#13 Apel Untuk Sang Tuan Putri (diperbaiki)

790 34 0
                                    

""Kami pulang ..."" sahut Putra dan Omorfa serentak seketika memasuki rumah.

"Selamat datang gusti, nyonya ..." sambut salah seorang pelayan di pintu masuk.

"Ya!" balas Omorfa mengangguk, sedangkan Putra bersikap seperti biasa.

Lalu mereka pun melangkah masuk dan menaiki tangga besar berkarpet merah. Suasana di dalam rumah Putra begitu tenang dan menyejukkan, Omorfa yang baru beberapa hari berada di rumah Putra ini belum begitu terbiasa. Terkadang ia teringatkan kembali pada rumah keluarganya yang begitu ramai.

Setelah melewati tangga tersebut, mereka berdua diharuskan berjalan di koridor yang luas dan cukup panjang untuk sampai ke kamar mereka.

Tak ada satu pun dari mereka yang berbicara, keheningan itu mulai membuat Omorfa terganggu. Ia pun memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Kalau dipikir-pikir, rumah ini besar ya ..." ucap Omorfa mengkritik Putra secara sarkasme. Secara tidak langsung ia mengatakan 'rumah ini terlalu besar dan sepi'.

Putra menyadari maksud dari ucapan Omorfa, ia pun mencoba memilih kata untuk menjawab kritiknya.

"Kamu pernah bilang gitu waktu pertama kali ke sini, aku emang suka suasana yang kayak gini ..." balas Putra.

Hal tersebut memang sebuah kebenaran, Putra menyukai suasana tenang seperti ini.

"Emang sih tenang, tapi ... gimana ya ... rasanya sepi gitu ...." tambah Omorfa menguatkan maksud yang ingin ia katakan.

Mendengar hal itu, Putra langsung memutar otak agar Omorfa dapat menerima suasana di rumah ini apa adanya. Bagaimana pun ini adalah suasana ideal baginya, seperti saat di taman, di bawah teduhnya pohon beringin, dan dimanjakan oleh angin sepoi-sepoi, suasana di rumah ini tidak jauh berbeda dengannya.

Oh iya cara itu pasti berhasil ... pikir Putra.

Putra pun mengingat ajaran dari scubbusnya, lalu ia memberanikan diri untuk melakukannya.

Lalu secara tiba-tiba—

Putra mencuri bibir Omorfa yang sedang lengah.

"Emph ..!"

Bibir mereka bertemu, Omorfa tak mampu melawan tindakan agresif yang dilakukan oleh Putra. Seakan ada lem yang merekatkan keduanya, mereka tak dapat berhenti begitu saja.

Tubuh Omorfa mulai menjadi panas, wajahnya memerah, pikirannya mulai terbang tak terkendali. Ia merasa bahwa dunia begitu hening dan hanya mereka berdua yang berada di dalamnya.

Setelah beberapa lama mereka berciuman, Putra melepaskan bibirnya. Ia pun mendekatkan mulutnya pada telinga Omorfa, lalu membisikkan kata-kata dengan pelan.

"Romantis kan ...?" bisik Putra.

Omorfa tidak berdaya mendengar bisikan yang diucapkan oleh Putra.

"Curang ..." balas Omorfa dengan wajah memerah sambil memalingkan wajahnya.

Mereka pun melanjutkan langkahnya menuju kamar mereka.

***

"Hufff ..." Omorfa melemparkan tubuhnya ke tempat tidur untuk mengistirahatkan dirinya. Saat ini ia sedang sendirian, Putra mengatakan bahwa ia memiliki beberapa urusan dan meminta Omorfa untuk menunggu.

Ia kesal, setelah apa yang Putra lakukan barusan, ia merasa seakan telah kalah dalam sebuah permainan. Terlebih lagi, ia tak ingin ditinggalkan sendiri seperti ini.

"Aku belajar dulu ah ..." gumam Omorfa mengalihkan kekesalannya. Ia pun membuka buku fisika dasar dan membuka bab tentang energi dan inti, besok adalah hari yang penting baginya, karena besok akan ada ulangan fisika.

Venus - Kisah Sang Iblis [Tamat]Where stories live. Discover now