part 19 - Dreams.

Depuis le début
                                    

Rasanya lebih baik begini. Lebih baik berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Aku tahu Harry pasti tahu kalau aku berbohong padanya, tapi setidaknya aku tidak menampilkan secara langsung rasa sedihku. Aku tidak ingin menambah bebannya. Harry sudah cukup terpukul dan aku mengerti itu. Aku hanya perlu mendukungnya dan berdoa agar semuanya baik-baik saja.

Semoga.

~~~

Karena aku tahu setan keriting ini suka makan pisang, jadi sambil menunggu jam makan malamnya selesai, aku keliling New York untuk mencari pisang. Tadi Gemma menanyaiku apakah aku akan datang atau tidak melalui pesan singkat, dan aku menjawab kalau aku sedang dalam perjalanan. Tadi aku terpaksa pulang ke rumah, dan untungnya Yaser belum sampai. Zayn tertidur di sofa, mungkin dia sibuk mengerjakan tugasnya karena kertas berserakan dimana-mana. Becca juga tertidur saat aku datang. Setelah menyiapkan makanan Becca agar saat dia bangun nanti dia bisa langsung makan, aku segera meninggalkan rumah. Ngomong-ngomong soal Becca, hobinya tidur dan makan. Tapi kalau dia tidak tidur, kerjanya bermanja-manja. Gemas jadinya.

Aku memakai lift kali ini, dan dari lorong bisa kudengar tawa dari kamar Harry. Aku mengulum senyum, dan melangkah masuk tanpa mengetuk pintu. Setelah menutupnya, aku masuk lebih dalam dan melihat Anne, Gemma dan Harry sedang tertawa, dan melihat senyum mereka yang memang sama, aku jadinya ikut tersenyum.

"Selamat malam," sapaku.
"Oh, hai sayang!" Mom Anne membalas sapaanku, dan jujur, aku belum terbiasa melihatnya memanggilku seperti itu. Aku meletakkan kantung plastik yang kubawa di meja kecil dekat tempat tidur, dan sedikit melirik ke arah Harry. Dia tambah kurus.
"Oke, seperti yang kukatakan tadi, aku tidak bisa lama-lama. Byebye Hazz!" Gemma bertos dengan Harry, lalu berlalu pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun padaku. Aku tidak bisa menyembunyikan kerutan di keningku.
"Gemma ada kerja sambilan," jelas Mom Anne. Sepertinya dia mengamati perubahan ekspresiku. Setelah itu suasana menjadi sedikit canggung, dan Mom Anne yang biasanya memiliki banyak bahan cerita menjadi diam. Harry pun begitu. Mereka menghindari aku, atau lebih tepatnya menghindari kontak mata denganku, entah kenapa.

Ada yang tidak beres.

"Ada apa?" Sepertinya aku harus belajar diam. Mom Anne lalu menatapku, dan aku merasa terintimidasi.
"Tak ada apa-apa, kenapa Runa?" Mom Anne memasang senyumnya, dan dengan terpaksa aku menggeleng. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengorek informasinya. Tiba-tiba ponsel Mom Anne berdering, dan dia memberi kode pada kami bahwa dia akan keluar. Setelah Mom Anne keluar, aku memandang Harry dengan satu alis terangkat. Aku menarik kursi plastik yang biasa kududuki dan meletakannya di samping tempat tidur Harry.
"Tidak ada apa-apa kok, hanya saja ibu punya masalah di kantor," Harry menekan tombol di tempat tidurnya, dan perlahan-lahan sandarannya menegak.
"Oke. Jadi bagaimana, kau merasa lebih baik?" Ini pertanyaanku setiap kali aku menjenguk Harry. Aku hanya ingin memastikan.
"dr. John bilang kesehatanku sudah mulai membaik." Ucap Harry. Dari matanya aku tahu dia jujur, jadi aku mengangguk.
"Jadi, apa Putri Runa punya cerita hari ini?" Harry menatapku dengan cengiran khasnya itu, dan aku mengerucutkan bibir.
"Tidak ada. Hanya saja Yaser pulang hari ini, dan aku tidak ingin membicarakan tentang mereka," aku langsung menambahkan keterangan bahwa aku tidak ingin membicarakannya, karena Harry sempat bilang padaku kalau dia menyarankan agar sebaiknya aku berbaikan dengan Yaser dan Margareth. Aku sedang malas untuk memikirkan tentang mereka.
