39 : Back (Part 3/3)

1.1K 96 10
                                    

Julian diam tak bergeming menatap mayat Herodotus yang kepalanya telah terpenggal dengan sempurna di hadapannya. Derasnya hujan benar-benar membuat darah yang keluar dari pangkal leher Herodotus menjadi menguar lebih banyak dan hampir menjadi genangan di sekitar Julian. Situasi mendadak menjadi hening setelah Julian berhasil membuat kepala Julian terpisah dari tubuhnya, banyak diantara mereka yang mungkin bertanya-tanya mengapa Julian melakukan hal tersebut, bukankah Julian juga mengatakan bahwa ini adalah sebuah permainan. Namun tidak ada yang tahu bahwa apa yang Julian lakukan saat ini adalah perebutan kekuasaan untuk mempertahankan Alexandria. Dan sialnya, lagi-lagi ia berhasil menaklukkan siapapun musuhnya.

Julian mendesah lelah, bagaimana caranya ia bisa kembali ke masanya, apakah ia harus menunggu hingga tua kemudian meninggal dan nyawanya bisa kembali lagi. Oh, tidakkah ada yangblebih buruk dari kenyataan itu? Julian menggelengkan kepalanya mencoba untuk mengenyahkan pikiran buruk apapun yang masih mengisi kepala cerdasnya. Ia harus optimis untuk bisa kembali ke masanya, ya harus. Alih-alih memilih untuk berlarut dalam kesedihan yang berputar, Julian mendongakkan wajahnya menatap seluruh rakyatnya dari bawah. Pemuda itu memandangi satu-persatu beragam ekspresi yang tercetak dengan jelas di wajah mereka, ada yang memandangnya ngeri, ada yang memandangnya bingung, ada juga yang ketakutan, namun diatas semua itu mereka tidak bisa mengenyahkan raut penasaran yang mendarah daging.

Julian menatap Kafele yang berdiri disana dengan wajah mengeras, namun tidak mengenyahkan ekspresi kebingungan dari wajahnya. Sorot mata pria itu begitu kompleks karena berbagai emosi campur aduk menatap Julian. Ia hanya bisa mendesah sebelum berbicara kepada seluruh rakyatnya, "Itu lah hukuman bagi pengkhianat. Herodotus telah bersekongkol dengan Octavianus untuk merebut Alexandria. Dan aku hanya berusaha untuk mempertahankan kota ini. Apakah menurut kalian tindakanku, terlalu buruk?" Ujar Julian memulai monolognya dengan lirih, pemuda itu menatap mereka satu persatu dari derasnya deraian air hujan yang membasahi bumi,

Mereka tetap diam tak bergeming, namun ekspresi penasaran mereka perlahan memudar seiring penjelasan Julian yang meluncur dengan sempurna dari bibir sexy pemuda itu, Julian kembali menarik nafasnya panjang kemudian menancapkan pedang yang sedari dipegangnya diatas tanah dengan sekali tancapan kuat, kemudian dengan sedikit menopangkan tubuhnya diatas pedang tersebut Julian kembali berbicara "Aku siap dengan hukuman apapun yang akan kalian berikan padaku" ujar Julian lagi

Mendadak situasi menjadi riuh, mereka semua saling beradu argumen tentang hukuman bagi Julian. Dengungan mereka bagaikan lebah yang sarangnya diganggu oleh pencari madu. Julian disana menanti sembari menatap mereka dalam diam, menunggu dengan setia apa yang akan rakyatnya lakukan. Tiba-tiba seorang bocah, bukan dia bukan bocah dia adalah Cyrus berteriak pada Julian memecah kegaduhan tersebut,

"Yang Muliaaaaa............." Teraknya dengan suara cempreng, Julian mengalihkan pandangannya menatap Cyrus dan seketika itu pula mendadak situasi menjadi hening, "Yang Mulia tidak bersalah. Aku dan Mesi menyayangi yang Mulia" suara cempreng khas anak-anak milik Cyrus mendominasi seluruh arena, mengingatkan para prang dewasa tersebut tentang apa yang sebenarnya pemuda itu lakukan untuk mereka. Sebenarnya Cyrus tidak mengerti maksud Julian, bocah cilik itu hanya mengatakan apa yang pertama kali terlintas dipikirannya tanpa berpikir. Namun pernyataan kecil bocah kecil tersebut membuat orang dewasa sekalipun mempertimbangkan pemikiran mereka. Mesi disana menatap Julian dengan deraian air mata, gadis cilik itu tidak berbicara apapun namun sorot matanya mengatakan bahwa Julian tidak bersalah.

Julian tersenyum pada kedua bocah itu, namun sorot matanya kembali sendu ketika menatap rakyatnya, "Satu hal yang harus kalian ketahui lagi" Julian menghela nafasnya lama sebelum memulai lagi perkataannya, "Aku telah membohongi kalian semua. Aku, bukanlah seorang raja Alexandria. Aku bukan Caesarion, aku bukan raja kalian, aku bukan putra Cleopatra. Semua yang dikatakan Octavianus waktu itu adalah sebuah kebenaran, namun aku menyangkalnya karena aku terlalu takut untuk kehilangan semua ini. Aku tidak pernah berpikiran dengan baik, aku hanya seorang remaja yang duduk ditahun terakhir sekolah menengahnya. Dan ketika aku membuat keputusan apapun saat ini, aku benar-benar berpikir pada kalian, untuk kalian semua. Aku melakukan semuanya untuk kalian, apapun untuk kalian karena aku sadar aku hanya memiliki kalian.

PHARAOH [Book One] ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora