.

The PretendersWhere stories live. Discover now