#9 Kehidupan Yang Baru (diperbaiki)

974 44 7
                                    

Huaaa, tadi itu benar-benar menegangkan ....

Aku benar-benar melamar Omorfa, tanganku masih bergetar hingga saat ini. Tapi semuanya berjalan lancar, ayah Omorfa merestui hubungan kami. Aku telah mengenal keluarga Omorfa sejak dulu ketika aku masih merupakan seorang manusia. Aku sering bermain bersamanya semenjak keluarganya pindah dari Israel ke Indonesia karena urusan pekerjaan ayahnya. Ngomong-ngomong, ayah Omorfa adalah seorang ahli nuklir. Mereka pindah ke Indonesia karena kontrak kerja di Indonesia, tepatnya di reaktor nuklir daerah Karangpawitan, Garut.

Aku memandang cincin emas yang berada di jari kelingkingku. Yah, sekarang aku telah memiliki seorang tunangan. Sebenarnya, kami akan melakukan ritual resminya pada hari Minggu nanti. Aku akan mengundang teman-temanku pada acara nanti untuk memenuhi janjiku beberapa hari yang lalu untuk mentraktir mereka.

"Moris, persiapannya udah beres belum?" tanyaku pada Moris yang sedang menyetir mobil.

"Semua sudah siap gusti."

"Bagus ..."

Kalau diingat-ingat kembali, sejak dulu Omorfa tak pernah berubah. Baik kecantikannya, maupun sifatnya, ia tetap seperti itu dan seperti itu. Dahulu kami adalah tetangga dekat, aku sering mengajaknya bermain. Sebenarnya, saat itu orang tuaku agak membatasi hubungan kami karena perbedaan keyakinan. Tapi aku ingin dekat dengan siapa pun, walaupun ia adalah anak seorang pembunuh berantai sekalipun. Kami bermain setiap sore, hingga matahari terbenam. Terkadang aku main ke rumahnya pula, ia memiliki berbagai jenis mainan seperti anak perempuan kebanyakan. Di antara berbagai jenis boneka binatang yang berada di kamarnya, Omorfa paling menyukai boneka beruang. Oh, tidak, aku jadi teringatkan kembali pada senyuman manisnya saat itu.

Tapi, hubungan kami tak berlangsung lama. Aku harus pindah ke Bandung untuk tinggal bersama nenek. Bagaimanapun juga nenekku sudah tua, ia tak dapat hidup sendiri. Kalau tidak salah, saat itu adalah ketika aku naik ke bangku SD. Yah, memang sudah lama sekali kami berpisah.

"Haaah ..."

Aku menghela nafas.

Rasanya cukup melelahkan.

Moris pun mencoba melihat keadaanku dari kaca depan mobil.

"Apa anda baik-baik saja gusti?"

"Eeemh?

Ya, aku baik-baik saja ...

Aku akan tidur sebentar."

Kurasa hal tersebut adalah pilihan yang tepat. Aku pun menutup mataku.

***

Jam menunjukkan angka tujuh malam. Aku terbangun dari tidurku.

"Hoaaam ....."

Aku benar-benar tertidur pulas, rasa lelahku telah benar-benar hilang. Menggunakan wujud manusia memang lebih melelahkan, terutama ketika aku berada di dekat Omorfa. Aku harus menekan kekuatanku agar Omorfa tak merasa terganggu. Namun dengan tidur seperti ini, aku merasa lebih baik. Untuk saat ini, akan kubiarkan auraku mengalir hingga Omorfa sampai di rumah.

Aku merengangkan otot-ototku sambil menguap. Kemudian aku melihat ke samping kananku, kulihat Moris sedang berdiri di sana—dengan senyuman tulus.

"Omorfa udah ke sini belum?" tanyaku pada Moris.

"Sebentar lagi dia sampai gusti ..."

Aku pun mengangguk mendengar jawabannya.

Oh iya, aku baru ingat. Aku harus 'menodai' Omorfa lagi. Selama ini aku memang selalu berpegangan tangan dengannya, tapi itu tidaklah cukup, aura gelapku sepertinya sudah mulai menyusut.

Venus - Kisah Sang Iblis [Tamat]Onde histórias criam vida. Descubra agora