3 : Arrived

3.8K 278 29
                                    

KET : Mulmet itu ekspetasi Billy (Bill Follett)

***

Julian mengambil dengan cepat kamera polaroid di leher Athanasia kelewat cepat sehingga gadis itu nyaris terjengkang ke belakang menyambar lantai kantin jika saja punggung nya tidak ditangan dengan lutut Julian. Pemuda bebal itu tersenyum sangat lebar lalu menghentakkan kakinya untuk melepas sandaran punggung Athanasia sehingga mau tak mau gadis itu duduk dengan tegak,

"Julian..." gadis itu mendesis kecil melihat raut wajah nakal khas pangeran Westminster sedang bermain-main di depan matanya, "Kembalikan!" Ujarnya menuntut.

Julian menggeleng pelan, dengan senyum setengah nya ia mengayunkan tangannya membanting kamera polaroid tersebut dengan sangat keras ke lantai yang disusul kemudian dengan bunyi memualkan dari benda yang terpecah berkeping-keping. Seluruh penghuni cafetaria segera mengalihkan pandangannya menatap ke asal suara tersebut dan mulai mengerumuni Julian yang berdiri dihadapan Atha dengan tegas.

Gadis bermanik mata senada dengan oasis itu nampak terkejut setengah mati, pandangannya berkaca-kaca menatap kamera yang sudah tak berbentuk di lantai cafetaria, "Apa yang kau lakukan?!" Cicit Atha kecil,

Julian berdecak, "Jangan kau kira aku tidak tahu apa yang kau lakukan dengan kamera itu!" Tuduhnya dengan kedua tangan terlipat di depan dadanya,

Atha mendongakkan wajahnga menatap Julian dengan ekspresi SEDIH. Rasanya begitu aneh, kenapa gadis itu harus menatapnya dengan sedih. Bukannya marah? Apakah dia sangat menyayangi kameranya hingga tak sanggup melihat kamera nya hancur? Tapi hey, ayolah itu hanya kamera biasa. Ada apa sebenernya dengan gadis aneh ini? Kenapa dia semakin aneh saja.

"Apa yang kulakukan memangnya?" Balas Mese kecil,

"Apa kau sudah kehilangan kewarasanmu?! Kenapa kau malah bertanya?" Nada bicara Julian naik satu oktaf, "Aku tidak membagikan foto fotoku gratis!! Bisakah kau mengerti bahwa kehadiranmu di depanku saja sudah menyakiti mataku. Kenapa kau selalu membuntutiku seperti orang gila?!"

"Apa itu salah? Aku tidak mengganggumu, aku tidak menampakkan diri di hadapanmu juga. Aku selalu mencoba tidak terlihat dihadapanmu" Atha mencoba membela dirinya, air matanya mulai menggenang di pelupuk mata gadis itu.

"Cih. Aku lebih berharap kau tidak menampakkan dirimu dihadapanku! Enyah lah!!"

Atha sekali lagi menatap Julian tepat di mata pemuda itu sebekum berniat untuk meninggalkan tempat sialan baginya. Gadis itu tanpa terasa meneteskan air matanya perlahan membuat sensasi seperti jantung diremukkan bagi Julian. Pemuda itu terkesiap saat ia merasa bagian dadanya seolah memberat. Begitu berat rasanya hingga ia tidak sadar mengapa ia merasa ikut bersedih. Mengapa ia merasa bahwa ia sangat bersalah telah membuat gadis aneh itu meneteskan air matanya. Mengapa Julian merasa ia begitu pengecut. Mengapa? Mengapa perasaan ini menghantuinya?

***

It's the time Your Majesty....
We need you
Come back to us

Julian mengerjap-erjap bingung bangun dari tidurnya karena sebuah suara aneh mendadak menelusup ke dalam gendang telinganya membangkitkan manuver tiba-tiba sehingga Julian terjingkat dari tidur siangnya. Suara itu lagi, batin Julian mendesah. Merasa sangat lelah hari ini mengingat karena setelah ia membuat sebuah kerusuhan di kantin tadi siang, beberapa menit kemudian ia kembali dipanggil ke ruangan Mrs. Jenkins untuk mendapatkan ceramah tambahan yang menyangkut kepergian tiba-tiba nya dari kelas Mrs. Tughlid dan sikap anehnya. Julian tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi paa dirinya.

Namun ia merasa aneh, ia merasa memiliki ikatan tak kasat mata dengan suara misterius itu. Seolah olah maksud My Lord dan Your Majesty itu ditujukan padanya. Tapi bagaimana bisa. Julian bukan siapa-siapa di dunia ini. Dia juga bukan seorang raja hebat nan perkasa yang dinantikan seseorang seperti dalam suara itu. Lantas jika memang Julian bukan seperti itu lalu suara itu memiliki maksud apa baginya? Mengapa suara misterius itu terus menerus menghantui dirinya. Setiap kali Julian berusaha mengabaikan suara itu setiap kali pula suara itu mengusik pikirannya. Semakin Julian mencoba menghiraukan semakin sering suara itu mendatanginya. Bedebah busuk!
Julian terus berpikir dengan keras memaksa otaknya yang sudah lumpuh kembali untuk merecognisi mengenai suara-suara itu namun tak bisa dipungkiri ia memang sangat lelah. Tak lama setelahnya, Julian tidur begitu saja karena kelelahan dengan beragam spekulasi yang bermunculan di otaknya.

PHARAOH [Book One] ✓Where stories live. Discover now