Enam

81 14 0
                                    

Penyesalan.

Sepertinya, kata itu yang terbenam di pikiranku sekarang.

Mengapa dengan mudahnya aku menyetujui ide pengalihan isu?

Pengalihan isu yang berupa hubungan pernikahan antara aku dan Railo.

Mengapa aku tidak berpikir kalau pasti ada beberapa hal mengejutkan lainnya? Dan bisa saja membuatku semakin stres dan bisa membuatku depresi kan?

Aku masih memperhatikan Railo dengan kesal, maksudnya apa dia akan adakan konferensi pers?

Mau memberitahukan kebohongan tentang hubungan kita?

Apa, kita?

Maksudku, hubungan aku dengan dia yang hanya sebatas pura-pura. Tapi apakah benar pernikahanku ini pura-pura mengingat pernikahannya benar-benar sah?

Mungkin Railo memang benar-benar ingin membuat hidupku makin hancur. Yang namanya konferensi pers, pertanyaan apapun akan dilontarkan para wartawan dan bahkan mereka juga bisa mengetahui bagaimana ekspresi wajah aku dan Railo masing-masing.

Bagaimana kalau para wartawan itu tahu ekspresi kebohongan yang terjadi antara aku dan Railo nanti? Setidaknya aku kan harus berpura-pura bermesraan dengan Railo. Ini benar-benar konyol!

"Mili size, man." Railo tiba-tiba berujar kepada Bradley dan Fred.

Aku mendelik padanya. Aku yakin, wajahku lebih dingin dari pada batu es kutub utara.

"Okay."

Aku yang notabene-nya orang baru, hanya bisa menyimak tanpa tahu dari ucapan Railo. Mili size? Maksudnya? Dia ingin penelitian? Kemudian aku sadar bahwa kita memasuki sebuah parkiran hotel.

"Kita mau ke mana sih?" tanyaku penasaran.

Pertanyaanku hanya membuat Railo melirik dan kembali pada pandangan semula yang lurus ke depan. Ck!

"Ray, maksudmu apa kita masuk hotel?" tanyaku lagi.

Aku tidak bisa berpikir jernih sekarang. Bagaimana bisa-bisanya mobil ini masuk ke dalam parkiran sebuah hotel? Semakin mengundang keingintahuan wartawan bukan? Well, hidupku akan benar-benar semakin hancur!

"Ssssshh."

Aku berdecak dam mengerutkan kening tak mengerti atas jawabannya yang hanya berusaha membuatku diam.

"Okay, maybe I was insane." Aku mengangkat tangan sinyal menyerah dan menghela napas kasar.

Okelah, aku tidak mengerti sama sekali jalan pikiran Railo.

Railo tidak lain adalah seorang pria necis aneh yang pernah aku lihat.

Seumur hidupku! 

Yang sayangnya adalah suamiku sekarang!

Aku pun menyenderkan bahu pada kursi mobil dan melihat keluar kaca. Kita mulai memasuki ruangan gelap selayaknya tempat parkir.

"Ayo!" Railo menggenggam pergelangan tanganku dan mulai membuka pintu.

"Huh?"

"Cepat!" Ia menarikku.

Aku yang masih melongo pun mengikuti Railo menuju mobil Range Rover Hitam. Mobil dengan merk sama yang aku lihat di Chicago saat mereka mulai menculikku. Oh ayolah, mengapa memoriku memutar kejadian mengesalkan terus?

Railo mengarahkan kepalanya memberi kode bahwa aku harus masuk. Setelah mengikuti segala keinginannya, Ray menarik napas.

Lho, aku baru sadar. Aku hanya berdua dengan dia? Fred dan Bradley tidak ikut?

The PretendersWhere stories live. Discover now