"Aku kehabisan dongeng," Harry memanyunkan bibirnya, dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Aku tidak mengerti bahasa tubuh itu. Soal dongeng, Harry sering menceritakan padaku tentang masa kecilnya, dan semua hal tentang dirinya. Begitu juga denganku. Aku jadi merasa kalau aku makin mengenalnya beberapa hari belakangan ini.
"Tak apalah. Ngomong-ngomong aku membawa pisang," aku mengulurkan tangan dan mengambil kantong plastik tadi tanpa berdiri, lalu membukanya di pangkuanku.
"Terima kasih banyak! Aku benar-benar rindu makan pisang," Harry memandang pisang yang sedang kukupas seolah-olah itu lebih berharga dari apapun di dunia ini. Matanya yang berbinar-binar seperti itu membuatnya terlihat seperti anak kecil. Aku memberikannya pada Harry setelah sudah kukuliti rapi, dan dia mulai makan.

"Kau tahu Hazz, aku terkadang berharap kalau aku memiliki sihir," kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa bisa kusaring terlebih dahulu, dan Harry menatapku dengan mimik bersemangat masih sambil mengunyah pisangnya.
"Kenapa?" Dia kembali menggigiti pisangnya.
"Rasanya ajaib kalau kau bisa mengubah sesuatu dalam sekejap, hanya dengan menggunakan mantra," kuharap dia mengerti maksudku. Aku ingin berubah jadi Harry Potter atau Hermione Granger yang pandai dan menyembuhkan Harry. Dengan itu aku tidak perlu khawatir lagi.
"Sayangnya sihir dan dunia fantasi seperti itu tak nyata," sambungku. Harry menatapku dengan senyum lebar, hanya saja pipinya menjadi sedikit lebih tembem karena pisang di dalam mulutnya. Harry lalu menelan pisangnya sebelum merespon,"Tapi kadang fantasimu bisa jadi kenyataan," ucapnya. "Dulu manusia membayangkan mereka bisa terbang. Lalu pesawat muncul. Bisa saja beberapa abad yang akan datang manusia memang bisa terbang dengan teknologi modern mereka nanti," sambungnya.
Aku mengangguk-angguk mendengar pendapatnya, dan menurutku itu cukup benar. Tapi tidak semuanya bisa diwujudkan. Sihir tampaknya tidak akan terjadi. Dan aku sudah tidak ada di dunia saat itu semua terjadi.

"Kuncinya kau harus terus bermimpi dan jangan putus asa," Harry mengerling.

Tiba-tiba aku memahami sesuatu.
"Harry, kurasa aku tahu apa cita-citaku," sebelumnya, aku benar-benar tidak tahu mau menjadi apa. Koki, tidak. Ibu dulu pengacara sebelum dia meninggal. Aku suka pekerjaan seperti itu, tapi aku bukanlah orang yang cukup bijak dan suka duduk di antara tumpukan berkas.
"Kau mau jadi apa?" Harry menaikkan kedua alisnya.
"Ada deh," aku balas mengerling padanya dan Harry tertawa lepas. Aku suka melihatnya tertawa. Seolah-olah semua bebanku hilang saat melihatnya. Dan Harry juga terlihat bebas. Mau tidak mau aku ikut tertawa, aku tidak bisa menahannya. Walaupun sebenarnya tak ada yang lucu, tapi tawa Harry begitu menawan.

Aku ingin memotret momen ini dan memasangnya pada sebuah bingkai, dan tinggal di situ selamanya. Agar waktu tidak bertambah atau berkurang, agar aku bisa terus tinggal bersama Harry, tanpa perlu memikirkan tentang hal rumit lain. Kami berdua saja, selamanya.

Tapi sekeras apapun aku berharap, hidup tidak pernah berjalan mulus.

____________________________________________

Keknya gue 2G ya ( gantunggaring)

Ampun kwkwkwk.. Soalnya Ffnya kan mau selese.. Bukannya mau ditinggalin ato gimana, cuman gue tambah sibuk jd gue ngirit updatenya, terus digantungin gitu kwkwkwk. Hari Sabtu bakal nongol chapter berikutnya.

Sori yaa, bukannya karena udah mo abis jd dilepasin gitu aja, gue sibuk bgt soalnyaaaaa... Niatnya mo slesain pertengahan November krn mau siap siap buat ujian heheheh. Maaf yaaaa,
Skool sucks and we know it lol Xd.

Ok lots of lovee~~




Nobody Except You [H.S]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant