EPILOG

2K 134 13
                                    

"Hey Man!" Julian melirik ke belakang kepalanya begitu merasakan seseorang menepuk bahunya, George Dunant kapten softball Westminster sekaligus teman sekelasnya pada tahun pertama Julian disini. Walaupun mereka tidak pernah sekelas lagi setelah tahun pertama namun, Julian masih akrab dengan pemuda berambut pirang pasir tersebut. Bahkan mereka sering keluar bersama bintang-bintang Westminster lainnya ketika libur akhir sekolah menjelang.

Julian memutar badannya sembari memasang senyum merekah, George segera memeluknya erat seolah mereka tidak akan bertemu lagi setelah hari ini, "Kukira aku tak akan melihatmu lagi Leonidas. Berita itu menghebohkan seisi sekolah dan kenyataan bahwa kau mengalami koma yang berkepanjangan memukul seisi warga Westminster" ujar George sembari melepas pelukannya,

Julian tertawa melalui hidungnya sehingga menimbulkan kerutan, "Hahaha, aku hanya lelah pada omelan wanita tua itu si Mrs. Jenkins. Kukira meliburkan diri tidak ada salahnya" Jawab Julian, pemuda berjalan perlahan diikuti George disampingnya,

George tersenyum masam sembari memainkan bola kasti ditangannya, "Wanita itu. Dia tidak pernah berubah sampai kapan pun" ujarnya mendesah, "Ngomong-ngomong jika kau mau menceritakan sedikit apa yang terjadi padamu di Egypt, aku akan mendengarkan"

"Kau bilang berita itu membuat gempar seisi Westminster?" Tanya Julian balik, alisnya terangkat tinggi tinggi begitu penasaran.

George mengedikkan bahunya, "Yah...  Tapi kau tahu bagaimana Sidney Seldon membuat berita itu lebih mendramatisir dari yang sebenarnya. Hal terburuk mengatakan bahwa kau dikutuk oleh dewa dewi Egypt" Lagi-lagi Julian tertawa melalui hidungnya, "Kau tidak tahu betapa kami para kapten harus menderita selama hampir 2 bulan lebih demi para Jurnalis yang sibuk mengorek berita tentang mu. Dan pemberitaan yang simpang siur. Demi Tuhan, aku nyaris tidak bisa tidur di malam hari!!"

Wajah George berubah semakin masam melihat tawa lebih lebar menghiasi wajah Julian. Pemuda itu melempar bola kastinya dengan kesal ke arah Julian namun dengan refleks yang sangat bagus Julian menangkap bola itu tepat di depan wajahnya, "Wow! Refleks yang sangat bagus Leonidas" puji George tak percaya,

Julian tersenyum, "Hanya sedikit latihan selama koma" ujarnya menggoda,

George tertawa mendengarnya, melihat pemuda itu tertawa Julian juga ikut tertawa. Tak terasa mereka berdua melangkah menuju ruang Mrs. Jenkins. George berhenti di depan ruangan Mrs. Jenkins, "As Always Mr. Leonidas? Punishment?"

Julian mengangguk, "Kau selalu tahu aku"

George mengedikkan bahunya, "Bukan rahasia umum" ujarnya sembari mengedipkan mata

Julian berpura-pura menggelengkan kepalanya jijik membuat George lagi-lagi tertawa lebar, "Baiklah mungkin Mrs. Jenkins sudah menunggumu sedari tadi. Aku tidak mau membuatnya mengeluarkan tanduk itu" bisik George sembari mengangkat dua jari nya keatas kepala membentuk tanduk buatan, Julian mengangguk. "Kau mau latihan? Kami ada di lapangan sayap bagian barat saat pulang sekolah"

"Tidak masalah, aku akan menemui mu. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menggerakkan otot otot ku"

George mengangguk kemudian menepuk bahu Julian sebelum pemuda berambut pirang pasir dengan iris mata hijau jambrut tersebut melangkah menjauh. Julian memutar knop pintu ruangan Mrs. Jenkins setelah melihat bahu George menghilang dari pandangannya. Begitu pintu terbuka, menampakkan Mrs. Jenkins dengan raut wajah ditekuk seperti biasanya yang sedang duduk dihadapan seorang gadis berambut coklat gelap di depannya. Sekali lihat pun Julian akan segera tahu jika itu adalah Mese. Athanasia Mekshenet, kekasihnya, calon permaisurinya di masa lampau. Hari ini Mrs. Jenkins mengenakan sebuah dress putih panjang dengan karet dibagian perutnya dilapisi jas kerja berwarna abu-abu miliknya. Terlihat berbeda menurutnya.

PHARAOH [Book One] ✓Where stories live. Discover now