#2 Lucifer (diperbaiki)

2.2K 96 16
                                    


Hari ini adalah hari Sabtu ....

Hari di mana aku menjadi seorang iblis tiga tahun yang lalu.

Aku yang sekarang sangatlah berbeda dengan aku yang dulu. Aku ingat senyuman bodohku ketika aku telah menolong seseorang tanpa mengharapkan apapun. Hahahaha, ingatan-ingatan itu benar-benar menggelitik perutku.

"Oi Putra, kenapa lu senyum-senyum sendiri?" tanya Chopat padaku.

Chopat, dia adalah satu-satunya teman yang benar-benar aku anggap teman. Aku merasa tak ada kebohongan dalam dirinya, selain itu di dalam dadanya ada setitik cahaya keemasan yang harus aku hentikan agar tak membesar.

Ya, aku bisa melihat aura seseorang. Tapi ..., aku hanya bisa melihat cahaya keemasan dan hitam saja, tak seperti anak indigo yang dapat melihat keseluruhan aura seseorang. Aku memiliki sedikit kenangan buruk dengan cahaya keemasan, cahaya itu mengingatkanku pada diriku tiga tahun yang lalu. Yah, walaupun sekarang aku telah menjadi seorang iblis, keberadaanku di dunia ini seimbang. Ada kegelapan dan cahaya yang berada di dalam diriku, jadi aku tak perlu takut dengan dunia ini lagi.

"Nggak, gua cuma keinget masa lalu aja ..." jawabku dengan senyuman.

Kemudian, dari balik pintu datang seseorang.

"Haloo ..." ucap Omorfa.

Seperti biasa, dia adalah seorang perempuan yang cantik. Matanya biru bagai lautan yang jerbih, rambutnya yang hitam panjang berkilau bagai senar-senar harpa, serta kulitnya yang putih lembut selalu menarik perhatianku. Ya, bisa di bilang bahwa aku menyukainya. Ia adalah alasanku hidup di dunia ini, seseorang yang setidaknya harus aku lindungi dari hukuman dunia.

Entah berapa lama sejak terakhir kali aku bertemu dengannya, pertama kali aku melihatnya lagi adalah ketika pengumuman rangking pada saat pembagian rapor. Tak kusangka bahwa aku dapat bertemu dengannya lagi. Suaranya menggetarkan telingaku membuatku terlena. Bukan berarti bahwa dia bernyanyi di depan panggung, tapi ia memberikan pidato motivasi pada siswa-siswa lainnya pada saat itu.

Tentu, aku juga tergerak dengan pidato yang ia sampaikan. Setelah kuselidiki, ternyata ia menyukai pelajaran fisika. Yah, walaupun aku tidak terlalu akrab dengan fisika, tapi aku juga sedikit menyukainya. Pada saat aku duduk di kelas satu, aku hanya mendapatkan skor 7 di pelajaran fisika, benar-benar mengecewakan.

Yang aku maksud dengan 'tidak terlalu akrab' adalah karena aku merupakan seorang iblis. Eksistensi ku melawan hukum alam dan takdir, jadi tidak heran bila aku mengabaikannya.

"Ciee ...," ucap Chopat secara pelan.

"Apaan sih?" balasku.

"Ngak, gak apa-apa. Ah iya, gua mau ngerjain PR bahasa indonesia dulu."

"Terserah lu! Sana pergi ..."

Sepertinya Chopat menyadari perilaku ku. Ia mungkin melihatku memandang ke arah Omorfa dengan wajah yang tidak biasa. Kurasa, lain kali aku harus membawa cermin. Ah, tapi tak ada gunanya pula, wujud yang aku lihat berbeda dengan yang orang lain lihat.

Oh, iya. Aku jadi teringat akan kejadian kemarin. Aku makan siang bersama dengan Omorfa di taman, menurutku itu merupakan kemajuan yang pesat. Tapi aku heran, apakah ia akan menerimaku? Ia bisa melihat wujud asliku yang sebenarnya, seharusnya siapapun takut dengan itu. Tapi kemarin, ia malah menyuapiku yang tengah menangis. Ahhh, benar-benar memalukan. Aku menangis di depannya.

Omorfa menyadari pandanganku dan memberikan senyum padaku.

Ghaaa .... Senyumannya benar-benar terlalu menyilaukan. Aku membalas senyuman kembali padanya. Saat ini ingin rasanya diriku memukul-mukul meja kegirangan.

Venus - Kisah Sang Iblis [Tamat]Where stories live. Discover now