Empat

92 16 4
                                    

Victoria P. O. V

15 menit lalu setelah aku berbicara dengan om Fearon, kami berpindah tempat ke ruangan sejuk ini lagi. Ruangan yang bisa disebut sebagai ruang privasi.  Ruangan yang sebelumnya sempat membuatku mati kutu di hadapan Ray.

Tapi,  sekarang aku sendiri di ruangan ini.  Karena om Fearon dan Railo sedang sholat Maghrib. Entah mengapa aku sedikit senang mengetahui kalau Railo adalah seorang muslim. 

No, no, apa-apaan kau Victoria? Jangan berpikir macam-macam!

Suara pintu pun terdengar dan terlihat om Fearon dan Railo memasuki ruangan.  Mereka kembali duduk, dan om Fearon mulai berbicara soal rencana yang akan dibuat.

"Jadi begitu, Victoria." Meja oval cokelat yang sedari tadi aku pandangi lebih mengilap dari sebelumnya setelah aku mendengarkan om Fearon berbicara. Entah karena apa, mungkin aku saja yang baru menyadarinya. Atau karena sinar lampu yang membuat pernish mejanya lebih tampak.

Aku masih mencerna kata-kata om.

Pengalihan isu.

Jadi, om dan Railo akan melakukan pengalihan isu agar wartawan tidak mengetahui kalau aku memalsukan nama dan kewarganegaraan. Supaya nantinya aku tidak ribet sendiri.

Mengapa harus seperti itu? Karena sayangnya aku adalah anak papa yang cukup terkenal, lagi-lagi jangan salah sangka, aku bersyukur dan amat senang kalau aku adalah anak papaku, tapi karena papa yang cukup populer itu membuatku harus hidup di atas kenormalan, dan kalau semua orang tahu aku memalsukan nama dan kewarganegaraan.  Hancurlah nama baik papa dan keluarga.

Ya! Victoria memang kurang pintar untuk melakukan sesuatu. Meskipun sebetulnya, aku pun dibantu om Fearon memalsukan nama dan kewarganegaraan.

Tapi kalau dipikir-pikir rencana ini lucu dan mengesalkan.

Lucu, entahlah. Menurutku pengalihan isu adalah tindakan lucu untuk menyelamatkanku dari jeratan pertanyaan wartawan untuk masalah lama yang akan memunculkan pertanyaan yang menyakitkan lainnya.

Mengesalkan, oh pasti. Hal yang membuatku tak mengerti adalah mengapa harus dengan dia? Dan apa yang harus kulakukan dengannya?

"Victoria?" Panggil om lagi meminta jawaban.

"Tapi apa rencana pengalihan isunya om?" aku bertanya, karena sedari tadi aku bingung, maksudnya bagaimana? Aku tidak mengerti.

"Kamu dan Railo harus menikah."

Aku diam.

Aku diam meski jantungku tiba-tiba saja berdetak dengan kencang. 

Aku?

Menikahi Railo?

Yang benar saja?

Aku bahkan baru mengenal Railo hari ini.  Itupun melalui perkenalan yang membuatku begitu kesal dengannya.

Bagaimana bisa aku menikahi seseorang yang sudah turut andil memborgolku?

"Om, apakah harus dengan menikah?"

"Apakah kamu mau dipegang tangan oleh Railo tanpa menikah?" om Fearon kembali bertanya yang malah membuatku mati kutu.  "Bahkan Railonya sendiri pun tahu akan batasan, Victoria. Jadi om mohon, kita harus melakukan pernikahan ini besok."

Aku masih diam.

Secepat itukah?

Bagaimana dengan papa?

Mengapa bukan papa yang menjadi waliku? Ya, meski untuk saat ini pun aku tidak punya ide keberadaan papa di mana. 

Tapi mengapa harus dengan cara seperti ini?

The PretendersWhere stories live. Discover now