22nd trouble

Mulai dari awal
                                    

         Alhasil, Zidan datang ke TKP dan membantu Recza bersama Ilham juga Zaky untuk membawanya ke rumah sakit. Tapi Recza menolak, ia hanya memintanya untuk mengantarkannya sampai ke rumah.

         Dan kembalilah ke tempat semula. Zidan hanya menatap Adiska yang berada di belakang. Sebenarnya, ia ingin mengatakannya pada Adiska. Hanya saja, karena Adiska punya hubungan dengan Arai, niatnya ia urungkan. Takut-takut masalahnya kembali kacau seperti kemarin-kemarin.

-:-o-0-o-:-

         "Boleh duduk di sini, gak?" tanya gadis yang rambut panjangnya dihiasi sebuah bandana oranye di atasnya.

          Zidan yang hendak menjawab "Boleh," disusul Recza yang ternyata menjawabnya lebih dahulu. Namun, jawaban Recza justru berkontradikitif dengan apa yang hendak Zidan katakan.

          "Gak boleh," jawab Recza, dengan salah satu tangannya yang mengotak-atik sedotan jus sirsaknya.

          "Lo kok gitu amat sih, Za?" tanggap cewek yang bernama Kezia itu. "Gue, kan, ke sini cuma mau ngasih tau. Sebentar doang, kok."

          Perkataan Kezia membuat Recza akhirnya mengalah. Ia akhirnya mempersilakan Kezia untuk bergabung dengan mereka. Akan tetapi, Zidan—yang duduk di sebelah Recza—malah menggeserkan tubuhnya. Seolah cowok itu mempersilakan Kezia duduk di sana. Padahal, harusnya Zidan tahu, Recza keberatan jika cewek itu duduk di sebelahnya.

          Kezia rupanya tidak menyia-nyiakan pemberian dari Zidan. Ia segera menyempatkan diri untuk duduk di sebelah cowok yang sedang meminum jus sirsaknya itu.

          "Jadi gini, gue cuma mau ngasih tau, kalau kalian bakal dateng kan ke acara ulang tahun gue?" katanya dengan antusias. Walaupun kedua mata hitamnya melirik ke arah Recza yang malah tidak memperhatikannya. "Kalian gak lupa, kan, sama acara gue? Dateng ya, plis. Biar ikut ngeramein acaranya."

          "Tenang aja, Kez," jawab Ilham sambil menunjukkan cengirannya. "Hari Minggu jam tujuh malem, kan? Santai, kita semua pasti bakal dateng kok. Apa, sih, yang enggak buat cewek imut kayak lo."

          Zidan yang keduluan aksinya oleh Ilham, membelalakan kedua matanya pada cowok yang duduk di seberangnya itu. Tak mau kalah, ia juga mulai meluncurkan kata-katanya, "Gak usah khawatir, Kez. Kita semua kan cowok-cowok keren, pasti bakal ngeramein acara lo. Ya, kan, Za?"

          Recza yang ditanya justru tidak menyahut. Matanya mengedar ke sekeliling sampai ia merasa ada seseorang yang terus mengamatinya dari jauh. Kedua matanya ia lirikkan ke arah pojok kiri di sebelah sana. Ada seorang gadis berambut sebahu yang tengah menatapnya bersama Debby.

          Kezia menepuk bahu Recza. "Gue pengen semua anak seangkatan dateng ke acara gue. Termasuk lo, Za. Jangan lupa, ya."

          Recza masih memandang Adiska yang duduk di pojok sana. Rasanya senang bukan main. Mendapati Adiska tengah memandangnya dari jauh adalah hal yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya.

          Sampai akhirnya, Recza memudarkan rasa senangnya itu. Ia sadar, kebahagiannya tadi hanyalah sesaat. Ia juga sadar, bahwa dirinya terlalu ge-er menyangka Adiska yang mungkin menyukainya. Meskipun Recza menangkap basah pandangan gadis itu, tapi Recza tahu kalau keyakinannya terlalu tinggi.

          Apalagi ketika Adiska ternyata hanya memandangnya sekilas—membuat Recza semakin yakin dirinya memang ge-er.

          Tapi, itu tidak membuat Recza hanya diam di tempat. Cowok bertubuh jangkung itu segera bangkit dari tempat dimana teman-temannya berada—membuat Kezia harus mendongak ke arah cowok itu.

CounterpartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang